Home / Romansa / BENIH PRESDIR LUMPUH / Bab 5 Geng Trio FAM Alliance

Share

Bab 5 Geng Trio FAM Alliance

Author: Simbaradiffa
last update Last Updated: 2024-06-22 16:38:35

Sintia yang dipanggil Adel dengan sebutan Sitong segera menggelengkan kepalanya. Dia ingin mengelak membela dirinya tetapi tatapan Maya membuat Sintia kembali menundukkan kepalanya.

Maya adalah orang yang sengaja menggunakan kakinya saat Sintia akan melewati bangku Fiona agar Sintia menumpahkan minuman tersebut ke baju Fiona.

"Adel, apa aku tadi tidak salah dengar, kamu menyebut namanya Sitong? Astaga, nama macam apa itu! Haha..." ejek Fiona sambil tertawa.

Maya ikut tertawa puas mendengar perkataan Fiona, tanpa rasa bersalah sedikitpun.

"Kamu tidak salah dengar, Fiona," jawab Adel.

Mereka bertiga menertawakannya, di saat Sintia memilih untuk pergi dari hadapan ketiga orang itu, Fiona memegangi tangannya.

"Mau kemana kamu, Sitong? Enak aja, mau pergi tanpa bertanggung jawab! Lihat ini, baju seragamku kotor dan baju ini dibuat khusus dari Italia," Fiona berbicara dengan nada suara yang terdengar bangga dan angkuh.

"Maaf! Aku akan membersihkan seragammu, apa kamu membawa baju seragam lain?" jawabnya.

"Untuk apa aku membawa seragam cadangan? Ini hari pertama aku masuk ke sekolah baru, tapi kau sudah mengotori bajuku!” Fiona mendengus sambil menarik tangannya dari genggaman Sintia dengan kasar.

Sintia merasa terpojok, tak tahu harus berbuat apa. Tatapan sinis dari Maya dan Adel membuatnya semakin gugup.

"Sudahlah, Sitong. Kamu benar-benar ceroboh. Kamu harus bertanggung jawab atas ini!" kata Maya.

"Aku akan membersihkannya sekarang juga," Sintia berusaha untuk bertanggung jawab.

"Bagaimana caranya? Kita sedang di sekolah, dan di sini tidak ada mesin cuci," Fiona berucap dengan nada tinggi.

"Aku bisa mencoba membersihkannya di kamar mandi. Aku punya tisu basah di tas," Sintia menjawab dengan pelan, dia tidak sepenuhnya yakin.

Fiona memutar matanya, tapi akhirnya dia menyetujui, "Baiklah, tapi jika tidak bisa bersih, kamu harus mengganti baju ini! Mengerti?"

Sintia mengangguk cepat. Mereka berempat segera menuju kamar mandi.

Di dalam kamar mandi, Fiona melepaskan seragamnya, memberikannya pada Sintia. Sehingga hanya menyisakan baju hitam yang dipakainya sebagai dalam kedua.

Sintia terus berusaha membersihkan seragam Fiona, air matanya jatuh tanpa disadari. Perlahan, dia mulai menghapus noda itu, berharap bisa menghilang.

Setelah beberapa menit yang terasa seperti berjam-jam, Sintia akhirnya menyadari bahwa noda di seragam Fiona tidak sepenuhnya bisa hilang. Dengan tangan gemetar, dia keluar dari kamar mandi dan mendapati Fiona, Maya, dan Adel masih menunggunya dengan kedua tangan mereka yang melipat di dada.

"Aku... aku tidak bisa membersihkannya sepenuhnya," kata Sintia pelan, suaranya hampir hilang ditelan rasa takut dan malu.

Fiona mendengus kesal. "Kalau begitu, kita tukar saja. Kamu pakai seragam kotor ini, dan aku pakai seragam mu,”

Sintia tertegun. "Tapi... tapi itu tidak adil. Aku akan kotor sepanjang hari."

"Itu bukan urusanku!” Fiona menyeringai. "Jika kamu tidak mau, aku bisa pastikan kamu mendapat masalah lebih besar lagi."

Sintia tahu dia tidak punya pilihan. Dengan tangan gemetar, dia mulai membuka seragamnya dan menyerahkannya kepada Fiona.

