Share

TUGAS BARU

"Astagfirullah!" Aku memekik ketika bayi besarku itu datang dari belakang tanpa mengenakan atasan. Mungkin dia habis ke toilet. 

Ada yang sobek, tapi bukan kertas. Ada roti, tapi bukan yang dibakar kaya dipiring yang lagi aku bawa. Duh, mataku ternodai. Ampuni Disty Ibu ....

"Biasa aja lihatnya!" imbuhnya sambil mengetuk bahuku dengan handuk kecil yang dipilin.

Sadar tengah bertelanjang dada, dengan cepat dia menyambar dan mengenakan kaus dalam berwarna putih.

"Tapi bukannya hari ini Mas Kenzi mau tour?"

"Jangan disingkat Adisty, artinya beda!" protesnya dengan nada kesal.

"Bukan mau disingkat, tapi saya lupa."

"Kamu pelupa akut, malah nekat jadi baby sitter saya. Saya nggak jadi ikut tournamen!"

Nah kan, itu lagi yang dibahas. Aku nggak bisa bayangin kalau Mas Kenzi ini sampai ngadu sama maminya. Bisa malu aku sama Bu Arini nanti.

"Lho, kenapa nggak jadi?"

"Mbak Kanaya melahirkan, saya harus kesana hari ini. Sama kamu juga!"

"Nggak sama Mbak Alsha?" tanyaku spontan.

 Duh.

Aku jadi keceplosan nanya. Tapi bukankah dengan begitu, dia percaya kalau aku memang tidak tahu menahu tentang keluarganya yang menentang hubungan mereka?

"Alsha sibuk." Mas Kenzi menjawab singkat.

"Jadi, mau berangkat kapan?"

"Jam tujuh ya, setelah saya mandi. Eh, tapi kamu beneran udah sembuh, kan?"

"Udah Mas, Alhamdulillah, nggak usah khawatir." 

"Nggak khawatir juga sih, cuma berat aja kalau harus ngangkat kamu yang pingsan seperti kemarin."

Aish, yang kaya gini, nih habis diangkat terus dijatuhin. Sakit.  Salah aku juga yang udah kepedean duluan.

"Iya Mas, terima kasih banyak kemarin ....."

"Nggak usah di anggap serius, saya cuma bercanda! Ya sudah, kita ketemu dibawah nanti jam tujuh ya!" pesannya sebelum dia kembali melanjutkan aktivitasnya.

Ish, ternyata dia bisa bercanda juga. Wajahnya datar sih ... jadi nggak bisa bedain antara serius atau sedang bercanda.

Aku semakin iri, Mbak Alsha punya cowok kok ya bisa paket lengkap sempurna begitu. Udah kaya, ganteng, baik hati pula.

***

Tepat jam tujuh pagi, aku sudah siap dengan memakai setelan bunga berwarna pink cerah, lengkap dengan jepit rambut berwarna senada berbentuk bunga yang disematkan di sebelah kanan.

Sambil menunggu Mas Kenzi, mataku meluas mencari Adi. Lumayan ngobrol sama satpam ganteng sambil nunggu Mas Kenzi, ya kan?

Tapi sepertinya Adi belum datang. Yang ada malah Pak Bambang, satpam paruh baya berkumis tebal, yang belum berganti shift dengan Adi.

"Udah siap, Dis?" tanya Mas Kenzi. 

Sejenak aku terpesona melihat penampilannya. Hari ini dia ganteng banget. Pakai kaos berwarna merah muda yang dipadukan celana pendek berwarna putih. 

Tapi, kenapa bisa kompak begini? padahal nggak janjian.

Perjalanan sampai di rumah Mbak Kanaya, memakan waktu dua jam lebih. Selama itu juga Mas Kenzi sibuk dengan laptop dan ponselnya.

Sesekali dia meminta untuk dibukakan kaleng minum atau makanan ringan yang disiapkan Bude. Persis anak kecil.

