Share

Arga pulang

Wijaya menjawab panggilan dari Arghanta.

"Hallo, kak Bisma perasaan aku Kenapa tidak enak? Apakah kalian disana baik-baik saja."

Wijaya yang mendengar suara Arghanta hanya bisa menitihkan air mata, ia tidak tahu harus memulai dari mana. Semuanya berlangsung begitu cepat sehingga tidak ada yang tahu takdir sang pencipta.

Dengan memberanikan diri Wijaya berbicara pada Arghanta. "Kamu bisa pulang malam ini? Besok acara pemakaman orangtua mu." Beritahu Wijaya yang berusaha tegar agar Arghanta tidak panik.

Bisa didengar diseberang telepon kalau ada benda yang jatuh dan Wijaya sudah yakin jika benda yang jatuh itu adalah ponsel milik Arghanta. Anak angkat tuan Atmaja itu pasti shock ketika mengetahui kalau orangtuanya meninggal.

Tidak berhenti sampai di situ, karena panggilan yang masih berlangsung membuat Arghanta bertanya sesuatu. "Apakah Aini baik-baik saja?"

Wijaya sangat tahu kedua anak angkat Atmaja sangat menyayangi Aini, putri semata wayang keluarga Atmaja. Jadi wajar jika yang ingin diketahui pertama kali adalah keadaan sang adik. "Paman tidak bisa mengatakan dia baik-baik saja, hanya saja ia baru selesai operasi yang memakan waktu hingga 5 jam."

Setelah mendengar penjelasan Wijaya, panggilan yang terhubung tadi langsung diputuskan sepihak oleh Arghanta. Wijaya tidak mengatakan Arga sebagai anak tidak sopan karena memutuskan panggilan sepihak, ia hanya memiliki pikiran positif jika Arga memutuskan karena ia bersiap-siap untuk kembali kerumahnya.

Wijaya sangat terpukul atas insiden yang menimpa keluarga Atmaja, ia sudah menganggap Atmaja seperti kakaknya sendiri. Setiap ada masalah ia akan mengeluh pada Atmaja sekarang ia tidak tahu harus berbagi kesenangan dan duka pada siapa?

Wijaya meninggalkan ruangan Bisma untuk melihat keadaan Aini, walaupun belum diizinkan masuk kedalam ruangan Wijaya ingin melihat perkembangannya. Sedih yang amat ia rasakan karena beberapa jam yang lalu ia beserta keluarganya akan merayakan ulangtahun Aini tetapi sekarang ia harus melihat Aini terbaring di brangkar dengan bantuan alat medis.

Ada rasa syukur dalam diri Wijaya karena Aini masih hidup dan tidak koma, mungkin untuk penyembuhan lainnya ia akan membantu Aini.

Waktu terus berjalan dan sekarang sudah pukul 3 dini hari. Aini masih belum memperlihatkan perkembangannya begitupun dengan Bisma yang masih belum sadar dari pingsannya.

Wijaya sangat lelah tetapi ia tidak boleh mengeluh. Ia mengistirahatkan tubuhnya di sebuah bangku tunggu yang berada di dekat ruangan ICU dimana ada Aini di dalamnya. Karena lelah dan kantuk yang menderanya membuat Wijaya langsung terlelap, seolah tubuhnya merespon dirinya yang sudah lelah.

Getaran dari ponselnya pun sudah tidak terdengar lagi karena ia benar-benar kelelahan. Wijaya dan anaknya yang sudah mempersiapkan kejutan untuk Aini, di saat baru istirahat ia mendapatkan kabar jika Atmaja kecelakaan dan ia juga harus menjaga Bisma. Wajar saja jika ia sangat lelah hari ini.

Wijaya benar-benar mengabaikan ponselnya, ia hanya butuh mengistirahatkan tubuhnya sebelum memulai hari esok dimana ia akan melaksanakan pemakan Atmaja beserta istrinya.

***

Dilain tempat, Arga kelimpungan mempersiapkan kepulangannya, ia tidak tahu apa yang terjadi dengan orangtua angkatnya sehingga mereka bisa meninggal. Tidak hanya memikirkan orangtuanya, ia juga memikirkan adiknya, hari ini adalah ulangtahun adiknya yang ke 17 dan diulang tahunnya kali ini ia mendapatkan hadiah dari Tuhan, yaitu kematian orangtuanya.

Sungguh miris nasib Aini, Arga memiliki sumpah yang sama dengan Bisma yaitu akan menjaga adiknya sepenuh hati.