“Sitong, apa ketiakmu bau?” tanya Fiona.

Maya dan Adel dengan keras tertawa terbahak-bahak mendengar perkataan Fiona.

Sintia hanya bisa menundukkan kepalanya, merasa sangat terhina, tanpa berbicara sepatah katapun. Dia berusaha menahan air mata yang sudah menggenang di matanya.

Dengan hati yang berat, Sintia berjalan menjauh, merasakan tatapan dan tawa sinis mereka di belakangnya.

Fiona dengan cepat mengenakan seragam Sintia yang bersih.

Setelah Sintia pergi dengan langkah gontai dan hati yang hancur, Maya dan Adel saling bertukar pandang. Maya memberikan tatapan penuh makna kepada Adel, menunjukkan bahwa Fiona memang layak menjadi bagian dari geng mereka, "Trio FAM Alliance."

"Dia cocok, kan?" bisik Maya kepada Adel dengan nada setengah senyum.

Adel mengangguk setuju. "Dia memang sempurna untuk menggantikan Fianka. Sudah lama kita tidak menemukan seseorang yang punya sikap dan keberanian seperti itu."

Fiona, yang masih sibuk merapikan seragam Sintia yang kini dia kenakan, mengangkat kepalanya dan tersenyum lebar. "Apa yang kalian bicarakan?" tanyanya dengan nada penuh percaya diri.

Adel melangkah mendekat. "Kami pikir, kamu punya semua yang diperlukan untuk bergabung dengan kami, Trio FAM Alliance. Apa kamu tertarik?"

Fiona mengangkat alisnya, berpikir sejenak. "Jadi, kalian memiliki geng, dan ingin aku bergabung dengan geng kalian? Apa keuntungannya bagiku?"

Maya tersenyum lebar. "Keuntungannya? Kamu akan mendapatkan kepopuleran dan teman yang setia, kekuatan. Tidak ada yang akan berani mengganggumu. Dan tentu saja, kita akan bersenang-senang bersama, mengendalikan sekolah ini."

Fiona tersenyum, tampak puas dengan penawaran itu. "Baiklah, aku tertarik. Apa yang harus aku lakukan untuk resmi bergabung?"

Adel dan Maya saling pandang, lalu Adel menjawab, "Kamu baru saja menunjukkan keberanian dan sikap yang kita cari. Mulai sekarang, kamu adalah bagian dari Trio FAM Alliance.”

“Aku sangat senang bisa bergabung dengan kalian, tapi apa artinya FAM?” Fiona terlihat penasaran dengan tiga huruf tersebut.

“Sebelumnya, nama geng ini dibuat bersama dengan Fianka, tapi kedua orang tuanya telah jatuh miskin, sehingga dia meninggalkan sekolah ini! Dan nama FAM adalah singkatan nama depan kita bertiga, Fianka, Adel, dan Maya, tetapi sekarang nama Fianka telah menjadi nama Fiona, lebih segalanya dibandingkan gadis itu.” Maya dengan panjang lebar menjelaskan nama geng tersebut.

“Apa kau keberatan, Fiona?” tanya Adel.

“Tentu saja tidak!” Fiona merangkul kedua temannya itu dan keluar dari kamar dalam kamar mandi.

Adel dan Maya tersenyum penuh kemenangan. Dengan kehadiran Fiona, mereka merasa geng mereka akan menjadi lebih kuat dan berpengaruh di sekolah.

****

Sepulang sekolah, Fiona dengan penuh semangat mengajak Maya dan Adel menuju sebuah mal besar di pusat kota. Mereka bertiga menuju pintu masuk utama dengan langkah percaya diri, menikmati pandangan iri dari orang-orang di sekitar mereka.

"Kalian berdua bisa memilih apa yang kalian inginkan, aku akan mentraktir kalian sebagai perayaan bergabungnya aku dengan geng Trio FAM Alliance," ucap Fiona dengan senyum cerah.

"Ahh... Terima kasih, Fiona," ucap Adel dan Maya bersamaan dengan nada yang terdengar manja.

"Let's go!" Fiona menarik tangan Adel dan Maya, menuju ke dalam mal dengan semangat.

