Share

Bab 5

Author: Alya Feliz
last update Last Updated: 2024-11-13 06:06:51

"Kamu kenapa? Makanannya nggak enak? Apa perlu kita pindah restoran?" tanya Sofia dengan wajah khawatir.

Luna buru-buru menggeleng. Tidak mungkin dia sangat tidak tahu diri meminta Sofia untuk pindah ke restoran lain, sedangkan restoran ini sudah yang paling mewah dan mahal.

"Enak kok. Seharusnya kamu nggak perlu membawaku ke tempat ini, Sof. Jangan buang-buang banyak uang cuma buat makan. Apalagi buat...aku," ucapnya lirih di akhir kalimat.

Sofia tentu saja menatapnya tak suka. Wanita itu sangat membenci responnya yang seperti itu.

"Bisa nggak sih kamu berhenti merendahkan diri kamu sendiri? Memangnya kenapa kalau aku buang-buang duit buat kamu? Bukan karena kamu sekarang yatim piatu. Dulu waktu Pak Sakur masih hidup, aku tetap beliin kamu ini itu kan? Itu nggak seberapa dibandingkan dengan kebaikan ibu kamu mendonorkan hati dan paru-parunya buat mama setelah meninggal."

Luna menggenggam tangan Sofia yang matanya mulai berkaca-kaca. Ibunya memang sebaik itu. Sebelum meninggal dalam tidurnya, entah kenapa wanita itu berpesan padanya dan Sofia untuk mendonorkan organnya pada Bu Citra, ibu Sofia, setelah dia meninggal.

Saat itu Luna marah-marah karena menganggap bahwa ibunya tengah melantur dan sedang bercanda. Tak disangkanya bahwa ternyata seminggu kemudian, wanita itu meninggal dalam tidurnya ketika Luna baru pulang dari sekolah SMA.

"Sudah-sudah! Kok malah jadi melankolis gini sih?" Sofia mengibaskan tangan dan tertawa kecil. "Padahal aku penasaran sama apa yang sedang kamu pikirkan sampai kerutan di antara alismu dalam banget."

Luna bingung harus bagaimana. Apakah sebaiknya dia jujur? Perasaannya mengatakan bahwa ucapan Irfan tidak main-main dan tersirat ancaman di dalamnya.

"Tadi Irfan ngomong sesuatu. Agak aneh sih menurutku. Dia bilang aku harus cepat sembuh dan bisa berjalan, terus segera pergi jauh dari keluarga Wisnuwardhana. Eh, tapi kayaknya cuma perasaanku aja. Jelas maksudnya karena aku nggak setara sama Mas Lingga, kan?"

Sofia menatapnya dengan kening berkerut dalam. Terlihat sekali tidak setuju dengan kalimat terakhirnya.

"Kayaknya bukan it...Eh! Lun! Ada suami kamu sama cewek lain barusan masuk ke sini. Jangan noleh!" bisik Sofia heboh.

"Masa sih? Di mana?"

Sofia buru-buru mengulurkan tangan dan menahan wajahnya agar tidak menoleh dengan mata melotot, lalu berbisik. "Diam!"

Terpaksa Luna menuruti perintah Sofia, meskipun hatinya penasaran setengah mati. Dadanya bergemuruh karena rasa cemburu. Kenapa Kalingga bersama dengan perempuan lain? Sedang apa di sini? Kenapa suaminya membawa perempuan lain ke restoran mewah dan bertaraf internasional?

"Aku nggak ngerti kenapa kamu nggak kunjung bercerai. Toh bapaknya sudah nggak ada kan? Jadi kamu nggak perlu meneruskan wasiat laki-laki miskin itu. Nggak ada yang menuntut kamu."

Luna dan Sofia saling pandang mendengar suara wanita yang bersama Kalingga. Mereka menunggu jawaban dari Kalingga, tapi pria itu tidak bersuara. Luna yang sangat penasaran dengan reaksi suaminya harus menahan diri untuk tidak menoleh ke belakang.

Beberapa saat kemudian, terdengar suara beberapa pria yang menyapa Kalingga.

"Wuih, masih lengket aja sama Renata. Kapan kalian nikah?"

Tubuh Luna membeku mendengar nama perempuan itu disebut. Renata? Jadi itu perempuan yang selalu disebut oleh Kalingga setiap kali mereka bercinta? Tangannya menggenggam sendok dengan erat.

