Sore itu Hanan langsung mengantar sang istri ke dokter spesialis kandungan, untuk periksa. Umi Hanan dan Aminah juga ikut, ingin mengantar dan mengetahui perkembangan kandungan Aisyah. "Semoga saja kembar Ya Mi, Abang kan dulu anak kembar kan?" ucap Aminah, kepada Uminya. Umi Hanan mengangguk, Aisyah yang duduk di sebelah ibu mertuanya itu, segera menoleh. "Benarkah Umi?" tanya Aisyah, yang baru mendengar hal itu. "Iya Nak, dulu suami kamu ini, adalah anak kembar. Tapi sayang, adik kembarnya meninggal dalam kandungan." ucap Umi Hanan, teringat dengan masa lalunya dulu. Aisyah mengangguk-angguk. Di selingi obrolan, tak terasa kini mereka telah sampai di tempat praktek dokter. Aminah dan Umi nya tampak antusias menggandeng lengan Aisyah, hingga membuat Aisyah merasa tak enak sendiri. Hanan hanya terkekeh melihat pemandangan itu di depannya. Setelah mengantri sebentar, akhirnya Aisyah di panggil masuk. "Alhamdulillah, semuanya baik, dan usia kandungan sudah memasuki 4 minggu."
"Pergilah Mas, kejar saja kebahagiaan mu.." tutur perempuan berkerudung lebar itu, tanpa menatap wajah suaminya sama sekali, saat sang suami meminta izin kepadanya, untuk menikahi wanita yang telah menjadi cinta pertamanya dulu."Tapi aku ingin, kamu tetap disini Aisyah.." ucap lelaki tampan bertubuh tegap itu, menyentuh pundak istrinya pelan, yang berdiri membelakanginya, menyembunyikan sebak di wajahnya."Aku ingin kamu dan juga anak-anak, tetap disini, tetaplah menjadi istriku Aisyah, Gendis bersedia menjadi yang kedua, dan aku berjanji, akan tetap berlaku adil kepada kalian." ucap Farhan, tak mau di cap sebagai lelaki yang menelantarkan anak istri, karena kedatangan wanita yang lain, selain itu, sebenarnya ia juga tidak mau kehilangan anak dan istrinya, walau terpaksa harus menyakiti hati Aisyah seperti ini.Gendis, wanita yang selama ini telah terpatri di hatinya, kisah cinta lama yang belum usai di antara keduanya, membuatnya kini nekat meminta izin kepada wanita cantik bernama
"Maafkan anak Mama ya Sayang!" ucap Ambar malam itu, sambil menangis, memeluk menantu kesayanganya itu.Drajat Papa Farhan juga hanya dapat menghela nafasnya kasar, sambil menatap iba, ke arah Aisyah, menantunya."Farhan benar-benar keterlaluan, dia bahkan tak mendengarkan nasihat Papa dan Mama. Dia ngotot akan tetap menikahi Gendis." raung Ambar, merasa kecewa dengan keputusan putra sulungnya."Aisyah tidak apa-apa kok Ma.." jawab Aisyah berusaha tidak menangis di depan mertuanya.Ia ingin bersikap tegar, dengan masalah yang sedang ia hadapi."Mama benar-benar malu kepada Abah dan Umi kamu, Nak. Juga keluarga besar kamu yang lain, apa yang akan mereka katakan, jika tahu dengan masalah ini?!" ucap Ambar, masih berderai air mata."Padahal dulu Mama yang ngotot untuk menjodohkan kalian kepada Ummi Salma, tapi sekarang? Ya Allah.. mereka pasti sangat kecewa kepada kami Nak.." ucap Ambar lagi, menggenggam kedua tangan sang menantu.Aisyah hanya dapat tersenyum getir mendengar itu.Ia mem
"Sayang, tolong siapkan baju untuk tiga hari ya.." pinta Farhan, kepada Aisyah.Semalam Gendis menghubunginya, dan menyuruh lelaki itu untuk menginap bersama nya selama 3 malam, di rumah mereka yang baru."Memangnya Abi mau kemana?" tanya Aisyah merasa heran."Abi mau ke luar kota Sayang, ada urusan pekerjaan di sana. Pihak kantor mengutus Abi untuk menyelesaikannya." Jawab Farhan, jelas berbohong.Aisyah mengangguk, kemudian melakukan permintaan suaminya itu."Oh iya Bi, kapan rencananya Abi akan menikahi perempuan itu?" tanya Aisyah, di sela kesibukannya melipat pakaian sang suami, dan memasukkannya dalam koper kecil.Farhan terlihat gugup dengan pertanyaan istrinya itu."Ooh, Gendis minta bulan depan untuk melakukan resepsi." Jawab Farhan, menoleh sekilas istrinya, dan segera memasang kancing kemejanya dengan sedikit gugup."Ooh..." jawab Aisyah pendek."Jangan khawatir Sayang, Abi pasti akan bersikap adil kok, kepada kalian." Farhan mendekati istrinya, kemudian mencium puncak kepa
