Share

Bab 3

"Sayang, tolong siapkan baju untuk tiga hari ya.." pinta Farhan, kepada Aisyah.

Semalam Gendis menghubunginya, dan menyuruh lelaki itu untuk menginap bersama nya selama 3 malam, di rumah mereka yang baru.

"Memangnya Abi mau kemana?" tanya Aisyah merasa heran.

"Abi mau ke luar kota Sayang, ada urusan pekerjaan di sana. Pihak kantor mengutus Abi untuk menyelesaikannya." Jawab Farhan, jelas berbohong.

Aisyah mengangguk, kemudian melakukan permintaan suaminya itu.

"Oh iya Bi, kapan rencananya Abi akan menikahi perempuan itu?" tanya Aisyah, di sela kesibukannya melipat pakaian sang suami, dan memasukkannya dalam koper kecil.

Farhan terlihat gugup dengan pertanyaan istrinya itu.

"Ooh, Gendis minta bulan depan untuk melakukan resepsi." Jawab Farhan, menoleh sekilas istrinya, dan segera memasang kancing kemejanya dengan sedikit gugup.

"Ooh..." jawab Aisyah pendek.

"Jangan khawatir Sayang, Abi pasti akan bersikap adil kok, kepada kalian." Farhan mendekati istrinya, kemudian mencium puncak kepala Aisyah lembut.

Jika dulu, mungkin Aisyah akan merasa senang dengan perlakuan romantis sang suami.

Tapi sekarang? entah kenapa perasaan itu seakan lenyap, semua perlakuan manis suaminya, terasa hambar.

Aisyah tak berkata apa-apa lagi, setelah selesai mengemas pakaian suaminya, ia kembali ke dapur untuk menyiapkan sarapan.

Kebetulan hari ini anak-anak libur, kenaikan kelas, jadi ia tak terlalu terburu-buru seperti biasanya.

Bahkan suaminya sekarang sudah tak mengingat hari libur anak-anak nya lagi.

Padahal biasanya, ialah yang paling semangat untuk mengajak anak-anak pergi liburan, rekreasi, walau hanya sekedar pergi berenang, atau main bola di taman.

"Abi mau kemana, kok bawa koper?" tanya Akbar yang baru bangun sambil mengucek matanya, segera membuntuti Abinya yang membawa koper ke depan.

Sedangkan Arash hanya diam saja, langsung duduk di kursi meja makan, untuk bersiap sarapan.

Aisyah membiarkan putra bungsunya mengikuti Abinya.

"Abi ada pekerjaan di luar kota, Sayang.." jawab Farhan, berjongkok memberi pengertian kepada sang anak.

"Tapi sekarang hari libur! kenapa Abi tidak libur juga seperti kami?!" seru Akbar, mulai menaikkan nada suaranya, dan terdengar kesal.

"Abi kerja Sayang, cari uang. Bukan sekolah seperti Akbar, ataupun Kak Arash." jawab Farhan lembut, mencoba memberi pengertian kepada putranya, yang kadang masih suka tantrum itu 

"Enggak! Nggak boleh! Akbar pengen jalan-jalan sama Abi, sama Umi, sama kak Arash juga!" teriak Akbar, mulai menunjukkan gelagat rewel.

Ponsel Farhan terus berbunyi, dan Akbar masih belum mau melepas tangan Abinya itu.

"Akbar..Abi harus segera berangkat sekarang, Akbar nanti main sama Ummi dan Kak Arash dulu ya?!" bujuk Farhan, mulai merasa kesal.

"Nggak! Akbar maunya sama Abi!" Akbar masih ngotot, dan berteriak semakin kencang.

Entah kenapa, pagi itu Aisyah malah merasa enggan untuk membantu menenangkan Akbar.

Ia merasa, apa yang di lakukan Akbar sekarang, ada benarnya.

Abinya kini seakan berjarak, dan mulai tak ada waktu untuk mereka.

"Arash!!" teriak Farhan, memanggil putra sulungnya.

"Ya Abi.." Arash segera menghampiri Abinya, yang ada di depan.

"Jaga adikmu! sudah tahu adiknya rewel, bukannya cepat-cepat di datangi adiknya, dan di ajak main, malah diam saja!" bentak Farhan yang mulai habis kesabaran. 

