Share

Bab 4

Author: Pena_kinan
last update Last Updated: 2023-04-12 05:23:54

Salah satu penulis favoritku membuka kelas menulis. Tanpa dipungut biaya alias gratis. Aku yang saat ini suka dengan membaca akhirnya memutuskan untuk mengikuti kelasnya. Mendaftarkan diri dengan modal nekat mengubah nasib. Karena dari kabar yang beredar jika seseorang berhasil dalam menulis sebuah novel. Dia bisa membeli apapun yang diinginkan. Termasuk membeli tanah para mantan. Ah, membayangkannya saja begitu menggiurkan. 

Harapannya aku bisa seperti mereka. Jika tidak bisa membeli tanah paling tidak bisa membeli hinaan mertua yang kadang meresahkan.

Huh hah 

"Mbak …." Suara Toni membuyarkan lamunanku. Entah kapan adik iparku itu sudah tiba. Dia masih duduk manis di atas motornya. Aku pun berjalan tergopoh-gopoh menghampirinya. 

"Lama."

"Sabar, namanya juga Ibu hamil. Jalannya pelan."

"Memangnya Ibu mau masak apa? Banyak ya?" Aku kembali bertanya sembari menjatuhkan bobot tubuhku di atas motor.

"Mana kutahu, Mbak. Aku kan cowok mana tahu urusan dapur."

"Kan Mbak cuma tanya. Nggak usah sewot kali!"

Toni tanpa memperdulikan ucapanku. Ia akhirnya kembali melajukan kendaraannya menuju rumah Ibu mertuaku. Selama perjalanan pikiranku menerawang jauh. Berandai-andai jika suatu saat nanti aku bisa membeli motor, mesin cuci maupun kulkas dari hasil aku menulis. Alangkah bahagianya aku. 

Terlebih saat ini Mas Bambang tidak bisa diandalkan. Mencari pekerjaan kesana kemari.

Tidak berapa lama motor pun akhirnya berhenti tepat di halaman rumah. Ibu mertuaku yang masih mengenakan pakaiannya tadi, berkacak pinggang menyambutku. Tatapannya sinis.

"Lama banget sih?!"

"Namanya juga lagi hamil, Bu. Pelan-pelan dong jalannya."

"Nggak usah banyak alasan. Sudah sana ke dapur. Inget ya, masak yang enak. Jangan sampai nanti teman-teman Ibu sudah datang kamu belum selesai masak!"

Aku hanya bisa menghela napas panjang lalu membuangnya perlahan. 

"Kenapa nggak minta tolong sama tetangga? Ranti kan lagi hamil, Bu." Aku berjalan melewati ibu mertua sembari tangan mengusap lembut perut yang membuncit.

"Hamil itu bukan alasan untuk malas-malasan. Justru kamu harus banyak gerak.  Biar kalau lahiran lancar."

"Banyak gerak sama kerja rodi itu beda!"

"Kamu ini kalau dibilangin suka ngebantah. Makanya rejeki kamu menjauh. Buktinya Bambang di PHK. Setelah menikah sama kamu."

"Astagfirullahaladzim, Ibu. Mas Bambang di PHK itu bukan karena Mbak Ranti tapi memang rejekinya baru segitu. Lagian Ibu ini ada-ada saja. Meminta Mbak Ranti memasak banyak kek gitu. Dia kan hamil." Suara bariton milik adik iparku yang nomor dua terdengar jelas ditelinga. Bagas namanya, dia memang bersikap netral. Berbicara yang menurut pandangannya tidak benar dia akan menegur. Termasuk saat ini.

Aku yang langsung meletakan tas di atas meja. Lantas mengambil baskom. Berniat memotong sayur dan juga memotong cabai.

Bibir ibu mencebik. Lantas dia menjatuhkan bobot tubuhnya di kursi. Menatap ke arahku dengan tatapan mengawasi.

"Makanya jadi istri itu kerja, menghasilkan duit. Seperti calon istri Bagas itu, jadi nggak nyusahin kek kamu!"

"Ibu memintaku kesini untuk membantu masak atau ingin menghinaku?" tanyaku. Entah mengapa rasanya jantungku berdetak lebih cepat. Niatku yang semula baik. Kini malah menguap begitu saja setelah mendengar ucapan Ibu mertua. 

"Halah, lebay."

"Bu, cukup! Kalau memang ibu mau meminta Mbak Ranti menolong ya sudah, nggak perlu dihina seperti itu!"

