Share

BABI NGEPET di Kampungku
BABI NGEPET di Kampungku
Author: Renti Sucia

1 (Gadis Muda yang Gila)

Langit bergemuruh di atas kepalanya. Tapi ia tak peduli dan terus berlari. Hujan tampaknya akan turun, tapi ia tak beralas kaki, memijaki jalan-jalan batu hitam besar yang tidak rata.

Kakinya terluka, tapi ia tetap lari menembus gelapnya malam.

Dia Afifah. Gadis muda berusia dua puluh tahun yang akhir-akhir ini dikatakan gila. Orang tuanya selalu mengurungnya di satu ruang yang dipagari besi-besi. Afifah tak jarang dirantai atau dipasung jika berulah, jika dia mencoba menyakiti keluarganya.

Badannya yang dulu cukup berisi, kini kurus kerontang seakan dagingnya menyusut hilang.

"Tiara, Harsa ... tolong aku!"

Tapi anehnya, Afifah yang disebut gila masih saja ingat dengan nama-nama orang desa, terutama Tiara yang merupakan sahabatnya, serta Harsa yang merupakan mantan pacarnya.

Dan tujuan Afifah malam ini adalah ke rumah Harsa. Karena Tiara masih di Jakarta bekerja. Afifah pun tahu itu, bahkan saat kepergian sahabatnya, dia turut mengantar hingga ke terminal angkutan umum di ujung desa.

Dia seperti normal, hanya tingkahnya saja yang berubah aneh ketika dihadapkan dengan keluarganya.

Karena gosip gilanya mencuat begitu cepat, Harsa dipaksa untuk mengakhiri hubungannya dengan Afifah oleh keluarganya, serta keluarga Afifah juga. Sejak Harsa mendengar kabar Afifah tidak waras, pemuda itu tak pernah lagi diizinkan untuk bertemu. Sekalipun dia ingin dan selalu berusaha datang ke rumahnya. Tapi kedatangan Harsa ditolak mentah-mentah.

Namun kali ini ... usai tujuh bulan berlalu, Afifah memiliki kesempatan untuk lari dari kurungan besi sialan itu. Karena adiknya Nurmaya lengah, ketika gadis yang dua tahun lebih muda dari pada dia datang untuk mengolok seperti biasa, Afifah memukul kepalanya dengan kekuatan yang dipunya, lalu mencekik leher adiknya dengan rantai yang mengikat dua tangannya.

Sampai Nurmaya hampir kehabisan napas dan pingsan. Saat itulah Afifah lari dari ruangan yang sudah mengurungnya berbulan-bulan.

Tertatih-tatih Fifah bangkit saat tak sengaja terpeleset dan jatuh. Dia terus berjuang melewati bentang-bentang sawah agar sampai ke rumah Harsa.

"Harsa ...." Dengan tangis tertahannya, Fifah beringsut di teras rumah Harsa.

Dari dalam, ibu Harsa keluar memeriksa. Kebetulan Bu Amina masih terjaga malam itu. Dan ia benar-benar kaget ketika melihat siapa yang datang.

"Bu ...." Mata Afifah berlinang air mata. Dan ia menangkap kaki Bu Amina, memeluk sambil memohon. "Tolong Fifah, Bu." Dengan tangisnya yang mengudara.

"Nak Fifah." Bu Amina jelas risau atas kedatangan Afifah si gadis gila. Dia segera melepaskan pelukan tangannya, dan menahan napas sejenak sebelum akhirnya memberanikan diri menatap mata mengerikan Afifah.

Mata yang memerah karena tangis dan warna darah. Dia seperti gadis yang baru disiksa. Tapi Bu Amina tak ingin tahu, dia terlalu takut menghadapinya.

"Kamu nga-ngapain ke sini, Nak? Pu-pulanglah sebelum bapakmu mencarimu."

Afifah menggeleng kepala. "Fifah takut pulang, Bu. Tolong izinkan Fifah tetap di sini. Tolong, Bu," mohonnya dengan isak tangis yang begitu mengganggu.

Keringat dingin mulai membasahi dahi Bu Amina. Bagaimana pun baginya Fifah adalah wanita gila. Dia tidak mau berurusan lagi dengannya.

"Saya lebih takut padamu. Pergilah, pergi!"

"Fifah mohon, Bu. Fifah tidak gila, sumpah. Fifah tidak gila, tolong percayalah."

"Tidak, pergilah."

Bu Amina ingin tinggalkan Fifah di luar. Tapi Harsa yang terbangun karena keributan itu muncul. Dia tertegun di ambang pintu melihat sosok yang selama ini selalu ingin dia temui.