Mereka mengunjungi butik-butik mewah, mencoba berbagai pakaian, sepatu, dan aksesori. Suasana penuh tawa dan kebahagiaan terasa di antara mereka. Setelah berbelanja cukup banyak, mereka menuju ke lantai atas untuk makan siang di restoran mewah.

Saat Fiona sedang asyik berbincang dengan Maya dan Adel, dia tidak sengaja menabrak seorang pria yang sedang berjalan dari arah berlawanan. Barang-barang belanjaannya jatuh berserakan di lantai.

"Ah, maaf!" ucap Fiona, sedikit kesal tapi berusaha tetap tenang.

Pria itu membantu mengumpulkan barang-barang Fiona. "Tidak apa-apa," katanya sambil menyerahkan tas belanjaan Fiona.

Saat Fiona melihat wajahnya, dia tertegun sejenak. Pria itu sangat tampan, dengan mata yang tajam. Dia mengenakan seragam sekolah yang sama dengan mereka. Pria itu pergi begitu saja dari hadapan Fiona tanpa bicara apa pun lagi.

Fiona menoleh pada Maya dan Adel dengan penasaran. "Siapa dia?" bisiknya.

Adel tersenyum tipis lalu menjawab, "Itu Alvaro Kristian, dia ketua OSIS di sekolah kita dan dia mantan kekasih Fianka. Semenjak kepergian Fianka, Alvaro terlihat dingin pada siapa pun."

Fiona menatap punggungnya yang menjauh dengan mata berbinar. "Menarik," gumamnya pelan, tersirat rasa penasaran yang mendalam di dalamnya.

****

Jam tujuh malam, Fiona baru kembali ke kediaman Stefanus Thene dengan beberapa belanjaannya. Tatapan tajam dari seseorang menyambut kedatangannya.

"Dari mana saja kamu, Fiona!" William terlihat seperti seorang ayah yang sedang menunggu kedatangan putrinya dan bersiap untuk memarahinya.

"Tentu saja menghabiskan uangmu," jawab Fiona sambil menunjukkan beberapa belanjaannya.

Fiona menoleh ke samping kanan, melihat beberapa pembantu yang berdiri tak jauh darinya.

"Kalian kenapa diam saja! Ambil ini dan bawa ke kamarku. Aku harus memanjakan suamiku terlebih dahulu," ucap Fiona dengan penuh percaya diri sambil berjalan mendekati William.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Noor Sukabumi
fiona2 sikap mu barbar tapi goblokmu dipiara belom kerasa j yah ditendang sama temen satu genk gara2 km jatuh miskin ,jg terlalu sombong Fiona inget kalau sampe identitasmu kebongkar bkl kena bully km sama maya dan adel
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • BENIH PRESDIR LUMPUH   Bab 6 Menggoda

    Fiona berdiri tepat di hadapan William yang melihatnya dengan tatapan datar. Fiona menundukkan setengah badannya agar sejajar dengan William yang duduk di kursi roda, sambil memainkan dasi merah yang dipakainya."Apakah kamu marah padaku?" tanyanya dengan suara lembut.Hening, tak ada jawaban yang keluar dari mulut William. Dia hanya diam memperhatikan gerak gerik Fiona.Dengan sentuhan lembut, Fiona meraba jas hitam William lalu merubah tangannya menjadi menunjuk tepat di arah detak jantung William.“William, apa kamu masih ingat perkataanku kemarin? Jika lupa, aku akan ingatkan sekali lagi, bahwa kau tidak punya hak untuk melarang apapun yang aku lakukan karena aku tidak suka dilarang, termasuk oleh suamiku sendiri. Apalagi pernikahan kita-" Fiona belum menyelesaikan ucapannya, William telah memotong pembicaraannya."Kau tidak perlu membahasnya lagi! Aku sama sekali tidak tertarik dengan urusanmu," potong William dengan suara dingin, matanya menatap kosong ke arah lain.Fiona terdia