Hampir menjelang Dzuhur, Aisyah membiarkan kedua anaknya bermain di wahana favorit anak-anak itu.Ia sendiri hanya duduk menemani, dari food court yang tak jauh dari situ.Untuk urusan belanja bulanan, ia tadi sudah menyerahkan catatannya kepada Mbok Jum, yang memang sudah biasa ia ajak untuk belanja.Aisyah merasakan sedikit pusing dan mual, makanya ia malas berkeliling untuk belanja.Perempuan bertubuh langsing, dan mempunyai tinggi rata-rata wanita Asia itu, mengusap perutnya yang masih datar."Sehat-sehat dan selalu kuat di dalam sana ya Nak.. walaupun nantinya, tak akan ada lagi Abi yang menemani kita.." gumamnya, segera mengusap netranya, yang sudah mulai basah.Tak terasa, adzan Dzuhur terdengar berkumandang di ponsel nya."Ah, sudah Dzuhur rupanya.." Aisyah segera beranjak, untuk mengajak dua anaknya menyudahi permainan mereka."Sayang, sudah dulu yuk mainnya .." ajak Aisyah, segera membimbing tangan kedua putranya, untuk keluar."Mbok Jum mana Ummi?" tanya Arash, mengedarkan
"Jadi, kalian diam-diam sudah menikah di belakang ku, Bi?" tanya Aisyah menatap wajah suaminya, yang tampak tertunduk tak berani menjawab."Kapan? semenjak kapan sebenarnya kalian berbuat curang di belakang ku Bi?" tanya Aisyah lagi, dengan sudut mata yang tampak mengembun, menahan bulir-bulir air matanya yang siap jatuh.Pandangan Farhan menerawang, teringat dengan perjumpaan pertamanya dengan Gendis, setelah berpisah tanpa kabar, lebih dari 10 tahun lamanya.Tepatnya 3 bulan yang lalu, saat Gendis di pindah tugaskan ke tempat Farhan bekerja.Farhan sungguh terkejut dengan pertemuannya itu, begitupun dengan Gendis, yang tetap terlihat cantik, setelah lama tak bertemu.Awalnya Farhan bersikap dingin terhadap wanita yang telah menorehkan luka yang begitu dalam di hatinya itu, dulu.Tapi sungguh tak dapat ia pungkiri, rasa cintanya terhadap Gendis, masih tetap sebesar dulu.Hingga pada suatu malam, saat ia pulang lembur dari kantor, ia melihat Gendis tengah berteduh karena kebetulan ma
Aisyah menangis di kamarnya, meratapi nasibnya, dan juga anak-anak nya.Dia sungguh tidak menyangka, lelaki yang selama 10 tahun terakhir ini menjadi panutannya, menjadi tempat dia bersandar, dan menggantungkan harapan, baik itu di dunia maupun di akhirat, nyatanya adalah seorang pendosa besar, yang berani melakukan dosa zina, hingga membuat wanita itu hamil.Ia elus perlahan, perutnya yang masih datar, sembari berbisik sedih."Maafkan lah ummi mu ini, Nak. Ummi tidak bisa menjaga Abi, agar selalu bisa bersama-sama dengan kita." bisiknya pelan."Semoga dosa yang telah di perbuat oleh Abi, tidak akan berpengaruh apapun terhadap anak-anak. Jagalah anak-anak hamba ya Allah, semoga mereka tidak mengikuti jejak salah, Abi mereka.." bisiknya lagi.Di dalam kamarnya itu, Aisyah berpikir untuk pergi jauh dari suaminya itu, tapi kemana?Ia tidak mau pulang ke rumah kedua orangtuanya, dengan keadaan seperti ini. Ia tak mau membebani pikiran kedua orangtuanya, yang sudah mulai sakit-sakitan.Sea
"Mbok! Aisyah dan anak-anak mana?" tanya Farhan begitu sampai di rumahnya, dan menemukan rumah dalam keadaan sepi, hanya ada Mbok Jum yang terlihat sedang membersihkan dapur, dan mengepelnya.Mbok Jum yang sudah tahu dengan permasalahan majikannya itu, menatap penuh benci ke arah Farhan.Mbok Jum begitu menyayangi Aisyah dan anak-anak, karena perlakuan Aisyah yang begitu baik kepadanya.Bahkan tadi sebelum pergi, Aisyah masih sempat memberikannya uang yang cukup banyak, dan sebuah gelang emas, sebagai kenang-kenangan, katanya."Maafkan Aisyah ya Mbok, Aisyah tidak bisa memperkerjakan Mbok lagi, karena kami akan pergi." ucapnya tadi, sekitar 1 jam yang lalu."Tapi kenapa Mbak Aisyah? Mbok harus kerja dimana kalau Mbak Aisyah sudah tidak disini lagi?" tanya Mbok Jum, sangat sedih."Mbok bisa bilang ke Mas Farhan dan istri barunya nanti, buat tetap lanjutin kerja disini." ucap Aisyah tersenyum getir.Mbok Jum langsung menggelengkan kepalanya kuat-kuat."Gak Mbak! Mbok jadi sangat benci s