Share

Bab 4

Author: Alya Feliz
last update Last Updated: 2024-11-12 18:22:47

"Luna! Uang apa itu?"

Luna buru-buru menyembunyikan uang itu di belakang punggungnya.

"Sofia? Hari ini jadwalku terapi ke dokter Irfan. Kenapa kamu ke sini?" tanya Luna gugup.

Dia melirik Peni yang buru-buru pergi begitu Sofia semakin mendekat.

"Perasaanku nggak enak, jadi aku ke sini. Kamu habis nangis? Kalingga ngapain kamu lagi?" cecar Sofia dengan mata menyelidik.

"Eh? Nggak kok. Aku tadi cuma keinget almarhum ayah aja makanya nangis." Luna buru-buru mengusap air mata di wajahnya.

"Aku tadi melihat ibu mertuamu dari rumah ini, makanya aku nungguin dia keluar dulu. Kamu habis dimaki-maki lagi sama dia? Kali ini soal apalagi?"

Luna langsung mengalihkan pandangannya dan kembali memakan sarapan yang belum habis.

"Sarapan dulu yuk. Mumpung Mbak Peni masak banyak lauk. Ini tumis udang buatanku loh," kata Luna mengalihkan perhatian.

Dia hanya tidak mau Sofia histeris kalau tahu apa yang diucapkan oleh Kalingga dan Bu Devi tadi. Sudah bisa dipastikan bahwa Sofia akan memaksanya untuk berpisah dari Kalingga.

Sofia menghela nafas panjang, lalu ikut duduk di seberang Luna. Wanita itu terus mengamati Luna, sampai-sampai Luna tersedak.

"Aku nggak akan tinggal diam kalau Kalingga dan ibunya ngapa-ngapain kamu, Lun. Kamu tahu papaku pekerjaannya apa. Begitu juga dengan Mas Elang. Mamaku juga udah nganggep kamu sebagai anaknya sendiri. Kami nggak akan melupakan kebaikan ibu kamu," kata Sofia dengan wajah serius.

Luna mengangguk. Dia tidak ingin melibatkan keluarga Sofia dalam menghadapi masalahnya. Masuk ke keluarga Kalingga bukanlah keinginannya, melainkan wasiat dari sang ayah sebelum meninggal. Pria itu terus memohon agar dia mau menikah dengan Kalingga, anak dari pemilik perusahaan tempat sang ayah bekerja.

Meskipun awalnya Luna menolak mentah-mentah karena merasa terintimidasi, tapi dengan sangat terpaksa dia menerimanya karena paksaan dari keluarga Kalingga.

Dan sekarang, entah kenapa Kalingga justru ingin segera mengakhiri pernikahan ini. Kenapa mereka memaksanya menikah dengan Kalingga jika pada akhirnya memaksanya juga untuk berpisah dari lelaki itu?

Ada yang aneh di sini. Tapi apa? Apa sebenarnya tujuan dari pernikahan ini?

"Lun, kamu nggak apa-apa? Kakimu masih sakit?"

Luna mengerjap. Dia mendongak dan tersenyum tipis. "Iya, Sof. Kakiku masih sakit dan kaku. Belum bisa dibuat berdiri dalam waktu yang lama."

Sofia mengangguk. "Setelah ke dokter Irfan, nanti ke tempatku ya. Aku mau mengajak kamu jalan-jalan habis itu."

***

"Pak, ada tamu yang ingin bertemu."

Kalingga mendongak dan menatap Celine, sekretarisnya, dengan kening berkerut.

"Siapa? Sudah buat janji dengan saya sebelumnya?"

"Katanya mantan kekasih anda, Pak," jawab Celine takut-takut.

Mata Kalingga langsung membelalak. Dia menegakkan punggungnya. "Renata maksud kamu?"

Celine mengangguk. "Iya, Pak. Disuruh masuk atau menunggu di lobi?"

"Suruh dia masuk," perintahnya.

"Baik, Pak."

Kalingga merapikan pakaian dan rambutnya. Dia sudah tidak sabar untuk bertemu dengan sang mantan. Tidak, sebenarnya mereka adalah sepasang kekasih sebelum akhirnya dia terpaksa harus menikah dengan Luna Gayatri.