    Last Updated : 2024-08-13
  • BENIH PRESDIR LUMPUH   Bab 7 Balapan Liar

    "Satu ... dua ... tiga!" Teriakan itu menggema di malam yang tenang, disambut dengan deru mesin yang meraung keras. Mobil-mobil melaju dengan cepat, meninggalkan jejak debu dan asap di jalanan aspal yang gelap. Seorang pria tampan berada di depan kemudi, memacu mobilnya dengan penuh percaya diri, matanya fokus pada jalan di depan. Cahaya lampu jalanan dan sorot lampu mobil-mobil lainnya memantulkan bayangan wajahnya yang tegang namun penuh determinasi. Di pinggir lintasan, Fiona baru saja tiba di lokasi. Dia memandang pemandangan di depannya dengan tenang, matanya menyapu kerumunan orang yang bersorak-sorai menyemangati para pembalap. Di sampingnya, Maya dan Adel berdiri dengan antusias, mengikuti setiap gerakan mobil-mobil yang berpacu di lintasan. "Wow, lihat dia! Mobilnya benar-benar melaju kencang," seru Maya, matanya berbinar penuh semangat. "Siapa orang yang di dalamnya itu? Dia begitu lihai," tanya Adel dengan nada penasaran, sambil menunjuk ke arah mobil yang mem

    Last Updated : 2024-08-14
  • BENIH PRESDIR LUMPUH   Bab 8 Memeluk Tubuhnya

    William hanya bisa melihat istrinya yang sedang berjongkok seperti anak kecil yang kehilangan induknya melalui CCTV yang terpasang di dalam lift dan terhubung dengan ponselnya. Sebelumnya, saat William baru selesai mengerjakan beberapa dokumen pekerjaannya. Dia mendapati banyak panggilan yang tak terjawab dari nomor dengan nama F, hanya satu huruf singkat dan itu adalah nomor ponsel Fiona. William mengabaikan teleponnya, baru saja dia menyimpan ponselnya kembali ke atas meja, seorang pembantu memberitahu bahwa Fiona terjebak di dalam lift. Sampai beberapa saat pintu lift berhasil dibuka, tetapi Fiona masih berjongkok dengan pikirannya. William mencoba mendekati Fiona dengan kursi rodanya. “Apa kau akan terus berjongkok disini?” ucap William, tetapi tidak ada respon darinya. “Ehmmm...” William berdehem cukup keras, Fiona masih saja tak bergeming. Dengan ragu-ragu, William menarik beberapa helai rambut Fiona cukup kencang lalu berpura-pura seolah-olah dia tidak melakukannya.

    Last Updated : 2024-08-14
  • BENIH PRESDIR LUMPUH   Bab 9 Ciuman Pertamaku

    Setelah kejadian tadi pagi, seseorang datang ke dalam kelas Fiona dan memberitahunya untuk ke ruang guru.Dengan perasaan kesal, Fiona menuju ruang guru sesuai dengan panggilan yang diterimanya.Di ruang guru, seorang guru BK yang bernama Pak Herman sudah menunggu kedatangan Fiona."Fiona, kamu tahu mengapa kamu dipanggil ke sini?" tanya Pak Herman dengan nada tegas.Fiona mengangguk perlahan. "Iya, Pak."Pak Herman menatapnya tajam. "Jika kamu tahu, kenapa harus ada percekcokan, bahkan sampai bertengkar dan membuat tangan Juwita terluka?"Fiona terkejut mendengar apa yang baru saja dikatakan Pak Herman. “Tapi, Pak, itu bukan kesalahan saya.”“Kamu ini, masih saja membantah. Jangan mentang-mentang keluargamu orang berada sehingga bisa membantah aturan sekolah. Apalagi dengan membawa begitu banyak alat make-up seperti ini. Kamu datang ke sekolah untuk belajar atau pamer kecantikanmu? Membawa alat-alat make-up seperti itu,

    Last Updated : 2024-08-16
  • BENIH PRESDIR LUMPUH   Bab 10 Sudah Tidak Perawan lagi