"Eh, Bagas. Kalau dia itu bekerja sebagai pegawai dengan gaji lima juta per bulannya. Ibu nggak akan pernah menghina dia. Ibu akan joget-joget keliling desa pakai daster."

Mataku membulat ketika mendengar ucapan Ibu mertua baru saja. 

"Baiklah, Bu. Kalau aku bisa mendapatkan gaji lima juta perbulan ibu akan joget-joget keliling kampung!"

"Oke! Siapa takut! Mustahil buat kamu Ranti! Wanita kek kamu yang hanya lulusan SMA saja mau kerja apa? Hahaha." Tawa Ibu yang nyaring. Justru membuatku semakin mantap untuk mengikuti kelas menulis. Apalagi ide cerita sudah terngiang-ngiang di kepala. Membuatku tidak sabar untuk segera menulisnya. Tentu setelah aku mengikuti kelas menulis. Agar tanda baca dan lainnya benar. 

Akankah Ranti bisa membuktikan? Kita tunggu part selanjutnya ya...

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • BANGKITNYA MENANTU YANG DIHINA   Bab 17

    "Maksud kamu apa, Mbak?" Toni mengalihkan pandangannya pada Ranti. "Iya, kata Ibu. Beliau menggunakan sapi-sapi meninggalkan bapak untuk membiayai kuliahmu. Jadi sekarang buktikan kalau sekolahmu bukan dari keringat Mas Bambang." Dengan santai Ranti berbicara. Entah keberanian dari mana wanita itu dapatkan. Kini Ranti lebih tegas pada Toni."Haduh, baru ambil sapi saja sudah sombong kamu, Mbak. Apalagi kalau sudah punya banyak sapi," sungut Toni tidak terima mendengar pernyataan Ranti."Amin, makasih ya doanya.""Haist …." Toni mendesah pelan. Dia keluar dari aplikasi game online. Dimana dia kalah ketika berbicara dengan Ranti. Bertambah kesal ketika Ranti bukannya marah justru berterima kasih pada Toni. Ya semudah itu adik ipar Ranti tersinggung. Tanpa mengucap salam maupun permisi Toni meninggalkan Ranti. Dia mengendarai motornya dengan kecepatan tinggi. Jarak antara kontrakan Ranti dengan rumah sang mertua tidak terlalu jauh. Kisaran lima belas menit saja jika mengunakan motor.

  • BANGKITNYA MENANTU YANG DIHINA   Bab 16

    Semenjak Bambang mengambil sapi paksa dari kandang Romlah selama itu wanita tua itu tidak lagi bertandang ke rumah kontrakan Bambang. Bertanya Kabar melalui sambungan telepon pun tidak. Begitu juga dengan laki-laki itu, dia justru sibuk merawat sapinya. Mencarikan rumput dan membersihkan kandang. Ketika Bambang sibuk di kandang. Ranti tengah makan siang dengan lauk sayur bayam di meja makan. Begitu juga dengan Suminah. Mereka duduk berhadapan menyantap makanan sederhana itu. Sedangkan sang putri dia biarkan tidur di kamar dengan ditutupi kerodong bayi."Nduk, kamu sudah sehat kan? Emak mau pulang dulu, emak kan juga harus ngurus ayam di rumah yang sudah dua Minggu di urus sama tetangga. Masa iya, Emak minta tolong terus. Kan sungkan!" ucap Suminah di sela-sela dia mengunyah makanan. Ranti yang mendengarnya pun mengangguk. Dia sudah merasakan jahitan sudah tidak nyeri lagi. Kontrol ke rumah sakit pun sudah tidak perlu, kata dokter jahitan Ranti sudah mengering dengan sempurna. Apa ya

  • BANGKITNYA MENANTU YANG DIHINA   Bab 15

    "Bambang nekat mengambil sapi milik ibunya. Sekarang ibunya marah-marah!""Astaghfirullah hal adzim," celetuk Ranti spontan begitu juga dengan Suminah. Mereka saling berpandangan. Apa yang ditakutkan terjadi, Bambang nekat dengan keyakinannya."Bagaimana ini, Mak. Ranti tidak mungkin meninggalkan Filzah di rumah.""Emak juga tidak mungkin datang ke sana, Ranti. Emak takut dikira ikut campur.""Kalau begitu kita tunggu saja Bambang di rumah.""Tapi, Mak. Nanti kalau Ibu marah-marah bagaimana? Mas Bambang ngadepin Ibu sendirian, kasihan dia!" Baru saja kedua wanita itu selesai bicara terdengar suara riuh dari luar sana yang terdengar semakin lama semakin mendekat. Ranti dan juga Suminah terus menunggu sebenarnya apa yang terjadi. Tidak butuh waktu lama, segerombolan orang sudah datang membawa sapi dengan berjalan cepat. Begitu juga dengan Mas Bambang dia terlihat menarik sapi betina itu dengan tali yang dikalungkan di leher."Pegang yang kuat, Pak. Kita masukan sapinya ke kandang sekaran