Pintu terbuka, menampilkan wanita cantik dan anggun dengan pakaian mahal dan berkelas. Rambutnya berwarna hitam berkilau dan keriting gantung di ujungnya.

Seperti rambut Luna. Tunggu! Kenapa juga dia malah memikirkan perempuan miskin itu?

"Kalingga! Aku kangen!" pekik Renata sambil berlari lalu melompat ke dalam pelukannya.

Rambut Renata begitu wangi, tapi entah kenapa malah terlalu menusuk hidungnya. Berbeda dengan wangi rambut Luna yang lembut dan...

Kalingga mengerjap sambil menggeleng-gelengkan kepalanya beberapa kali untuk mengusir bayangan Luna yang memakai lingerie merah kemarin malam. Sialan!

"Kamu bilang akan menceraikan perempuan miskin itu setelah dua tahun. Kamu udah bercerai kan dari dia? Aku mau kita kembali dan menikah. Nggak masalah kalau kamu statusnya duda," kata Renata setelah pelukan mereka terlepas, namun tangan wanita itu masih memegang kedua lengannya.

Kalingga tertegun. Keinginan untuk menceraikan Luna yang sebelumnya begitu kuat, entah kenapa perlahan memudar. Dia sudah yakin akan menceraikan perempuan itu setelah Irfan bilang bahwa Luna sudah mulai bisa berdiri dan melangkah, tapi kemarin malam dia merasa ada yang aneh.

"Lingga? Kamu udah bercerai dari dia kan?" tanya Renata curiga.

Kalingga menelan ludah. Tidak menjawab pertanyaan itu.

"Kamu belum bercerai dari dia?" pekik Renata marah. Wanita itu menatapnya tajam. "Mau menunggu apalagi? Atau jangan-jangan kamu udah tidur sama dia?"

Kali ini, Kalingga melengos dan kembali duduk di kursi kerjanya. Dia tidak tahu kenapa tidak bisa jujur pada wanita itu. Dua bulan yang lalu, dia melakukan hal yang gila dengan berpura-pura baik pada Luna, hingga akhirnya mereka melakukan malam pertama.

Plak!

"Brengsek! Kamu bilang nggak bakalan menyentuh dia, tapi apa? Kamu udah mengkhianati cinta kita!" jerit Renata dengan wajah memerah dan mata melotot setelah menampar pipinya.

"Renata, aku bisa jelasin. Aku sebenarnya cuma berpura-pura baik sama dia biar dia mau menjalani fisioterapi secara rutin. Kalau dia sembuh dari lumpuhnya, kami akan bercerai sesuai perjanjian pranikah yang udah kami buat sebelum menikah."

Kening Kalingga mengernyit. Rasanya ada yang mengganjal ketika dia mengatakan tentang hal itu. Perasaannya mengatakan untuk tidak menceritakan tentang perjanjian pranikah itu pada Renata, tapi dia menepis pemikiran itu.

"Benarkah?" Mata Renata membulat tidak percaya. "Kamu serius? Kamu nggak bohong, kan?"

Kalingga mengangguk ragu. Kenapa perasaannya menjadi begini? Seharusnya dia yakin dengan keputusannya. Dia sudah berjanji pada Renata untuk menikahi perempuan itu setelah dia menceraikan Luna.

Ya, seharusnya dia lebih fokus pada Renata. Perempuan itu sudah berkorban perasaan untuknya. Rela sakit hati melepaskan dirinya untuk menikah dengan perempuan lain. Bukankah Renata berhak untuk mengambil posisinya kembali?

***

"Kenapa kamu berbohong pada Kalingga?"

Luna melengos ketika Irfan, sahabat sekaligus sepupu Kalingga bertanya dengan tatapan penuh intimidasi.

"Bukan urusan kamu," jawabnya dengan wajah datar. Tapi tiba-tiba dia tersadar akan sesuatu. Wajahnya menoleh ke arah pria itu dengan tatapan curiga. "Kenapa kamu bilang kalau aku udah bisa berjalan? Kamu tahu sendiri aku baru sampai pada tahap berdiri. Kamu...sengaja kan?"

