Share

MENDENGAR PEMBICARAAN

"Ya sayang? Disini membosankan, aku merindukanmu."

Kei menghela nafas dalam, ternyata mengikuti Arka ke toilet adalah kesalahan. Hatinya sakit saat ia mendengar Arka bicara mesra dengan Clara.

Pria itu tak pergi ke toilet, melainkan mencari tempat sepi untuk menghubungi kekasihnya.

"Sepulang dari sini, aku pasti ke apartemen kamu, apa kamu mau aku belikan sesuatu? Spaghetti kesukaanmu misal?" Tanya Arka, ia tampak tersenyum, sesekali merayu Clara, sesekali mengucapkan kata cinta.

Kei tak sanggup lagi, ia memutuskan untuk kembali ke ballroom. Pandangannya mulai kabur karena air mata mendesak keluar dari kedua netranya.

BUG

Kei nyaris jatuh terduduk saat tanpa sengaja ia menabrak seseorang. Karena tak fokus, ia tak melihat ada seseorang yang datang dan tanpa sengaja ia tabrak.

"Kei, dari mana?"

Kei mendongak, "Maaf, aku tidak sengaja. Aku.."

"Kenapa, Kei?"

Kei tak menjawab, ia yang tak tahan ingin menangis semakin ingin menangis saat Hiko bertanya padanya.

"Hiko, aku.."

Tumpah lah air matanya, Kei menutup wajahnya dengan kedua tangan, ia berjongkok dan menangis tersedu.

Membuat Hiko melakukan hal yang sama, ia berjongkok di hadapan perempuan itu dan mengusap lengan Kei dengan lembut meski ia tak tahu apa yang menjadi penyebab Kei menangis dengan tangisan yang terdengar menyedihkan.

Rasanya campur aduk, dada Kei sesak dan terasa panas. Kesal, marah, cemburu, ingin marah dan mengamuk, tapi dari semua rasa itu, tak ada satu pun yang mampu Kei lakukan. Faktanya ia hanya bisa menangis tanpa melakukan apapun.

Terlalu sakit, apa yang Arka lakukan benar-benar menyakitinya. Pria itu menyakiti tubuh juga hatinya. Ia tak menyangka takdirnya begitu menyedihkan, terkurung dalam dendam yang bahkan tak ia tahu apa yang menjadi penyebabnya.

Parahnya, ia tak punya teman untuk berbagi. Tak ada yang bisa ia jadikan tempat berkeluh kesah selain pada Tuhannya. Ia genggam rahasia menyedihkan tentang keadaan rumah tangganya demi menjaga ketenangan keluarganya. Ia tahan setiap rasa sakit yang Arka berikan demi cintanya pada pria itu.

"Kei, jangan menangis," ucap Hiko. Ia tak tahan melihat Kei menangis semenyedihkan ini. Hatinya bertanya-tanya, apa yang menjadi penyebab Kei menangis seperti ini? Apakah Arka? Atau ada yang menyakitinya? Apa selama ini kecurigaannya pada rumah tangga temannya itu benar? "Kei, kalau kamu mau cerita, cerita saja padaku. Aku siap menjadi pendengar, atau siapa tahu aku bisa membantumu. Kita bersahabat bukan? Bukan kah sahabat itu harus saling membantu?"

Kei menggeleng, ia malu jika Hiko mengetahui permasalahan dalam rumah tangganya. Tapi ia juga butuh teman untuk berbagi.

"Kei, aku.."

"Ekhem.."

Deheman itu menghentikan ucapan Hiko, Arka tampak mendekat pada mereka.

"Ada apa ini? Kenapa kalian berdua disini?" Tanya Arka, tatapan mengintimidasi ia berikan pada Kei dan Hiko.

"Aku tidak sengaja bertemu dengan Kei, dia sedang menangis tadi," jelas Hiko. Ia dapat merasakan kemarahan Arka. "Jangan marah padanya, aku yang salah."

Arka menyeringai, ia lalu kembali menatap Kei, "Sedang apa kamu disini? Kenapa menangis?"

Suara dingin Arka membuat Hiko semakin mencurigai hubungan mereka. Apalagi Kei tampak menunduk dan hanya menggeleng takut.

"Sudahlah, Hiko, kembali ke ballroom!" perintahnya. Meski Hiko sahabatnya, tetap saja mode bos terkadang keluar begitu saja. Ia tak suka melihat Hiko mendekati Kei.

Hiko mengangguk, lalu kembali ke ballroom. Ada keraguan dalam hatinya saat ia pergi meninggalkan Kei bersama Arka, entah mengapa perasaannya begitu cemas.

Kei pun hendak pergi, namun Arka menahan tangannya. "Lepas, mas!!"

Pria itu menariknya ke ruang tunggu, lalu menghimpit Kei ke dinding. Arka mengunci tubuh Kei dengan kedua tangannya, "Apa yang kamu lakukan bersama Hiko? Apa kalian bermain serong di belakangku?" Tanya Arka dengan suara dinginnya.

Jarak yang terlalu dekat antara wajahnya dan wajah Arka, membuat Kei memalingkan wajah. "Jangan memutar balik fakta mas," ucapnya tanpa menatap Arka.

"Apa maksudmu? Ingat Kei, kamu adalah istriku, jaga nama baikmu dan nama baikku! Jika tadi ada yang melihat kalian, apa kata mereka, hah?!"

"Kenapa kamu menuduhku, mas? Apa kamu tidak berkaca pada dirimu sendiri? Siapa yang bermain serong? Siapa yang mengkhianati siapa, mas?!" Sentak Kei, hatinya begitu sakit saat mendengar Arka bicara begitu lembut dan mesra pada Clara. Perhatian Arka begitu penuh pada perempuan itu. "Siapa yang harusnya menjaga nama baik? Aku atau kamu dan kekasihmu itu?"

Arka menyeringai, "Kamu berani menguping pembicaraan ku dan Clara?" Tanyanya, melihat Kei kembali memalingkan wajah, Arka tak suka. Ia menangkup dagu Kei dan memaksa perempuan itu menatapnya. "Bersikap sopan lah di depanku! Aku suamimu!"

"Lepaskan aku!" Sentak Kei lagi, "Aku muak, aku muak dengan semua ini! Bunuh saja aku, mas! Agar kamu puas dan bebas dengan Clara!"

Kei mulai kembali terisak, ia mendorong dada Arka dengan keras hingga pria itu mundur beberapa langkah. Kemudian Kei pergi dengan cepat.

"Shaletta Kei!" Panggil Arka dengan kemarahan yang kian memuncak. Jika saja ia tak berada di hotel dan acara keluarga Kei, mungkin ia akan mengejar Kei dan menghukum perempuan itu. Tapi ia masih waras, ia tak mau rencananya hancur begitu saja.

Sedangkan Kei, ia memutuskan untuk pergi dan tak kembali ke acara sang kakak. Ia menghubungi Cio dan meminta maaf karena pulang sebelum acara selesai, ia beralasan tengah sakit. Kei juga meminta Cio menyampaikan pada Elva dan Bumi bahwa ia pulang lebih dulu.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status