  • BANGKITNYA MENANTU YANG DIHINA   Bab 14

    Setelah terungkapnya kebenaran itu. Bambang tidak lagi datang ke rumah orang tuanya. Dia juga tidak lagi mengungkit-ungkit masalah uang. Yang ada kini justru sibuk menyiapkan sebuah kandang hewan di belakang rumah kontrakan. Wiranti yang semula hanya memperhatikan kini membernaikan diri bertanya."Mas, itu buat apa?""Kandang sapi, Dek.""Kandang sapi?" Wiranti membeo. Bersamaan dengan itu Suminah datang menghampiri. Ikut berdiri di samping sang putri menatap Bambang penuh arti."Kamu dapat uang dari mana buat beli sapi?" tanya Wiranti dengan polosnya. Karena yang dia tahu. Tidak mungkin dia meminta sapi pada mertuanya itu, meskipun gelar ibu kandung di sandangnya tidak mungkin wanita itu rela membagi sapi itu pada anaknya. Bambang yang tengah memukul paku menghentikan kegiatannya. Lantas dia mengusap keningnya yang berkeringat. Menatap kedua wanita yang saat ini memperhatikan itu dengan seksama."Mas mau ngambil sapi yang seharusnya milik kita, Ti.""Maksud Mas Bambang apa? Ranti ng

  • BANGKITNYA MENANTU YANG DIHINA   Bab 13

    Romlah diam, netranya terus bergerak kesana-kemari. Bambang yang mendengar penuturan Bagas baru saja terlihat menatap adik kandungnya itu dengan seksama. Sorot matanya menggambarkan bahwa ia kini tengah menanti suatu penjelasan."Maksud kamu apa, Gas?" pertanyaan Bambang membuat Romlah semakin gelisah. Wanita itu terus membenarkan rambut kemudian menyelipkannya di antara telinga. "Bu, jelaskan kepada Mas Bambang sebenarnya apa yang sudah terjadi. Agar semuanya jelas dan juga tidak salah paham begini!" Kini giliran Bagas yang meminta wanita itu untuk berterus terang. Bambang yang semula memperhatikan ibunya kini beralih pada Bagas yang duduk tidak jauh dengan Romlah."Tidak ada yang perlu dijelaskan. Sapi-sapi itu dibeli dengan menggunakan uang Ibu. Titik!" ucap Romlah dengan nada ketus. Wajahnya melengos setelah selesai berucap. Tidak ingin menatap Bambang lebih lama."Bu …." Bagas memohon. Akan tetapi, Romlah seakan tidak peduli. Dia tetap dengan pendiriannya. Berdiri dari tempat di

  • BANGKITNYA MENANTU YANG DIHINA   Bab 12

    "Maafkan Ranti, Mas. Uang itu diberikan Bagas sebagai ucapan terima kasih kepada kamu, Mas. Sudah bantu dia buat biayain kuliah hingga bisa seperti sekarang. Dia ngasih uang itu buat biaya persalinan. Terbukti uang itu juga kita gunakan. Akan tetapi, belum juga aku bilang sama kamu soal Itu aku keburu lahiran, Mas. Maafin aku ya?" Tatapanku sendu. Ada rasa menyesal terlihat jelas pada wajah dan juga sikapku. Ya aku menyesal.Huh hahMas Bambang terdengar membuang napas panjang. Aku yakin ada beban berat yang kini tengah ia rasakan. Bukan bermaksud menjadikan beban soal operasi caesar yang aku jalani ini. Akan tetapi, dokter memiliki alasan demi menyelamatkan buah hati. Air ketuban yang terus keluar tanpa diikuti pembukaan membuat janin yang ada di dalam rahim terancam keselamatannya."Semua bisa dibicarakan baik-baik, Bang. Jangan sampai amarahmu membuat kamu gelap mata. Ingat, dia itu ibumu yang harusnya sama kamu hormati. Ya?!" Wanita itu berbicara panjang lebar, membuatku merasa b

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status