Dari suaranya, Renata pastilah sangat cantik sampai-sampai Kalingga terus terbayang-bayang. Wanita itu sudah pasti dari kalangan atas seperti Kalingga.

"Sebentar lagi. Doain aja ya guys. Kalian harus datang ke pesta pernikahan kami," jawab Renata dengan lembut.

"Pastilah. Udah nggak sabar lihat kalian bersanding di pelaminan. Kalian ini kenapa bisa putus dua tahun yang lalu? Kalingga masih sendirian tuh selama kamu tinggal pergi."

Wajah Luna sudah keruh bukan main. Ternyata Kalingga menyembunyikan pernikahan mereka. Pantas saja dia tidak pernah diajak kemana-mana. Bahkan ke acara keluarga sekalipun.

"Lingga pengen fokus mengembangkan perusahaan, Dik. Jadi aku nggak mau menghambat dia. Lagian aku dulu ada kerjaan di luar kota," jawab Renata.

"Ck, wanita idaman banget. Nggak rugi kamu jadiin dia sebagai istri. Pengertian banget."

Luna heran kenapa Kalingga sejak tadi hanya diam saja. Dia menunggu respon dari pria itu.

"Eh, boleh gabung nggak? Mumpung lagi free. Kita-kita kan susah kalau mau kumpul-kumpul sekarang gara-gara kerjaan," tanya salah satu dari mereka.

"Boleh-boleh. Aku malah seneng makan rame-rame," jawab Renata dengan antusias.

Mereka mengobrol seru sekali dan Renata selalu ikut dalam obrolan itu. Tertawa-tawa bahagia. Luna hanya bisa menatap makanan di hadapannya yang tidak lagi menarik minat.

Apakah wanita seperti itu yang disukai Kalingga? Bisa berbaur dengan teman-temannya. Sedangkan Luna, dia hanya dari kalangan bawah yang sudah pasti tidak cocok bergabung dengan mereka yang level atas. Dia mendengar dari Peni kalau teman-teman Kalingga itu anak konglomerat semua.

"Eh, aku ke toilet dulu ya," pamit Renata.

Tak lama kemudian, seorang wanita berpakaian seksi dan ketat melewati meja Luna dan Sofia. Mereka berdua langsung menoleh dan melihat Renata. Cantik dan seksi seperti artis papan atas. Luna langsung minder.

"Lun," bisik Sofia sambil meraih tangannya. Sahabatnya itu menatapnya dengan sorot mata menguatkan.

"Bro, kok kamu nggak bilang sama Renata kalau udah nikah sama Luna?"

"Dia udah tahu," jawab Kalingga.

"Hah? Gila! Dia tahu dan dia masih mau balikan sama kamu? Kok bisa?"

"Dia nggak mempermasalahkan soal itu."

"Terus-terus, kamu udah bobok bareng dong sama Luna? Kalau dilihat-lihat, dia menarik kok."

Kalingga hanya diam, dan itu menimbulkan kehebohan teman-temannya.

"Memang b*ngsat si Kalingga. Bilangnya nggak mau, tapi diembat juga."

"Dia istriku, jadi aku berhak meniduri dia sepuasku. Toh dia udah kubayar tiap bulannya," jawab Kalingga tak berperasaan.

Luna yang mendengar kalimat itu dengan jelas langsung meneteskan air mata, namun buru-buru mengusapnya. Ternyata perkataan itu masih semenyakitkan itu meskipun dia sudah mendengarnya tadi pagi.

"Bro, jangan gitulah. Kena karma baru tahu rasa. Jangan menganggap dia seperti pelacur. Aku lihat, dia nggak pernah neko-neko selama menjadi istri kamu. Nggak pernah nuntut ini itu juga."

"Ya wajar sih kalau Lingga begitu. Eh tapi kamu nggak jijik tidur sama perempuan lumpuh?"

"Aku selalu membayangkan Renata setiap kali tidur sama dia."

Luna langsung berdiri dan melangkah dengan perlahan menuju ke toilet. Sofia buru-buru mengikutinya dan memapahnya karena dia memang belum lancar berjalan.

"Jadi itu yang kamu dengar tadi pagi? Kenapa kamu nggak bilang sama aku, Lun?"

