BABY SITTER PLUS-PLUS
Bab 7
Pov Mila
Aku mengeluarkan tangisan di hadapan Mas Hendra. Sehingga membuat Hendra panik dan cemas melihat kondisiku saat ini.
Kulepaskan dekapannya, kemudian kuambil secarik kertas sebelum membuka laptop yang kepegang, dengan hentakan kaki pelan, aku meletakkan kertas dan pulpen di atas pahanya.
"Apa ini?" tanya Mas Hendra. Kedua alisnya ia tautkan ketika melihat aku memberikan secarik kertas.
"Baca saja!" sahutku. Kemudian matanya mulai menatap dan membacanya dari atas ke bawah.
Setelah membaca dengan teliti, ia menghela napas dalam-dalam. Kemudian, memejamkan matanya sejenak. Lalu bicara berhadapan denganku.
"Kenapa semua aset minta dipindah atas namamu?" tanyanya pelan.
"Wajar, aku istri sah kamu, dan Ayu darah dagingmu," sahutku sambil terisak.
"Alasannya apa? Kalau aku tidak mau, kamu minta cerai?" tanyanya.
Kemudian, aku membuka laptop yang berisikan rekaman CCTV-nya ketika melakukan hubungan gelap dengan Tini.
Mata Mas Hendra membulat, bola matanya seakan ingin ke luar dari kelopak matanya. Kemudian, bibirnya ia gigit seraya orang yang sedang ketakutan.
Tangannya tiba-tiba ingin meraih laptop yang aku pegang, tapi aku tepis dengan tangan kiriku.
"Sini!" sentaknya.
"Mau tanda tangan, atau aku putar sambil siaran langsung di sosial media?" ejekku. Matanya memerah, ia tampak marah diancam olehku.
"Arghh!" teriaknya. Ia tampak kesal melihatku matanya tak kedip memandang wajah istrinya yang selama ini dibodohi. Saat ini, aku hanya ingin ia menandatangani surat dari notaris, yang siang tadi kuperintahkan untuk membuatnya dengan segera.
***
Flashback siang tadi
"Halo, Pak. Sibuk nggak?" tanyaku ketika berada di luar kota.
"Nggak, Bu Mila, ada apa?" tanyanya.
"Tolong buatkan saya surat tanda serah terima balik nama kepemilikan rumah," ucapku melalui sambungan telepon.
"Bisa dikirim persyaratannya melalui email saya, Bu?" tanyanya.
"Bisa, Pak. Nanti segera saya kirimkan," sahutku.
"Ya sudah, nanti hasilnya saya kirim via email, Bu Mila bisa langsung print saja, kalau sudah ada tanda tangannya, segera kirim ke kantor, agar saya proses balik namanya." Kemudian telepon pun terputus.
Aku sudah siapkan itu dari tadi malam, di ponsel sudah kusimpan semua syaratnya. Segera kukirim ke Pak Jordi. Agar ia segera mengerjakannya.
***
Aku tersenyum tipis melihat suamiku ternyata sangat kecewa dengan kecepatanku. Ia seperti orang kebakaran jenggot, menyesali kebodohannya.
"Maafkan aku," ucapnya. Aku pun tertawa renyah sambil menutup mulut ini.
"Untuk apa? Agar aku tidak menyebar video ini? Atau agar aku tidak memindahkan aset atas namaku?"
Mas Hendra menundukkan wajahnya. Kemudian, ia raih pulpen dan kertas yang tadi sudah diletakkan di atas kasur.
Tanpa pikir panjang, ia pun menandatangani kertas itu. Lalu aku ambil dan menyimpannya di tempat aman.
"Sudah, kan? Bisa kamu hapus videonya?" tanyanya.
Aku menggelengkan kepala, lalu meraih ponselku dan mencari kontak papa mertua.
"Untuk apa nelpon Papa?" tanyanya dengan nada tinggi.
"Aku ingin Papa tahu tentang anaknya. Ia kan laki-laki, pasti bisa memantaskan apakah perbuatan anaknya ini layak atau tidak? Terlebih lagi, selingkuhannya adalah seorang baby sitter," sindirku.
"Jangan! Mila, kamu jangan bilang Papa, pasti ia akan mencabut namaku dari keluarga," lirih Mas Hendra. Aku pun tetap melaksanakan niatku untuk menghubungi papa.
"Mila, aku sudah turuti apa yang kamu mau, rumah ini sudah ditandatangani balik namanya. Tolong jangan adukan pada Papa," lirihnya lagi, tapi aku tak peduli. Marahnya orang sabar itu lebih menyeramkan ketimbang marahnya orang yang biasa marah-marah.