Beberapa kali Arga mencari tiket pulang dan selalu gagal, tidak ada tiket malam ini yang bisa ia gunakan, rata-rata tiket yang ia temui bisa membawanya kerumah adalah tiket di pagi hari. Ia tidak bisa berlama-lama lagi.

"Ah... Sial. Bagaimana aku bisa pulang jika tidak ada tiket? Aku harus pulang, aku tidak tahu bagaimana keadaan Aini dan juga kakaknya."

Arga sudah selesai merapikan pakaiannya dan juga barang-barang kantor seperti berkas kontrak kerja sama dengan perusahaan lainnya. Ia bergegas pergi ke hotel yang dekat bandara, setidaknya dia bisa antisipasi jika pesawat akan terbang dari pada ia harus menunggu kepastian di rumah.

Arghanta mengambil penerbangan pukul 5 pagi dan kemungkinan ia Sampai di rumahnya paling cepat pukul 8 pagi. Sekarang masih pukul 2 dini hari jadi Arghanta masih memiliki waktu 3 jam sebelum keberangkatannya.

Sayangnya ia tidak mengantuk sama sekali, ia hanya ingin segera pulang kerumah dan memeluk adiknya yang lemah. Arghanta berjanji jika ia akan menjaga dan menyayangi adiknya walaupun orangtua mereka sudah tidak ada.

Bolak-balik Argha hanya melihat jam, mulai dari jam yang melingkar di tangannya dan juga jam yang berada di dinding hotel. Ia merasa jika sejak tadi jam itu tidak berputar ia masih menunjukkan pukul setengah 3 dini hari. Arga merasa kalau waktu terlalu lambat bergulir hingga membuat kantuk itu datang dan Arghanta akhirnya tertidur.

Pukul setengah 4 Arga sudah bangun dan sudah rapi untuk pergi kebandara, sebelum itu ia mengecek bawaannya dan memastikan tidak ada yang tertinggal.

Sampainya di bandara Arga langsung menuju ketempat penerbangan yang akan mengantarkannya kerumah, lebih tepatnya kota kelahirannya.

Arga yang terbiasa jika dalam penerbangan akan membuat ponselnya menggunakan mode penerbangan tetapi kali ini ia masih mengaktifkan ponselnya. Ia khawatir jika tiba-tiba saja Bisma menelpon atau adiknya Aini yang sedang menelpon. Banyak pikiran yang muncul dalam benaknya, rasa ingin menelpon Wijaya juga ada tetapi Arga ragu.

Pukul setengah 8 Arga sampai di Bandara Soekarno Hatta. Ia bergegas mencari taksi untuk pulang kerumah orangtua angkatnya, sebelum itu ia menelpon Bisma. Belum sempat Arga menelpon Bisma tiba-tiba saja ada panggilan masuk dari Bisma, seseorang yang tadi ingin ia hubungi.

"Halo."

"Kamu dimana? kakak cuma mau bilang kalau mama dan papa telah tiada," kata Bisma menahan tangisnya.

"Arga sudah tahu, tadi malam ketika aku menelpon kakak yang menjawab panggilannya Om Wijaya dan Om Wijaya sudah mengatakannya tetapi ia tidak memberi tahu alasan papa dan mama meninggal." Argha berbicara panjang lebar sembari menunggu taksi yang lewat.

Ketika ia melihat taksi yang kosong ia segera memanggil dan memasukkan barang-barang miliknya kedalam taksi. Sedangkan Bisma di seberang telepon merasa heran. Apakah adiknya sudah sampai Jakarta atau adiknya masih di luar dan bersiap untuk pulang ke Indonesia?

"Sekitar 1 jam lagi aku sampai rumah kak!! Nanti kita makamkan sama-sama jenazah papa dan mama. Lalu bagaimana dengan keadaan Aini?"

"Aini sedang tidak baik-baik saja, kakak tidak tahu bagaimana nantinya jika ia sudah sadar."

Arga menyela ucapan Bisma ketika ia mengatakan Aini tidak dalam keadaan baik. "Maksud kakak apa? Bagaimana Aini tidak baik-baik saja? Om Wijaya bilang Aini tidak apa-apa?"

Bertubi-tubi pertanyaan keluar dari mulut Arga dan Bisma hanya bisa diam, ia tidak tahu harus menjawab apa. karena sang dokter juga tidak memberi tahunya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status