Ya, masuk akal. Tentu saja Kalingga akan menceritakan tentang perjanjian pranikah mereka pada Irfan. Pantas saja laki-laki itu memberikan pelayanan ekstra dan perhatian penuh selama dua bulan terakhir. Bersamaan dengan Kalingga yang tiba-tiba bersikap baik dan hangat padanya.

"Kukira kamu berbeda. Satu-satunya orang baik di keluarga Mas Kalingga yang setidaknya bisa aku harapkan," ucapnya dengan hati kecewa.

Irfan tersenyum miring. Pria berkulit putih itu menatapnya dengan ekspresi dingin.

"Jangan pernah berharap pada manusia, Luna Gayatri." Irfan mencondongkan tubuh ke arahnya. "Lebih baik kamu cepat bisa berjalan dan pergi dari keluarga Wisnuwardhana sejauh mungkin."

Luna menatap Irfan dengan dagu terangkat. "Aku mencintai Mas Lingga. Kamu atau keluarga besarmu nggak akan bisa menjauhkan aku dari dia."

Pria itu mendengkus, lalu menggeleng dua kali. "Trust me, Luna. Kamu akan mencariku suatu saat nanti untuk meminta penjelasan."

Luna menatap Irfan bingung. Apa maksudnya?

"Dan ketika saat itu tiba, pastikan kamu dalam keadaan siap."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • BERLIAN YANG DICAMPAKKAN    Extra Part 4

    Sofia terduduk di lantai ruangan tempat menyimpan barang-barang tak terpakai di dekat tangga menuju ke rooftop hotel. Seluruh tubuhnya gemetaran. Dadanya berdegup dua kali lebih cepat dan rasanya begitu sesak. Niatnya tadi ke rooftop adalah untuk mencari Luna, untuk mengadu pada sahabatnya itu mengenai ulah kakaknya. Saat Nathan pamit ke toilet dan tak kunjung kembali, teman-teman kuliahnya mulai curiga. Mereka mengatakan hal-hal yang membuat Sofia kesal. "Sof, kamu yakin suami kamu beneran cinta sama kamu? Kok sejak tadi kayak lempeng-lempeng aja gitu nggak senyum sama sekali?" "Dia kan emang dingin dan cuek orangnya," balas Sofia. "Tapi nggak gitu juga kali. Masa di pernikahan sendiri kok kayak lagi takziah gitu?" "Iya ya bener. Sebenarnya aku udah lama mau bilang gini, tapi aku nggak enak sama kamu, Sof. Nathan...kayaknya nggak begitu cinta deh sama kamu. Cintamu bertepuk sebelah tangan. Kelihatan banget cuma kamu yang berjuang dalam hubungan ini." Saat itu, Sofia benar-

  • BERLIAN YANG DICAMPAKKAN    Extra Part 3

    "Kenapa sih kakak tega? Kalau memang kamu belum selesai dengan masa lalu, kenapa deketin sahabatku? Jangan pernah menyakiti orang lain hanya untuk mencari pelarian kak," ucap Luna dengan lirih.Dia benar-benar kecewa dengan kakak sulungnya itu. Sama sekali tidak menyangka bahwa lelaki itu ternyata mewarisi sifat ayah mereka. Padahal, selama ini Luna begitu bahagia karena mengira bahwa Nathan serius dengan Sofia.Sahabatnya itu selalu terlihat bahagia setiap kali dia membahas soal Nathan. Luna sampai yakin bahwa Nathan sudah benar-benar move on. Tapi ternyata dia salah besar. Rasa cinta itu terlalu besar, sampai-sampai Nathan tidak tertolong lagi."Please, aku mohon sama kamu Kak. Please, please banget. Berhenti aja sampai di sini. Jangan menyakiti sahabatku, atau siapapun itu. Sebelum terlalu jauh. Jangan sampai kamu menunggu semuanya hancur seperti apa yang dilakukan oleh ayah kita. Dan aku yang akhirnya menjadi korban."Kedua mata Luna berkaca-kaca. Hatinya terasa sakit sekali melih