Luna tidak menjawab. Pandangannya buram karena air mata terus mengalir deras bersamaan dengan sakit yang luar biasa di dada kirinya. Sekarang mereka tahu apa Luna bagi Kalingga. Hanya pelacur.

"Aku bisa bilang ke papaku untuk ngasih pelajaran sama dia," kata Sofia menggebu-gebu.

Luna menggeleng. Dia mendekati wastafel dan mencuci wajahnya yang baru saja perawatan di salon bersama Sofia tadi. Wajahnya sekarang memerah.

"Bawa aku keluar dari sini, Sof," pintanya dengan suara bergetar.

"Kamu pulang ke rumahku aja ya Lun."

Tiba-tiba pintu toilet terbuka dan Renata keluar dari sana. Luna dan Renata saling pandang lewat cermin, sama-sama dengan tubuh membeku.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • BERLIAN YANG DICAMPAKKAN    Extra Part 4

    Sofia terduduk di lantai ruangan tempat menyimpan barang-barang tak terpakai di dekat tangga menuju ke rooftop hotel. Seluruh tubuhnya gemetaran. Dadanya berdegup dua kali lebih cepat dan rasanya begitu sesak. Niatnya tadi ke rooftop adalah untuk mencari Luna, untuk mengadu pada sahabatnya itu mengenai ulah kakaknya. Saat Nathan pamit ke toilet dan tak kunjung kembali, teman-teman kuliahnya mulai curiga. Mereka mengatakan hal-hal yang membuat Sofia kesal. "Sof, kamu yakin suami kamu beneran cinta sama kamu? Kok sejak tadi kayak lempeng-lempeng aja gitu nggak senyum sama sekali?" "Dia kan emang dingin dan cuek orangnya," balas Sofia. "Tapi nggak gitu juga kali. Masa di pernikahan sendiri kok kayak lagi takziah gitu?" "Iya ya bener. Sebenarnya aku udah lama mau bilang gini, tapi aku nggak enak sama kamu, Sof. Nathan...kayaknya nggak begitu cinta deh sama kamu. Cintamu bertepuk sebelah tangan. Kelihatan banget cuma kamu yang berjuang dalam hubungan ini." Saat itu, Sofia benar-

  • BERLIAN YANG DICAMPAKKAN    Extra Part 3

    "Kenapa sih kakak tega? Kalau memang kamu belum selesai dengan masa lalu, kenapa deketin sahabatku? Jangan pernah menyakiti orang lain hanya untuk mencari pelarian kak," ucap Luna dengan lirih.Dia benar-benar kecewa dengan kakak sulungnya itu. Sama sekali tidak menyangka bahwa lelaki itu ternyata mewarisi sifat ayah mereka. Padahal, selama ini Luna begitu bahagia karena mengira bahwa Nathan serius dengan Sofia.Sahabatnya itu selalu terlihat bahagia setiap kali dia membahas soal Nathan. Luna sampai yakin bahwa Nathan sudah benar-benar move on. Tapi ternyata dia salah besar. Rasa cinta itu terlalu besar, sampai-sampai Nathan tidak tertolong lagi."Please, aku mohon sama kamu Kak. Please, please banget. Berhenti aja sampai di sini. Jangan menyakiti sahabatku, atau siapapun itu. Sebelum terlalu jauh. Jangan sampai kamu menunggu semuanya hancur seperti apa yang dilakukan oleh ayah kita. Dan aku yang akhirnya menjadi korban."Kedua mata Luna berkaca-kaca. Hatinya terasa sakit sekali melih

  • BERLIAN YANG DICAMPAKKAN    Extra Part 2

    "Siapa Yang?" Kalingga melihat ke sekeliling ballroom dan tidak melihat ada seseorang yang aneh, yang berpotensi untuk mengganggu istrinya. Kecuali Alek tentu saja."Itu Mas, cewek yang barusan masuk. Sama cowok bule. Setahuku tuh cowok dulu bosnya Kak Nathan," bisik Luna.Kalingga menoleh ke arah pintu masuk dan langsung membelalak. "Buset!" pekiknya tanpa sadar.Luna langsung menoleh dan menatap Kalingga dengan tajam. "Apa maksudnya bilang kayak gitu?"Kalingga langsung membeku. Terlihat seperti baru saja ketahuan tengah berbuat salah. "Eh...i-itu, Yang. Tuh cewek yang rambutnya hitam terus tinggi langsing kayak model itu kan?""Iya? Terus? Mau bilang dia cantik?" cecar Luna dengan sebelah alis terangkat.Kalingga buru-buru menggeleng. "Nggak, nggak! Tetep kamu yang paling cantik, Yang. Serius. Kamu sendirian udah bisa bikin Mas puas kok. Nggak ada yang lain.""Terus?""Eh, itu...si cewek yang kamu bilang itu...dia lagi deketin kakakmu. Terus...si Nathan malah bengong."Gantian mata