    Namun, pikiran Fiona seketika buyar setelah mendengar perkataan William.“Make-up yang dipakai olehmu sangat berantakan, terlihat jelek. Aku akan bantu menghapusnya,” ujar William sambil menggunakan tangan satunya lagi untuk menghapus lipstik di bibir Fiona hingga berantakan di sekitar bibirnya.“William, kenapa kamu menghapusnya?” seru Fiona, berusaha melepaskan tangannya yang digenggam erat oleh William.William tidak menghiraukan perkataan Fiona. “Dan, merah-merah di pipimu sangat buruk, seperti orang yang habis terkena pukulan. Aku akan menghapusnya lagi,” katanya sambil kembali menghapus blush on yang sengaja dipakai Fiona.“Ahh… William, jangan! Hentikan,” teriak Fiona mencoba menghentikan tangan William yang terus menghapus make-up-nya.“Selesai,” gumam William sambil melepaskan tangannya lalu menjauh dari hadapan Fiona yang setengah tubuhnya masih berada di atas meja.Fiona merengut kesal, wajahnya terlihat memerah. Matan

    Last Updated : 2024-08-17
  • BENIH PRESDIR LUMPUH   Bab 11 Merangkul Pundaknya

    William segera menekan tombol di samping ranjang yang akan terhubung ke lantai bawah untuk memanggil pembantunya. Tak butuh waktu lama, seorang pembantu wanita datang dan berdiri di depan William yang baru membuka pintu. Dia sedang menunggu perintah dari tuannya setelah beberapa saat yang lalu dipanggil, namun tidak ada kata-kata yang keluar dari mulut William. Dengan wajah agak canggung, William berkata, "Bawakan roti bersayap untuknya." Pembantu itu mengernyit bingung, mencoba memikirkan permintaan tuannya yang tidak biasa itu. "Tuan, kita tidak memiliki roti bersayap. Tapi aku bisa membuatkan roti bersayap dengan potongan sayap ayam," jawabnya dengan ekspresi bingung namun berusaha membantu. William mendesah pelan, merasa kebingungan sendiri. Dia memutar otaknya, mencoba mencari cara untuk menjelaskan tanpa langsung menyebutkan kata-kata yang terasa memalukan baginya.

    Last Updated : 2024-08-19
  • BENIH PRESDIR LUMPUH   Bab 12 Saya Istrinya

    Dengan wajah merengut kesal, Fiona mencoba menghubungi William untuk menjemputnya pulang. Namun, pria itu sama sekali tidak mengangkat teleponnya dan bahkan ada beberapa kali panggilan yang di rijeknya.‘Punya suami terasa tidak punya. Dia tidak bisa diandalkan,’ gerutu Fiona di dalam hati tanpa sadar telah mengakui William sebagai suaminya. Dia melangkah menjauhi mobilnya untuk mencari kedua temannya.Ketika baru beberapa langkah, Fiona menghentikan langkahnya mengingat Adel dan Maya tidak membawa mobil, bahkan mereka baru saja pulang.Fiona menghela napasnya, melihat sekeliling parkiran mencoba melihat orang yang telah berani bermain-main dengannya, sampai matanya melihat Juwita dari jarak yang sedikit jauh darinya. Gadis itu sedang tertawa lepas bersama beberapa teman satu kelasnya, Fiona yang di landa kesal karena ban mobilnya yang bocor hendak berjalan menghampirinya. Namun, tak sengaja dia menabrak Alvaro yang hendak melewatinya sam

    Last Updated : 2024-08-20
  • BENIH PRESDIR LUMPUH   Bab 13 Kemarahan Fiona

    Langit mulai gelap dan suasana di sekitar kantor menjadi semakin sepi. Fiona duduk di sana, merasa seperti anak yang terbuang, tanpa ada tempat untuk pulang dan tanpa siapa pun yang peduli. Bahkan mobil taksi tidak ada satu pun yang lewat, membuat Fiona benar-benar tak berdaya. Dia terus menunggu di depan gedung kantornya. Matahari telah lama tenggelam, dan malam semakin larut. Fiona tidak tahu bahwa William telah pergi sejak siang untuk mengecek beberapa pekerjaannya di luar kantor setelah selesai rapat. Kantor mulai sepi, satu per satu lampu di dalam gedung padam, menandakan bahwa tempat itu sudah tutup. Fiona tetap berada di sana, berharap William akan keluar dan menemukannya. Namun, harapan itu ternyata tidak sesuai dengan harapannya. Tiba-tiba, satpam mendekati Fiona. Pria itu berhenti di depannya, memandang Fiona dengan ekspresi datar. “Nona, Tuan William sudah tidak ada di kantor. Dia telah pergi sejak siang tadi.”Fiona menatap satpam itu dengan kaget, matanya yang tadinya