Aku tipikal wanita diam, nurut apa kata suami, tapi diamku ternyata dijdikan setir olehnya. Aku pun sudah tak bisa tinggal diam, harus berontak pada laki-laki yang sudah mulai menginjak harga diriku.
"Halo, Pah,"
"Ya, Mila, ada apa?"
"Apa kita bisa ketemu," pintaku.
"Kapan?" tanyanya.
"Sekarang," jawabku.
"Boleh, setengah jam lagi di Cafe Coffee Kita, ya," usulnya.
"Baik, Pah, aku sendiri, ya."
"Loh, Hendra ke mana?" tanyanya.
"Ada, sedang sibuk bersama ...." Ponselku tiba-tiba diambil Mas Hendra. Ia memutuskan sambungan teleponnya.
Aku bangkit, lalu Mas Hendra menarik lenganku paksa.
"Mila, ini bisa dibicarakan. Aku akan pecat Tini, tapi tolong jangan bilang Papa," lirihnya lagi.
"Mas, sudah terlambat," bisikku pelan tepat di telingaku.
Kemudian, aku langkahkan laki ini menuju mobil, dengan membawa laptop yang berisikan video mesum suamiku. Tak lupa aku bawa berkas pemindahan nama sebagai pemilik rumah juga. Sekalian nanti ke kantor Pak Jordi, agar segera ia kerjakan semuanya.
Mas Hendra mengejarku sampai pintu mobil. Ia terus menerus mengetuk pintu mobil dengan kerasnya. Aku tetap menyalakan mesinnya. Namun, tiba-tiba ia nekat berdiri di depan mobil yang kukendarai.
"Mas! Minggir!" teriakku dari dalam.
"Nggak, tabrak aku saja kalau nekat ingin ke luar!" sahutnya dari luar sambil membentangkan kedua tangannya. 'Astaga, laki-laki ini maunya apa sih? Kenapa sampai nekat seperti itu? Apa aku tabrak saja sekalian agar lebih puas?' gumamku dalam hati.
Bersambung
Maaf author pindah pov ya. Sebab, ribet pakai pov 3.
Ekstra Part"Halo, Mbak Mila, kami sudah berada di Indonesia lagi," cetus Rika ketika ia menghubungiku."Syukurlah, aku amat bahagia dengarnya, apakah jenazah Dini dibawa ke Indonesia?" tanyaku."Nggak, ia meminta dikubur di sana, katanya tidak ingin membuat kita semua bersedih." Aku menghela napas sejenak, tak kusangka Dini yang berusia belia, sudah memikirkan ke arah sana."Astaga, anak itu, benar-benar mandiri sekali," ungkapku. "Lalu kalian sudah di rumah? Aku sedang tes lanjutan di rumah sakit.""Iya, kami di rumah orang tuaku, Mbak. Nanti aku hubungi lagi ya," celetuknya lalu telepon pun terputus.Setelah surprise yang diberikan oleh Dini alias Tini. Aku dan Mas Hendra memutuskan untuk melakukan pengobatan yang lebih rutin, uang yang diberikan olehnya, juga bukan sekadar hanya untuk berobat saja. Ya, kami sudah putuskan untuk membuat yayasan rehabilitasi, barangkali uang ini akan menjadi amal jariyah untuk Dini,
Bab 49Setibanya di rumah sakit, aku menanyakan di mana tempat Mas Hendra dirawat. Bagian informasi pun memberitahukan pada kami semua.Aku, Ayu, Mama, Papa, dan Mbok Asih pun segera bergegas ke kamarnya. Ruang VVIP tempat papa kemarin dirawat inap.Kulebarkan daun pintu dengan perlahan, khawatir Mas Hendra hendak tertidur. Namun, ketika aku membuka pintunya, karangan bunga muncul di hadapanku."Selamat ulang tahun, Mbak Mila," ucap Rika yang berada di balik karangan bunga itu. Aku pun memeluknya, dan menerima bunga tersebut."Terima kasih, ya Rika."Aku terharu dengan kejutan yang Rika berikan. Kemudian, kulihat wajah Mas Hendra yang sedang terbaring di ranjangnya. Ia tersenyum sambil memegang sesuatu.Aku langkahkan kaki ini ke arahnya, dan berhenti tepat di samping Mas Hendra."Selamat ulang tahun, Mila. Maafkan segala kesalahanku. Mungkin ini terakhir kalinya aku dapat memberikan kejutan
