Share

Bab 4

Hampir menjelang Dzuhur, Aisyah membiarkan kedua anaknya bermain di wahana favorit anak-anak itu.

Ia sendiri hanya duduk menemani, dari food court yang tak jauh dari situ.

Untuk urusan belanja bulanan, ia tadi sudah menyerahkan catatannya kepada Mbok Jum, yang memang sudah biasa ia ajak untuk belanja.

Aisyah merasakan sedikit pusing dan mual, makanya ia malas  berkeliling untuk belanja.

Perempuan bertubuh langsing, dan mempunyai tinggi rata-rata wanita Asia itu, mengusap perutnya yang masih datar.

"Sehat-sehat dan selalu kuat di dalam sana ya Nak.. walaupun nantinya, tak akan ada lagi Abi yang menemani kita.." gumamnya, segera mengusap netranya, yang sudah mulai basah.

Tak terasa, adzan Dzuhur terdengar berkumandang di ponsel nya.

"Ah, sudah Dzuhur rupanya.." Aisyah segera beranjak, untuk mengajak dua anaknya menyudahi permainan mereka.

"Sayang, sudah dulu yuk mainnya .." ajak Aisyah, segera membimbing tangan kedua putranya, untuk keluar.

"Mbok Jum mana Ummi?" tanya Arash, mengedarkan pandangannya.

"Mbok Jum sudah di bawah, mau langsung pulang apa mau makan dulu?" tanya Aisyah.

"Emm Akbar pengen makan ayam krispi, Ummi!" seru Akbar, berjingkrak senang.

"Ya udah, kita makan di bawah ya, sama Mbok Jum juga." angguk Aisyah, memenuhi permintaan putranya.

"Arash mau makan apa?" tanya Aisyah menatap putra sulungnya, yang entah kenapa akhir-akhir ini selalu terlihat murung.

"Samaan aja, kayak Adek Umm.." jawabnya singkat.

Mereka pun lantas turun ke lantai dasar, tadi Aisyah sudah menelepon Mbok Jum, untuk menunggu di outlet yang menjual ayam favorit putranya.

Di bawah Mbok Jum terlihat sudah menunggu, di sebelahnya terlihat troli belanja, yang sudah penuh dengan barang belanjaan.

"Ini Mbak, kartunya.." Mbok Jum menyerahkan kartu pembayaran milik Aisyah.

"Ada semua barang belanjaannya Mbok?" tanya Aisyah, setelah mengucap terimakasih.

"Ada kok Mbak, ada semua." jawab Mbok Jum, tersenyum lebar.

"Ya udah, sekarang kita makan dulu yuk. Setelah ini saya mau mampir ke rumah yang di jalan Mutiara." ucap Aisyah, menyebut rumah pribadi yang sudah di siapkan oleh Farhan, sebagai rumah masa depan mereka, dan anak-anak 

Mereka belum menempati rumah itu, karena lokasinya yang terlalu jauh dari kantor tempat Farhan bekerja.

"Kita sholat Dzuhur disana, sekalian kita nginep di sana ya.." ucap Aisah .

"Hore! Berarti nanti Akbar bisa naik sepeda dan berenang sepuasnya, bareng Kak Arash!" seru Akbar girang.

Rumah pribadi mereka memang mempunyai halaman yang luas, kolam renang dan jalanan perumahan elit itu juga aman untuk bersepeda, karena menyediakan jalur untuk pesepeda, karena kebanyakan pemilik rumah di gang itu adalah orang-orang kaya, dan sibuk.

"Ummi! itukan mobil Abi?!" teriak Akbar, sangat hafal dengan mobil Abinya, karena di belakang ada kaligrafi yang menuliskan nama-nama inisial putra mereka.

Aisyah mengernyit..

Bukankah Mas Farhan bilang mau keluar kota?

"Tunggu ya, Ummi mau telepon Abi dulu sebentar.." ucap Aisyah, saat kedua putranya hendak membuka pintu mobil.

"Assalamualaikum Abi..Abi sekarang dimana?" tanya Aisyah, begitu telepon di angkat.

"Abi lagi istirahat di jalan Sayang. Ada apa?" tanya Farhan dari seberang telepon.

"Ooh, kira-kira sampainya jam berapa?" tanya Aisyah lagi, dengan degub jantung yang mulai tak karuan, karena suaminya ternyata berbohong...

Lelaki yang hampir 10 tahun menjadi imamnya itu, kini telah mulai berbohong kepadanya.