  • BERLIAN YANG DICAMPAKKAN    Extra Part 1

    "Bestieee!" Luna memeluk Sofia dengan sangat erat dan girang bukan main. "Akhirnya kamu nikah juga!"Sofia tertawa kecil sambil membalas pelukannya. Setelah penantian selama lima tahun, akhirnya sang sahabat menikah dengan sang kakak sulung, Nathan Wilson. Luna bahagia karena akhirnya mereka benar-benar menjadi saudara."Maaf ya aku baru bisa dateng. Kemarin lusa aja aku harus ngeyel sama Kak Ethan biar bisa ngambil penerbangan habis meeting. Tahu sendiri kakakku yang satu itu gimana overprotektifnya kalau sama aku," keluh Luna dengan wajah memelas."Ck, kayak sama siapa aja kamu. Masih bagus kamu sempat dateng. Aku malah udah legowo waktu denger dari Mas Nathan kalau kamu mungkin nggak bisa dateng, mengingat di Rusia sana lagi musim salju."Luna tersenyum senang melihat betapa cantiknya Sofia dengan riasan sederhana namun terlihat mewah dan elegan. Tidak terlalu menor dan tebal seperti riasan pengantin Indonesia pada umumnya."Sayang banget aku nggak bisa menyaksikan akad nikah kalia

  • BERLIAN YANG DICAMPAKKAN    Bab 123 - TAMAT

    Luna benar-benar tak bisa berkata-kata mendengar perkataan ketus suaminya. Lelaki itu bahkan menutupi bagian atas payudaranya yang kelihatan ketika Kala sedang menyusu. Berkali-kali memelototi pria asing yang terlihat salah tingkah saat terpergok sedang terpana melihatnya."Gimana kalau kita makan aja? Udah siang juga ini. Kalian pasti belum makan kan tadi?" Suara Lena memecahkan kecanggungan yang terjadi, membuat Luna lega dan bersyukur ibunya begitu supel. "Ethaan! Sini bantu mama, Nak! Alek, jangan cuma main hape. Sini bantu mama bikin es sama kopi. Eh, kalian mau es kan? Saya selalu gerah dan haus sejak tinggal di sini."Luna meringis ketika melihat tamu-tamu itu tersenyum paksa. Mungkin heran dengan ibunya yang kegerahan, padahal mereka sedang berada di Malang bagian perumahan yang hawanya masih dingin. Mungkin karena ibunya terbiasa menghadapi musim salju, jadi kota sedingin Malang dan Batu pun bagi Lena justru gerah."Kalian nggak makan juga? Kenalin, Tante ini adik iparnya ibu

  • BERLIAN YANG DICAMPAKKAN    Bab 122

    Entah sudah berapa lama Kalingga menatap tajam Alek yang terus saja menempel pada istrinya di ruang keluarga. Keningnya seperti berkerut permanen, karena rasa kesal yang terus bertambah setiap kali melihat Alek yang selalu mencari alasan agar bisa melayani Luna. Termasuk menyuapi makan dan mengambilkan air minum."Jangan korbankan bayi yang baru lahir hanya karena rasa cemburumu."Kerutan di antara kedua alis Kalingga langsung hilang, digantikan dengan rasa kaget. Tangannya refleks menjauh dari paha anaknya. Dia menoleh ke sumber suara, mendapati Ethan yang sedang menatapnya datar."Sejak kapan kamu di situ?" tanyanya heran."Sejak kau terus mengawasi istrimu seperti seorang penguntit."Kalingga mendengkus. Dia menatap anaknya yang masih kemerahan dan malah tidur dengan nyenyak dalam gendongannya, padahal seharusnya anak itu bangun dan meraung-raung minta ASI untuk mengalihkan perhatian ibunya.Diamatinya wajah itu. Begitu mirip dengan Luna. Bulu matanya panjang dan lentik, hidungnya

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status