Bab 48Suster menganggukkan kepalanya di hadapan kami berdua, itu artinya benar adanya bahwa Mas Hendra dan Dini ada perkembangan."Sus, anak saya sadar?" tanya Mama mertuaku."Adik saya juga sadar?" tanya Mas Wisnu.Kami semua berharap kabar baik itu datang. Jadi dengan antusias Mas Wisnu selalu menyambar ucapan yang belum terlontarkan dari mulut suster."Jadi, kami punya harapan, kan Sus?" sambar Mas Wisnu kembali. Tangan Rika menarik lengannya, kemudian mengelus pundak Mas Wisnu."Mas, biarkan Suster bicara dulu, kita dengarkan suster terlebih dahulu, jangan nyerobot terus," tutur Rika mencoba cegah Mas Wisnu untuk tenang. Seberapa besar Mas Wisnu antusias dan berharap ada keajaiban untuk adiknya, mungkin sama rasanya dengan harapan Mama mertuaku yang berharap Mas Hendra sembuh."Baik, jadi untuk pasien Pak Hendra dan Dini, mereka sudah melewati masa kritisnya. Tadi kondisi Dini meman
Bab 47POV Mila"Aku pasrah, karena Dini telah melakukan hubungan bebas sudah hitungan tahun, sepertinya ini sulit untuk disembuhkan." Mas Wisnu pun sudah putus asa, ia tidak berharap banyak atas kesembuhan adiknya."Segala sesuatu, jika diiringi dengan doa pasti ada keajaiban di dalamnya," celetuk mama yang tiba-tiba ikut nimbrung. Mertuaku datang dengan memberikan ketenangan pada kami semua."Penyakit berbahaya sekalipun, jika sudah Allah berikan kesembuhan, maka akan sembuh. Mumpung baru jam sembilan pagi, kalian pergi ke mushola, lakukan salat taubat dan dhuha, doakan Hendra dan Dini." Mama mertuaku memberikan saran yang membuatku terenyuh. Ya, sudah lama sekali wajah ini tak menyentuh air wudhu.Aku bangkit, dan mengulurkan tangan ini pada Rika, lalu mengajaknya untuk melakukan apa yang mama mertuaku sarankan.
Bab 46POV WisnuFlashback ketika Pak Johan belum meninggal.Aku baru saja tiba di kota ini, kota yang kutinggal sejak lama hanya untuk mencari ketenangan di luar kota.Teringat pesan kedua orang tuaku, jika menetap di kota lagi. Tolong balas budi atas apa yang telah dilakukan oleh Pak Johan. Ia sangat berpengaruh dengan apa yang kami dapatkan sampai detik ini. Rumah yang kami miliki beserta perusahaan-perusahaan adalah jasa dari Pak Johan.Aku mencari keberadaannya. Ternyata ia ada di kota yang sama dimana tempat Dini tinggal.Aku menghubunginya. Namun, ia bilang akan keluar kota sore ini. Jadi, sebelum ia pergi, Pak Johan memintaku untuk menemuinya.Setibanya di kantor tempat Pak Johan, aku dipersilakan duduk olehnya."Kamu usia berapa Wisnu?" tanyanya."Sudah cukup umurlah, Pak," jawabku dengan canda."Mau kah kamu menikah dengan anakku? Ya, berharap j
Bab 45Pov MilaTernyata suami dari Rika itu adalah kakaknya Dini. Aku terkejut ketika ia menghampiri Mas Hendra. Tidak mungkin acara proses pemakaman akan berlangsung kisruh gara-gara perkelahian. Aku takkan membiarkan kekacauan pada suasana yang sedang berkabung ini."Mau apa kamu, Mas Wisnu?" tanyaku dengan cemas, tubuh ini sudah menghalangi ia agar tidak mendekati Mas Hendra. Bukan karena membela pezina, tapi aku hanya ingin menghormati keluarga almarhum tanteku."Hendra, kamu kah yang bernama Hendra?" tanyanya lembut membuat kami sedikit terkejut. Kukira ia akan memukuli, tapi justru membuat kami terbelalak dengan memberikan pertanyaan lembut."Iya, maafkan aku, Mas. Telah membuat adiknya, Mas, Della bunuh diri." Mas Hendra mengakui kesalahannya."Justru aku ingin meminta maaf, gara-gara Dini balas dendam, kamu dan keluarga kena imbasnya."Kini, aku bernapas lega, mereka sama-sama mengakui kesalahan.