    Last Updated : 2024-09-08

Latest chapter

  • BENIH PRESDIR LUMPUH   Bab 97 Suamiku

    Tangannya gemetar saat menekan nama kontak yang disimpannya sebagai “Suamiku.” Nessa belum mengganti nama yang ditulis Dawson.Panggilan tersambung.“Dawson… tolong aku...” bisiknya, hampir menangis.Tapi yang menjawab bukan suara Dawson.“Halo?” suara wanita terdengar di seberang telepon.Nessa membeku.Suara itu sangat asing, tapi cukup untuk menusuk dadanya. Ia tidak menjawab. Dadanya sesak, napasnya terhenti.Sudah cukup lama Dawson tidak pulang. Sudah cukup lama ia tidak tahu apa yang sebenarnya pria itu lakukan di luar sana.Dan kini, saat ia dalam bahaya, telepon Dawson dijawab oleh wanita lain. Kini ia menemukan jawabannya. Nessa tersenyum getir lalu mematikan sambungan teleponnya.“Dawson...” gumamnya sekali lagi, nyaris tanpa suara.Di saat ia masih terpaku, satu dari pria itu kembali menariknya. Kali ini lebih kasar. “Sudah cukup main ponselnya!”Nessa teranjat kaget dan langsung berteriak, mencoba melarikan diri, tapi salah satu dari mereka berhasil menangkapnya dan mend

  • BENIH PRESDIR LUMPUH   Bab 96 Desiran Napas Pelan

    Suasana hening, hanya suara detik jam dan desiran napas pelan yang mengisi ruangan.Nessa masih berada dalam pelukan Dawson, tubuhnya menegang meski perlahan mulai terbiasa dengan kehangatan yang menyelimuti punggungnya. Ia bisa merasakan detak jantung pria itu tenang, stabil—tidak seperti miliknya yang kacau.Dengan suara pelan, Nessa berusaha tenang. “Apa kau datang untuk tidur di sebelahku?” katanya. Dawson tidak langsung menjawab. Ia hanya menatap wajah Nessa yang separuh masih tertutup rambut, kemudian menyelipkan beberapa helai rambut itu ke belakang telinga gadis itu. Sentuhan itu pelan, tapi membuat tubuh Nessa seolah dialiri listrik halus.“Aku tidak datang hanya untuk tidur di sebelahmu,” ucap Dawson tenang.Nessa mengerutkan alis.“Aku kembali ... karena aku ingin melihatmu,” lanjutnya.Nessa tersenyum sinis. “Bicaramu bisa membuat orang salah paham.”Dawson mendekat, wajahnya hanya sejengkal dari wajah Nessa. Matanya tidak lepas dari mata gadis itu. Tatapannya serius, tak

  • BENIH PRESDIR LUMPUH   Bab 95 Kau Merindukanku

    Tak lama kemudian. Suara kecil terdengar dari mikrofon di telinga masing-masing.“Mobil boks target terlihat. Melewati jalur yang kita rencanakan,” lapor Max dengan nada cepat namun tenang.Dawson mengangguk meski tak terlihat. “Jaga posisi. Tunggu aba-aba.”Mobil boks berwarna abu-abu itu melaju pelan di jalanan rusak, tak menyadari bahwa di sekelilingnya, empat pria bersenjata lengkap tengah menunggu saat yang tepat.“Target dalam jangkauan,” gumam Ethan dari atap.“Siap di belakang,” ucap David pelan.Dawson menempelkan punggungnya pada dinding dan mengatur napas. Wajahnya datar, tapi matanya penuh fokus. Ia menatap bayangan kendaraan itu yang perlahan semakin dekat.“Tiga detik lagi,” bisik Max.“Dua…”“Satu.”Dan misi rahasia pun dimulai.Dawson dan David berhasil membuat ban mobil boks itu kempes. Ketika dua pria dari dalam kendaraan turun untuk memeriksa, keduanya langsung bergerak.Dawson menangkup mulut pria pertama dan menghantamkan sikunya ke leher. Dugg! Tubuh pria itu

