Share

SUAMI NILAM

Sepeda motor yang aku kendarai melaju kencang membelah jalanan desa yang sepi akan pengendara. Meski terik menyengat, tak sedikit pun menyurutkan niat untuk pulang ke rumah orang tua. Selain rindu yang menggebu, aku juga ingin menenangkan pikiran. Barangkali di sana aku menemukan ide untuk membongkar perselingkuhan Mas Bayu. 

Setengah jam berkendara, akhirnya aku sampai di kediaman orang tuaku. Sebuah rumah model lama dengan dinding terbuat dari anyaman bambu. Pohon mangga yang rimbun tampak berdiri kokoh di halaman yang lumayan luas ini.

Mataku menatap rindu pada rumah di hadapanku. Sekelebat bayangan masa kecil melintas begitu saja di kepala. Masa di mana aku tak pernah merasakan beban seberat ini. 

Orang tuaku tidak kaya, tapi juga tak dibilang miskin. Meski rumah terlihat sederhana, mereka memiliki beberapa petak sawah yang cukup untuk menghidupi kami. Ruko yang mereka beli untukku merupakan hasil dari menjual sebagian sawah. 

Sebenarnya dulu aku pernah minta mereka untuk membangun rumah seperti jaman sekarang, tapi bapak tak pernah setuju. Katanya sih karena ini rumah warisan nenek, jadi bapak  berniat terus menjaga keasliannya. Sebuah pikiran yang sulit kumengerti. 

“Assalamu alaikum,” ucapku sambil mengetuk pintu. 

Tak lama kemudian terdengar suara perempuan yang sangat  kurindukan menjawab salam, diikuti bunyi derap langkah kaki yang semakin mendekat. 

“Ya Alloh, Elin,” 

Aku langsung menghambur ke dalam pelukan perempuan paruh baya yang baru saja membuka pintu. Segera kulabuhkan rindu yang telah membuncah ini. Rindu yang akan tetap kujaga sampai tutup usia. 

“Mana suami kamu, Nak?” tanya ibu setelah melepas pelukan kami. 

“Mas Bayu lagi kerja, Bu. Jadi enggak bisa ikut,” jawabku bohong. 

Rasanya tak tega jika harus berkata jujur pada Ibu. Beliau pasti akan sedih kalau tahu apa yang tengah dialami anak keduanya ini. 

“Ya sudah, masuk dulu yuk,” ajak ibu kemudian.

Kami melepas rindu dengan saling berbagi kabar. Bertukar cerita selama tak berjumpa. Memang sih, aku sering menghubungi Ibu lewat telepon. Namun, rasanya berbeda dengan bertemu langsung. 

Puas bercerita, aku pamit ke kamar untuk istirahat. Segera kuhempaskan tubuhku pada ranjang yang dulu menjadi saksi malam pertamaku dengan Mas Bayu. 

Aku memejamkan mata mencoba menghapus sakit hati pada suami, tapi tak bisa. Kalaupun Mas Bayu tak selingkuh, aku tetap kecewa karena dia telah tega menghabiskan uangku tanpa permisi. 

Sejenak, aku teringat akan kontak yang tadi aku ambil dari ponselnya Mas Bayu. Ya.  Apa salahnya kalau aku menghubungi suami Mbak Nilam. Siapa tahu dia mau di ajak kerja sama membongkar pengkhianatan yang mereka lakukan. 

Gegas kukeluarkan ponsel dari tas, lalu mencari kontak dengan nama ‘Angga’.  Setelah ketemu, langsung kutekan tombol panggilan yang tertera di layar ponsel. 

“Halo... siapa ya?” 

Terdengar suara bariton menyapa setelah panggilan tersambung.

“Aku Elin, Mas. Suaminya Bayu,” jawabku sedikit canggung. 

Walaupun bertetangga, aku tak cukup akrab dengan Mas Angga, suaminya Mbak Nilam. Hanya saling menyapa jika kebetulan bertemu. Itu pun hanya sesekali.

“Oh... ada apa ya?” tanya Mas Angga. 

“Emmm... Anu, Mas. Ada yang ingin aku tanyakan,” jawabku sedikit ragu. 

“tanya apa?” 

“Apa Mas Angga tidak curiga sama Mbak Nilam?” 

Setelah memupuk nyali, aku memberanikan diri bertanya tentang Istrinya. Barangkali Mas Angga juga curiga sama mereka. 

“Maksudnya gimana ya?” tanya Mas Angga terdengar ragu. 

“Jadi begini. Kalau kuperhatikan, wajah anak Mas Angga itu mirip sekali dengan Suamiku, apa Mas Angga tidak menyadarinya.” 

Meski ragu, aku tetap menyampaikan apa yang jadi beban pikiranku. Kecurigaan yang menjurus ke arah perselingkuhan.

Hening. Tak ada jawaban dari seberang sana. Aku menatap layar ponsel untuk memastikan panggilan kami masih tersambung. Benar saja. Timer di layar masih terus bergerak. 

“Halo, Mas. Apa kamu mendengarku?” ucapku memecah keheningan. 

“Ternyata benar apa yang Nilam katakan. Kalian memang tak suka melihat kami bahagia. Makanya menyebarkan fitnah kalau istriku selingkuh. Aku yakin Nilam setia padaku,” ujar Mas Angga dari seberang sana. 

Aku terpaku oleh ucapan suami Mbak Nilam, berusaha mencerna apa yang tertangkap indra pendengaran. Apa yang sudah Mbak Nilam katakan sampai suaminya sangat percaya seperti itu? Atau memang Mas Angga yang bucin?

“Maksud kamu...” tanyaku ragu. 

“Kalian iri melihat kebahagiaan kami, kan! Kalian sengaja ingin menghancurkan rumah tangga kami kan! Dasar julid!” 

Seketika telingaku memanas mendengar Makian Mas Angga. Niatku baik-baik ingin mengajak kerja sama membongkar perselingkuhan, eh, malah dapatnya hujatan. 

“Terserah kamu mau percaya atau tidak. Aku tak peduli. Jangan sampai kamu menyesal jika terbukti anakmu adalah darah daging suamiku!” seruku lalu memutuskan panggilan tanpa permisi. 

Aku menghela napas panjang untuk menghempaskan kecewa. Tak menyangka jika ternyata Mas Angga bucin-nya kebangetan. Pantas saja Mbak Nilam terlihat santai saat posting status W* kemarin.

Percaya sama pasangan itu harus, tapi bukan berarti menolak percaya dengan pendapat orang lain. Adakalanya waspada diperlukan untuk menjaga kebersamaan. 

Komen (4)
goodnovel comment avatar
Rieca Chandra
Tes DNA aj sh susah amat
goodnovel comment avatar
Sri Dewi Ismail
penasaran nih
goodnovel comment avatar
Nita Qonita
cerita boring
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status