"A-Afifah?"

"Harsa!"

Keduanya terlibat saling tatap cukup intens. Tapi tatapan itu penuh dengan keterkejutan dan kesedihan yang begitu membekukan.

'Apa yang terjadi padamu selama ini, Fah?' Hanya hati yang mampu bertanya. Harsa melihat banyak perubahan terhadap mantan pacarnya. Afifah terlihat kacau dan menyedihkan.

'Harsa, tolong aku. Tolong aku!' Sementara Afifah sendiri memohon pertolongannya dari tatapannya.

"Harsa masuk. Ini sudah malam. Ibu akan urus wanita tak waras ini segera. Cepat!" Namun Bu Amina mendorong tubuh Harsa hingga pemuda itu tak lagi berdiri di ambang pintu.

"Tidak, Bu. Fifah mohon! Tolong Fifah sekali ini saja. Fifah tidak ingin dikurung lagi. Fifah ...." Dia seperti kesulitan bernapas tiba-tiba. Tangannya mencekik leher sendiri.

Dan hal itu mengejutkan Bu Amina serta Harsa.

"Fifah, apa yang kamu lakukan?" Harsa sudah ingin mendekat padanya.

"Harsa! Biarkan! Namanya juga orang gila! Cepat masuk!" Namun ibunya segera menghalang-halangi.

Harsa menolak, bagaimana mungkin ibunya tega mengatakan hal seperti itu? Bahkan di saat Afifah seperti tengah tersiksa. Harsa yakin itu bukan karena Afifah gila. Tapi ... entahlah, dia pun tak yakin.

"AFIFAH! DI SINI KAMU TERNYATA!"

Di saat Harsa memaksa ibunya agar menyingkir, tiba-tiba suara menggelegar muncul. Semuanya menoleh ke sumber suara. Ternyata itu Pak Zakaria, ayah Afifah yang terlihat begitu marah.

"Bawa dia pulang sekarang juga dan kembalikan dia ke dalam kurungannya. Jangan lupa dirantai yang kuat dan jangan biarkan siapa pun masuk lagi ke ruangannya. Terutama Maya!" titah pria berkumis tebal itu pada dua orang suruhannya di belakang punggung.

Afifah gemetaran. Menggeleng pelan. Kemudian menoleh pada Harsa dan memohon agar ia diizinkan masuk untuk sembunyi.

"Jangan coba-coba, Harsa. Dia gila." Namun tepat ketika Harsa hampir menggapai tangannya, Pak Zakaria menghentikan. Saat itu Afifah diseret paksa di hadapan Harsa.

Tangis serta teriaknya menguap memenuhi langit desa yang gelap gulita. Tiada bulan atau bintang, adanya auman anjing-anjing dan cicit hewan pengerat yang menjijikkan.

Suara Afifah membangunkan beberapa warga. Sehingga ketika Afifah diseret paksa, mereka yang keluar melihatnya menjadi kasihan dan takut di saat bersamaan.

Besok mungkin akan geger kabar tentang Afifah si gadis gila yang kabur ke rumah mantan pacarnya. Itu sudah pasti!

***

KLAANG!

"Jangan pernah berpikir untuk kabur lagi, anakku yang gila!" Sorot mata Pak Zakaria menampakkan kemarahan yang begitu besar ketika ia berhasil membawa Afifah kembali ke kamar besinya.

"Tolong hentikan, Pak. Ampun, Pak. Lepaskan Fifah. Fifah tidak mau lagi mel—"

PLAAAK!

"Kamu jangan ngatur! Kalau bukan kita yang berkorban, adik-adikmu mana bisa hidup. Ibumu juga! Jadi berhenti mengeluh dan segera mandi dan berias! Suami kamu akan segera datang!"

Pak Zakaria melemparkan pakaian putih polos ke wajah Afifah. Dengan sangat kasar.

Afifah sendiri kini hanya bisa menangis meratapi nasibnya yang porak-poranda. Ia meremas pakaian itu penuh kekesalan dan amarah. Namun sialnya, amarah hanya menjadi air mata sia-sia. Sebab penderitaannya terasa tiada akhir.

Mau tak mau Afifah bangun. Dengan kaki yang masih dirantai, ia ke kamar mandi. Melucuti pakaian berdarahnya, lalu mandi.

Setelah selesai. Afifah memakai pakaian bersih putih itu dan duduk di atas ranjangnya putus asa. Menyisir rambut hitam legamnya yang rontok.

Malam jumat ini, suami siluman babinya akan segera tiba.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Dina0505
si fifah kayaknya jadi tumbal ni
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status