  • BENIH PRESDIR LUMPUH   Bab 94 Wajahnya Nyaris Bersentuhan

    Keduanya terdiam sejenak. Hanya suara napas Dawson yang berat dan aroma wine samar yang memenuhi ruang di antara mereka.Nessa ingin segera bangkit, tapi tangan Dawson kini melingkar di punggungnya, menahannya agar tidak pergi. Wajahnya nyaris bersentuhan dengan wajah Dawson. Mata pria itu terpejam, tapi bibirnya bergerak pelan, menggumamkan kata-kata yang membuat Nessa terdiam.“Jangan pergi…”Nessa menahan napasnya.Dia tahu Dawson mabuk. Tapi suara itu terdengar begitu tulus.Tangannya yang hendak mendorong dada Dawson perlahan melemah. Ia hanya bisa menatap wajahnya yang terlihat tenang. Begitu berbeda dari sosok Dawson yang biasanya dingin dan mengintimidasi.Nessa menggeleng kecil, lalu menepuk pipi Dawson pelan. “Kau mabuk, Dawson. Lepaskan.”Pria itu menggumam tak jelas, tapi pelukannya melemah. Dalam hitungan detik, ia tertidur lebih dalam, napasnya mulai stabil.Dengan hati-hati, Nessa melepaskan diri dari pelukannya dan bangkit dari sofa. Ia menarik napas panjang, menatap p

  • BENIH PRESDIR LUMPUH   Bab 93 Bibirnya Menyentuh Jari

    Nessa terlonjak kaget dengan kedatangan Dawson tiba-tiba berdiri di sampingnya, tubuhnya reflek mundur. Tumit heels-nya terpeleset sedikit, membuat keseimbangannya goyah. Tas kecilnya jatuh ke lantai, mengeluarkan bunyi nyaring.Belum sempat Nessa terjatuh, Dawson sudah maju dan merangkul pinggangnya untuk mencegahnya jatuh membuat mata mereka saling bertatapan untuk sejenak.“Kenapa mengejutkanku begitu?!” seru Nessa sambil mendorong dada Dawson dengan kesal, membuat pelukannya lepas.Dawson tetap tenang, tapi matanya turun naik menelusuri penampilan Nessa. Dress hitam yang membentuk lekuk tubuhnya. “Dari mana saja kau?” tanyanya sekali lagi.Nessa memutar bola matanya, malas menjawab. Ia membungkuk untuk mengambil tasnya, lalu berdiri dan hendak membuka pintu kamar.Namun sebelum tangannya menyentuh gagang, Dawson bergerak cepat dan menyudutkannya ke dinding di sebelah pintu. Tubuhnya menekan Nessa, menahan ruang gerak gadis itu. Tangan Dawson bertumpu di sisi samping tubuh Nessa,

  • BENIH PRESDIR LUMPUH   Bab 92 Gerakan Tubuhnya

    Di sisi kiri area taman kampus, tiga mahasiswi berdiri memperhatikan Nessa. Tatapan mereka tajam, menilai dengan sinis. Salah satunya bahkan melipat tangan di dada sambil menyipitkan mata.Nessa melihat mereka. Tapi seperti biasa, dia tidak peduli. Dia hanya berjalan melewati mereka dengan kepala tegak.Sampai satu kalimat bernada racun terdengar jelas di telinganya.“Dari mana lagi kalau bukan hasil jual diri?”Langkah Nessa berhenti. Ia berbalik perlahan dan menatap ketiganya dengan tatapan tajam.Mulutnya sudah hampir terbuka, ingin membalas perkataannya. Namun, suara orang yang memanggilnya membuat Nessa mengurungkan niatnya.“Nessa!"Suaranya nyaring, seorang gadis berambut panjang bergelombang menghampiri Nessa sambil melambaikan tangan.Wajahnya terlihat manis, dia adalah Evelyn—sahabatnya sejak semester pertama kuliah. Nessa segera menoleh dan menyambut Evelyn dengan senyum. Evelyn meraih tangannya dan menariknya menjauh dari tiga gadis tadi tanpa menoleh sekalipun.“Jangan