Bukan tidak mungkin, di kemudian hari akan tercipta lagi kebohongan-kebohongan yang lain, diantara mereka.

"Berarti Abi sudah tidak ada di kota ini kan?" tanya Aisyah, masih memastikan lagi.

"Tentu saja tidak Sayang..sudah ya, Abi mau lanjutkan dulu ini, perjalananya. Nanti kalau sudah sampai, Abi telepon." ucap Farhan langsung menutup panggilan, tanpa memberikan istrinya kesempatan, untuk menjawab.

Aisyah terdiam...

Saat ini ia tengah menimbang-nimbang untuk turun atau tidak.

Jika dia turun bersama anak-anak, bagaimana jika kedua anaknya melihat Abinya berada di rumah itu, bersama dengan perempuan lain?

"Ayo Ummi! Kita turun..siapa tahu Abi masih belum berangkat ke luar kota, dan mampir dulu di rumah ini. Akbar mau ketemu Abi dan minta maaf karena sudah bikin Abi marah tadi." ucap Akbar, tanpa bisa di tahan lagi, dan berlari keluar menuju pintu rumah.

Aisyah yang melihat itu, tergopoh keluar, menyusul putranya.

Terlambat...

Akbar sudah masuk ke rumah, yang ternyata tidak di kunci.

"Abi!" serunya memanggil sang Ayah, yang begitu ia rindu akhir-akhir ini, karena semakin jarang bersama.

"Akbar!" seru Aisyah panik, dan sedikit berlari mengejar putranya yang sudah masuk ke ruang tengah.

"Abi!" teriak Akbar lagi, lebih keras.

Tak lama pintu kamar utama terbuka, Farhan keluar dengan tergesa, begitu mendengar suara putra bungsunya tadi.

Ia pikir tadi itu hanyalah khayalanya saja, karena pagi tadi sedikit merasa bersalah, sudah membentak putranya.

"Akbar?" Farhan menatap tak percaya, ternyata memang benar anak bungsunya itu ada di sana.

Akbar segera memeluk sang Ayah.

"Abi..maafin Akbar tadi ya? karena sudah bikin Abi marah." ucap Akbar dengan polosnya, sambil memeluk tubuh Abinya yang mematung, menatap Aisyah yang juga berdiri menatapnya nanar.

"Abi kenapa pakai baju terbalik? Terus Abi kok keringetan begini sih...?" tanya Akbar, saat menyadari, jika pakaian yang dikenakan Abinya itu, terbalik.

Mendengar pertanyaan putranya, Farhan jadi salah tingkah, dan sangat malu, sampai tak berani menatap wajah istrinya.

"Sayang..ada siapa sih?" seorang perempuan keluar dari kamar, dengan rambut awut-awutan, dan hanya mengenakan kimono panjang, menutupi tubuhnya.

Aisyah seketika menatap perempuan itu tak percaya.

Sedangkan wanita cantik berambut kecoklatan itu, terkejut saat melihat ada Aisyah juga disana.

"Abi...kalian berdua berzina?" tanya Aisyah menutup mulutnya tak percaya, dengan pemandangan di depannya.

"Tttidak Aisyah, kami tidak seperti itu. Aku bisa jelaskan.." Farhan segera berdiri dan menghampiri sang istri, yang matanya telah basah dengan air mata.

Perempuan yang ternyata adalah Gendis itu, langsung masuk kembali ke kamar, untuk mengganti pakaiannya.

****

"Mbok, temani anak-anak bermain sepeda di depan." Perintah Aisyah dengan wajah nya,  yang terlihat dingin.

Sekarang diantara mereka, sudah ada kedua orang tua Farhan, yang tadi di telepon oleh Farhan, untuk bersaksi, bahwa dirinya telah menikahi Gendis.

"Baik mbak.." dengan patuh, Arash dan Akbar mengikuti Mbok Jum menuju garasi, untuk mengeluarkan sepeda.

"Jadi benar? kalau Mas Farhan dan mbak Gendis sudah menikah?" tanya Aisyah, menatap wajah kedua mertuanya, yang merasa bersalah, karena telah menutupi kebenaran yang telah terjadi.

"Kami bisa jelaskan Sayang.." ucap Bu Ambar, segera memeluk tubuh menantunya sambil menangis.

Gendis yang melihat ibu mertuanya begitu menyayangi Aisyah, segera melengos.

Ia merasa iri dengan Aisyah, selain cantik, ternyata ia juga menjadi kesayangan orang tua suaminya.

...

Bersambung...

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status