Apalagi sekarang ini Gendis pasti tengah kesal menunggunya, yang berjanji akan sarapan bersama.

Arash dan Akbar tersentak, saat mendengar teriakan Abi mereka yang marah.

Begitupun dengan Aisyah, yang sedang meletakkan lauk di meja makan, segera bergegas ke depan untuk melihat.

"Abi tidak suka kalau Akbar masih suka rewel seperti ini! Akbar sekarang sudah besar, sudah tidak pantas lagi menangis menjerit-jerit seperti tadi! Mengerti?!" omel Farhan sambil bersungut-sungut, membiarkan putra bungsunya menangis terisak, menahan suara tangisnya 

Arash kemudian menuntun adiknya masuk kedalam dengan diam.

Aisyah yang melihat itu menatap wajah suaminya tak percaya.

Ia tak percaya, suaminya kini mulai berani membentak putra mereka dengan kasar seperti tadi.

Farhan yang melihat tatapan Aisyah, segera melengos.

"Abi berangkat dulu." ucap lelaki itu dingin, bahkan tanpa memberikan punggung tangan nya kepada sang isteri, sama sekali.

Hati Aisyah semakin hancur...

Ia bergegas masuk ke dalam, dan segera memeluk Akbar yang masih terisak-isak.

"Sudah, nanti jalan-jalannya sama Ummi aja ya? kita beli mainan, atau Akbar mau ke time zone, di mall?" bujuk Aisyah, yang merasa sakit, saat putranya menangis pilu seperti ini.

Akbar segera menatap wajah umminya, dan mulai menyeka air matanya.

"Beneran?" tanya Akbar, walau isakannya sesekali masih terdengar.

Aisyah mengangguk...

"Syaratnya, sekarang mandi dulu terus sarapan. Nanti Ummi suruh Pak Arif, buat nganter kita pergi." ucap Aisyah, mengelus lembut punggung putranya itu, supaya semakin merasa tenang.

Akbar mengangguk, dan segera mengajak kakaknya untuk mandi.

Aisyah tersenyum..

Sebenarnya memang semudah itu menenangkan Akbar, yang paling tidak suka jika di bentak.

Putra bungsunya itu akan semakin menangis keras, dan tidak mau berhenti, jika di bentak.

Tapi tadi, Farhan telah melupakan itu juga...

Entah apa sebenarnya yang telah menguasai pikiran suaminya itu, sehingga tega membentak putranya sendiri, padahal dulu, ia sendiri yang mengajarkan kepada Aisyah, jika Akbar adalah anak yang tidak bisa di bentak.

Selesai sarapan, Aisyah pun bersiap. Tak lupa ia menghubungi suaminya terlebih dahulu, meminta izin untuk pergi keluar bersama anak-anak, dan mengajak Mbok Jum juga.

Pak Arif telah siap dengan mobilnya, lelaki paruh baya yang berprofesi sebagai taksi online itu, memang sudah menjadi langganan Aisyah, ketika bepergian tanpa suaminya.

Selain karena tetangga, pak Arif juga masih kerabat suaminya sendiri.

"Maaf merepotkan waktunya ya Pak Arif.." ucap Aisyah, merasa tak enak.

Karena tadi Pak Arif sempat menolak karena ada orderan lain.

Tapi lelaki paruh baya itu berubah pikiran, saat mendengar suara Akbar yang berceloteh senang di seberang telepon, karena mau jalan-jalan.

Sesayang itu Pak Arif kepada anak-anak Farhan..

Karena dia sendiri tidak bisa punya anak, setelah pernikahannya yang sudah berjalan selama hampir 20 tahun.

"Tidak repot Nak Aisyah, kan memang sudah jadi profesi Bapak.." jawab pak Arif, tersenyum.

Dengan bersemangat, Akbar naik ke mobil, duduk di depan seperti kebiasaannya selama ini, jika bepergian.

Sedangkan Arash duduk di tengah bersama ummi dan Mbok Jum.

"Ayo Kek Arif! Akbar sudah gak sabar mau main di mall!" seru Akbar, berteriak senang.

"Siap bos kecil." jawab Pak Arif, membuat anak berusia 5 tahun itu, tertawa senang.

Bersambung...

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Suherni 123
mending pisah aja Aisyah,,, kasian anak anak jadi pelampiasan bapak nya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status