  • BENIH PRESDIR LUMPUH   Bab 91 Jangan Main-main

    Air menyambutnya dingin, tapi ia tidak peduli. Matanya menyorot ke dasar kolam, tapi sebelum ia bisa meraih tubuh Nessa. Tawa gadis itu pecah di dekatnya.Nessa muncul ke permukaan, tertawa terbahak-bahak. “HAH! Kena kau!”Dawson terengah, dan menyadari Nessa berenang ke sisinya sambil terkekeh. “Kolamnya dangkal, bodoh! Lihat, aku bisa berdiri!”Wajah Dawson menyatu antara lega, marah, dan malu.“Kau pura-pura tenggelam?” suaranya datar, nyaris tak percaya.“Lihat siapa yang panik!” Nessa masih tertawa, lalu menyiramkan air ke wajah Dawson.Dawson menyeka air dari wajahnya dan menatap Nessa dengan tajam. “Kau pikir ini lucu?”“Lucu sekali,” jawab Nessa santai, menjauh darinya.Dawson menyusul. “Kau pikir kau bisa main-main denganku?”“Aku cuma membalas ciuman tadi,” sahutnya, senyum lebar di wajah Nessa.Tanpa peringatan, Dawson menarik tangannya. Nessa hampir jatuh lagi, tapi Dawson menahannya. Kini mereka kembali dekat, napasnya bersinggungan.“Kau suka bermain-main ternyata, baga

  • BENIH PRESDIR LUMPUH   Bab 90 Pria Mesum

    Pada sore hari, Nessa baru saja pulang dari kampus. Sudah beberapa hari ia tidak mengikuti mata kuliah, membuat beberapa tugasnya tertinggal. Biasanya ia tidak terlalu peduli dengan hal semacam itu, tapi kali ini Nessa tidak ingin menyia-nyiakan waktunya. Ia ingin fokus belajar kembali. Ia tidak ingin uang pamannya yang telah membiayai sekolahnya terbuang sia-sia.Sejak kemarin, ia sudah diperbolehkan kembali ke rumahnya setelah Nick memberitahunya bahwa Dawson mengizinkannya pulang. Meski begitu, ia belum juga bertemu dengan pria itu—bahkan hingga sekarang."Ahh!" Nessa berteriak kaget ketika mendapati seseorang sedang duduk santai di dalam kamarnya, membaca buku diary miliknya."Kau?! Kenapa kau ada di sini!" tanyanya panik sambil berjalan cepat mendekat dan menyambar buku dari tangan Dawson.Dawson hanya mendengus kecil. Dengan cepat, ia menarik pergelangan tangan Nessa hingga gadis itu terduduk di atas pangkuannya."Hei! Lepaskan! Apa yang kau lakukan di sini?" serunya, mencoba me

  • BENIH PRESDIR LUMPUH   Bab 89 Menariknya keatas Ranjang

    Dawson semakin mendekat, Nessa menjerit kecil lalu berlari tergesa ke dalam kamar mandi dan mengunci pintu. Jantungnya masih berpacu cepat. Ia menyandarkan tubuhnya di balik pintu kayu, mencoba menenangkan diri dari rasa takut dan marah yang bercampur aduk.Di luar, Dawson hanya tersenyum tipis. Dia membiarkan gadis itu bersembunyi dan kembali merebahkan tubuhnya ke ranjang. Pundaknya terasa berat setelah semalaman membereskan beberapa masalah. Tak butuh waktu lama akhirnya ia kembali tertidur, napasnya perlahan menjadi teratur.Waktu berlalu. Nessa baru keluar dari kamar mandi setelah merasa aman. Ia berjalan pelan, lalu berhenti di sisi ranjang saat melihat Dawson tertidur dengan pulas, memperhatikan pria itu yang tidur tanpa beban seolah dunia ini hanya miliknya seorang.‘Tampan, tetapi menjengkelkan,’ pikir Nessa dalam hati.Dengan pelan, ia melangkah ke arah pintu dan mencoba membukanya—namun pintu itu terkunci. Nessa mengerutkan kening. Ia memutar kenopnya beberapa kali, tapi t

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status