Kata Mas Kenzi, Mbak Kanaya memilih persalinan dengan metode gentle birth dirumahnya. Aku nggak ngerti artinya apa. Tapi saat dia bilang lahirannya dirumah, aku pura-pura ngerti. 

Kata Ibu, kan, dulu juga aku lahirnya dirumah.  Ah ... tiba-tiba saja aku jadi kangen sama Ibu.

Sampai di sana, keluarga mereka sudah ramai berkumpul. Di dalam kamar sebuah rumah mewah dengan design minimalis. Kami masuk dan langsung ke lantai atas. Kata Mas Kenzi, suaminya Mbak Kanaya ini seorang arsitek. Tak heran kalau rumahnya terkonsep dengan detail yang sempurna.

"Disty, sini saya kenalkan dengan anak-anak saya!" sambut Bu Arini begitu kami tiba.

Sedangkan Mas Kenzi, dia langsung menyapa bayi yang ada dalam dekapan sang kakak. Aku memerhatikan dia yang terlihat manja di tengah ketiga kakaknya.

"Disty, ini anak saya yang pertama namanya Nala, lalu Fira dan ini Kanaya. Kalau Sakhi, Erina, Keyra dan Ayumi, mereka semua tinggal diluar negeri."

Aku hanya mengangguk saat mendengar penjelasan Bu Arini. Soal nama-nama anaknya, entahlah apa aku masih ingat atau tidak nantinya. Kata Mas Kenzi kan, aku pelupa akut.

"Wah, couple baru, nih! Janjian pakain baju kembaran?" canda Mbak Kanaya sambil menyerahkan bayinya pada Bu Arini. Aku jadi salah tingkah mendengarnya.

"Coba sini. Siapa, Disty ya?" Lanjut Mbak Nala tak kalah ramah.

"Ayo sini, jangan canggung." Mbak Fira menambahkan.

Aku hanya iya iya saja. Malu. Semua anak Bu Arini terlihat cerdas, elegan, namun tetap rendah hati. Sungguh keluarga yang sempurna. Aku salut dengan cara Bu Arini mendidik semua anaknya. Meski berlimpah harta, mereka sama sekali tidak menjaga jarak denganku ataupun ART yang lain.

"Adisty, daripada jadi susternya Kenzi, lebih baik kamu di sini bantu saya urus baby Soula. Mau kan?"

"Mbak bisa ambil dari yayasan kalau untuk mengurus baby Soula. Adisty sudah terikat kontrak sampai saya menikah. Sampai saya ada yang mengurus," timpal Mas Kenzi.

"Kontrak apa? Mami lho yang pilih Disty dan Mami juga yang menentukan sampai kapan dia bekerja untuk kamu," tepis Bu Arini.

"Anak manja mau nikah. Aduh, Ken!" tambah Mbak Fira sambil tertawa.

"Kenzi akan menikah, kalau Mami memberikan restu untuk Kenzi dan Alsha."

Hening. Suasana yang tadi ramai tiba-tiba hening ketika Mas Kenzi menyebut nama pacarnya itu. Aku semakin penasaran dan menunggu kalimat apa saja yang keluar dari salah satu diantara mereka. Setidaknya, aku bisa tahu, kenapa mereka tidak menyukai Mbak Alsha.

Sayangnya, tak ada sepatah katapun keluar dari mulut mereka. Alih-alih mencairkan suasana, mereka malah saling berebut menggendong baby Soula.

Aku jadi merasa tidak enak berada di situasi seperti ini.

"Dis, bantu aku siapkan buah untuk Naya yuk!" ajak Mbak Fira.

Apakah Mbak Fira sengaja mengajakku keluar dari kamar ini? Tak ada pilihan lain, aku ikut mengekornya ke dapur.

"Kamu pasti bingung ya, tentang hubungan Kenzi dan Alsha?"

Aku mengangguk dan semakin penasaran.

"Saya nggak bisa kasih tahu apapun sama kamu, Dis. Tapi tolong ya, buat Kenzi melupakan Alsha."

Melupakan Mbak Alsha? Bagaimana bisa?

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status