Share

Bab 5

"Jadi, kalian diam-diam sudah menikah di belakang ku, Bi?" tanya Aisyah menatap wajah suaminya, yang tampak tertunduk tak berani menjawab.

"Kapan? semenjak kapan sebenarnya kalian berbuat curang di belakang ku Bi?" tanya Aisyah lagi, dengan sudut mata yang tampak  mengembun, menahan bulir-bulir air matanya yang siap jatuh.

Pandangan Farhan menerawang, teringat dengan perjumpaan pertamanya dengan Gendis, setelah berpisah tanpa kabar, lebih dari 10 tahun lamanya.

Tepatnya 3 bulan yang lalu, saat Gendis di pindah tugaskan ke tempat Farhan bekerja.

Farhan sungguh terkejut dengan pertemuannya itu, begitupun dengan Gendis, yang tetap terlihat cantik, setelah lama tak bertemu.

Awalnya Farhan bersikap dingin terhadap wanita yang telah menorehkan luka yang begitu dalam di hatinya itu, dulu.

Tapi sungguh tak dapat ia pungkiri, rasa cintanya terhadap Gendis, masih tetap sebesar dulu.

Hingga pada suatu malam, saat ia pulang lembur dari kantor, ia melihat Gendis tengah berteduh karena kebetulan malam itu hujan turun sangat lebat.

Farhan terus memperhatikan Gendis yang berdiri di halte, menunggu bus yang lewat.

Hatinya jadi bertanya-tanya pada waktu itu.

Bukankah dulu Gendis pergi meninggalkannya, demi meraih masa depanya yang lebih baik? tapi kenapa sekarang malah terlihat nelangsa, dan tidak punya kendaraan sendiri, untuk bekerja? 

Atau setidaknya ada seseorang yang selalu mengantar dan menjemput nya, yang nyatanya tak pernah ia temui selama ini.

Sudah hampir satu bulan Gendis satu kantor dengan nya, tapi tak sekalipun ia menyapa perempuan itu, yang kini menjadi bawahannya.

Tak tahan melihat wanita yang masih merajai hati dan pikirannya itu terus berdiri sambil menggigil kedinginan menunggu bus, padahal malam telah mulai larut, akhirnya Farhan menghentikan mobilnya, di dekat Gendis berada.

"Masuk!" perintahnya dingin, sambil membuka jendela mobil nya, mengklakson Gendis.

Tanpa di suruh dua kali, Gendis langsung masuk, dan duduk di sebelah Farhan.

"Terimakasih banyak, Pak Farhan." ucapnya tersenyum manis, semanis senyuman nya dulu, yang telah membuatnya jatuh cinta.

Karena merasa penasaran, dan ingin menyelesaikan perasaannya yang sampai sekarang masih ada, Farhan pun bertanya kepada Gendis, tentang kehidupannya sekarang.

Farhan jadi tahu tentang kehidupan Gendis sekarang.

Nasib Gendis, tak seindah yang dibayangkan oleh perempuan itu dulu, saat memilih pergi meninggalkannya.

"Saya bercerai dari suami saya, karena Kdrt Pak, rumah kedua orang tua saya pun, juga ludes, di jual oleh lelaki tak tahu diri itu.

Jika teringat dengan itu semua, sungguh saya sangat menyesal, karena telah meninggalkanmu dulu, Farhan..." ucapnya, mulai berani menatap wajah Farhan, dengan intens.

"Mungkin itu semua adalah hukuman untukku, karena telah meninggalkanmu dulu.."

Farhan seketika merasa iba, rasa benci yang dulu merajai hatinya, seakan lebur, berganti dengan perasaan cinta yang semakin menggebu, terhadap wanita yang semakin terlihat matang dan mempesona itu.

Hingga kemudian Farhan berani menawarkan diri, mengantar Gendis ke rumah kostnya, dan ikut menginap disana, melebur semua asa dan rasa yang terpendam selama ini.

Akal sehatnya seakan hilang begitu saja, berganti dengan gairah yang menggelora, menyatukan kembali cinta mereka yang sempat terputus, menyambungnya kembali, dan mengukuhkannya, dengan penyatuan tubuh mereka di malam itu, di bawah guyuran hujan deras, mereka kembali mengikrarkan cinta mereka.

"Aku mencintaimu Gendis.." lenguh Farhan, yang telah menukar imannya, demi sebongkah daging busuk, yang kelak akan membuatnya menyesal tak berkesudahan..

"Jadi kapan kalian resmi menjadi suami istri Mas?" tanya Aisyah merasa sedikit lega, karena ia telah berpikir bahwa suaminya tadi tengah berzina dengan mantan kekasihnya itu.

"Satu bulan yang lalu Mi.." jawab Farhan, menatap sekilas wajah istrinya itu.

"Syukurlah, setidaknya anak-anak ku bukanlah anak dari seorang pezina!" jawab Aisyah, membuat Farhan menelan ludahnya sendiri, dengan perasaan tak nyaman.

"Jangan lupa Bi, rumah ini sejak awal kita tujukan untuk anak-anak. Jadi aku tidak mau dia ikut tinggal di rumah ini!" 

Gendis terbelalak mendengar ucapan Aisyah.

Karena menurut Farhan, dia akan tinggal di rumah ini, begitu mereka menikah, sedangkan Aisyah dan anak-anak akan tetap tinggal di rumah dinas milik Farhan.

Ambar dan Drajat, tampak mengangguk setuju, dengan ucapan menantunya itu.

"Tidak bisa begitu juga dong! Bukankah rumah ini murni milik Farhan? jadi aku juga berhak untuk tinggal di sini, karena aku juga adalah istrinya." ucap Gendis, kemudian menatap wajah suaminya, tampak kesal.

Ambar terlihat marah, karena Gendis dengan tidak tahu malunya, sudah berani ikut campur urusan harta putranya, yang di dapatkan selama menikah dengan Aisyah.

"Daripada menjadi bahan perdebatan, sebaiknya jual saja rumah ini! dan bagi hasilnya menjadi dua, tapi tentu saja hak anak- anak harus lebih banyak." ucap Drajat.

"Maksud Papa, Farhan dan Aisyah harus berpisah, gitu?!" tanya Ambar, terkejut.

"Bapak tidak bilang berpisah, tapi mulai tadi, bukankah kita belum menanyakan bagaimana keputusan Aisyah, tentang nasib rumah tangga mereka, untuk ke depannya..?" ucap Drajat, menatap menantunya.

Aisyah bimbang, dia belum bisa mengajukan perceraian, karena dirinya tengah hamil sekarang, dan belum mau berterus terang dengan kondisinya sekarang.

Tapi untuk hidup bersama lagi dengan suaminya, ia tak akan sanggup lagi.

"Aisyah akan pikirkan lagi semuanya nanti, sekarang saya pamit pulang dulu saja." ucapnya yang mendadak merasa mual dan pusing.

 ***

"Kamu adalah lelaki terbodoh yang pernah Mama temukan Farhan!" maki Ambar, menunjuk wajah putranya, dengan pandangan nyalang, saat mengetahui bahwa Gendis kini telah hamil 3 bulan.

Bagaimana Ambar tak marah, putranya itu menggelar akad, baru sekitar satu bulan yang lalu, tapi kini Gendis telah hamil 3 bulan.

Gendis akhirnya di bawa pulang ke rumah Ambar, karena Aisyah tak mengijinkan Gendis menginap di rumah itu.

Farhan tak menjawab, dan hanya dapat menunduk karena malu.

"Di dalam Alquran, laki-laki yang berani berzina, dan sudah menikah, hukumannya adalah di rajam Farhan! di lempari batu sampai mati!" Pekik Bu Ambar lagi, merasa sangat kecewa kepada putranya itu.

"Bagaimana kalau sampai Aisyah tahu? Dia pasti akan semakin membencimu dan meminta pisah!" seru Bu Ambar lagi, sembari memegangi dadanya yang naik turun karena emosinya yang membuncah.

"Apa Ma? jadi benar, kalau Mas Farhan sebenarnya pernah berzina dengan mbak Gendis?" tanya Aisyah, yang ternyata telah berdiri mematung, di depan pintu.

Niatnya yang ingin memberitahu tentang kehamilannya kepada sang mertua, seketika musnah saat mendengar bahwa Gendis juga sedang hamil, dan sudah berjalan selama 3 bulan.

"Aisyah!..." seru Ambar, berusaha mengejar menantunya yang langsung pergi tanpa berpamitan lagi, berlari ke luar pagar depan.

Tapi terlambat, Aisyah langsung masuk ke mobil, dan tak mau mendengar penjelasan apapun lagi, karena semuanya sudah jelas.

Baginya tak ada toleransi lagi, jika suaminya telah melakukan dosa sebesar itu, maka lelaki itu sudah tak pantas lagi untuk menjadi ayah bagi anak-anak nya.

"Puas kalian?? Jika sampai Aisyah minta cerai, Mama tidak akan menganggapmu sebagai anak lagi!" Pekik wanita paruh baya itu lantang, menuding wajah Farhan dan Gendis di depan nya.

Bersambung

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status