  • BERLIAN YANG DICAMPAKKAN    Extra Part 2

    "Siapa Yang?" Kalingga melihat ke sekeliling ballroom dan tidak melihat ada seseorang yang aneh, yang berpotensi untuk mengganggu istrinya. Kecuali Alek tentu saja."Itu Mas, cewek yang barusan masuk. Sama cowok bule. Setahuku tuh cowok dulu bosnya Kak Nathan," bisik Luna.Kalingga menoleh ke arah pintu masuk dan langsung membelalak. "Buset!" pekiknya tanpa sadar.Luna langsung menoleh dan menatap Kalingga dengan tajam. "Apa maksudnya bilang kayak gitu?"Kalingga langsung membeku. Terlihat seperti baru saja ketahuan tengah berbuat salah. "Eh...i-itu, Yang. Tuh cewek yang rambutnya hitam terus tinggi langsing kayak model itu kan?""Iya? Terus? Mau bilang dia cantik?" cecar Luna dengan sebelah alis terangkat.Kalingga buru-buru menggeleng. "Nggak, nggak! Tetep kamu yang paling cantik, Yang. Serius. Kamu sendirian udah bisa bikin Mas puas kok. Nggak ada yang lain.""Terus?""Eh, itu...si cewek yang kamu bilang itu...dia lagi deketin kakakmu. Terus...si Nathan malah bengong."Gantian mata

  • BERLIAN YANG DICAMPAKKAN    Extra Part 1

    "Bestieee!" Luna memeluk Sofia dengan sangat erat dan girang bukan main. "Akhirnya kamu nikah juga!"Sofia tertawa kecil sambil membalas pelukannya. Setelah penantian selama lima tahun, akhirnya sang sahabat menikah dengan sang kakak sulung, Nathan Wilson. Luna bahagia karena akhirnya mereka benar-benar menjadi saudara."Maaf ya aku baru bisa dateng. Kemarin lusa aja aku harus ngeyel sama Kak Ethan biar bisa ngambil penerbangan habis meeting. Tahu sendiri kakakku yang satu itu gimana overprotektifnya kalau sama aku," keluh Luna dengan wajah memelas."Ck, kayak sama siapa aja kamu. Masih bagus kamu sempat dateng. Aku malah udah legowo waktu denger dari Mas Nathan kalau kamu mungkin nggak bisa dateng, mengingat di Rusia sana lagi musim salju."Luna tersenyum senang melihat betapa cantiknya Sofia dengan riasan sederhana namun terlihat mewah dan elegan. Tidak terlalu menor dan tebal seperti riasan pengantin Indonesia pada umumnya."Sayang banget aku nggak bisa menyaksikan akad nikah kalia

  • BERLIAN YANG DICAMPAKKAN    Bab 123 - TAMAT

    Luna benar-benar tak bisa berkata-kata mendengar perkataan ketus suaminya. Lelaki itu bahkan menutupi bagian atas payudaranya yang kelihatan ketika Kala sedang menyusu. Berkali-kali memelototi pria asing yang terlihat salah tingkah saat terpergok sedang terpana melihatnya."Gimana kalau kita makan aja? Udah siang juga ini. Kalian pasti belum makan kan tadi?" Suara Lena memecahkan kecanggungan yang terjadi, membuat Luna lega dan bersyukur ibunya begitu supel. "Ethaan! Sini bantu mama, Nak! Alek, jangan cuma main hape. Sini bantu mama bikin es sama kopi. Eh, kalian mau es kan? Saya selalu gerah dan haus sejak tinggal di sini."Luna meringis ketika melihat tamu-tamu itu tersenyum paksa. Mungkin heran dengan ibunya yang kegerahan, padahal mereka sedang berada di Malang bagian perumahan yang hawanya masih dingin. Mungkin karena ibunya terbiasa menghadapi musim salju, jadi kota sedingin Malang dan Batu pun bagi Lena justru gerah."Kalian nggak makan juga? Kenalin, Tante ini adik iparnya ibu

  • BERLIAN YANG DICAMPAKKAN    Bab 122

    Entah sudah berapa lama Kalingga menatap tajam Alek yang terus saja menempel pada istrinya di ruang keluarga. Keningnya seperti berkerut permanen, karena rasa kesal yang terus bertambah setiap kali melihat Alek yang selalu mencari alasan agar bisa melayani Luna. Termasuk menyuapi makan dan mengambilkan air minum."Jangan korbankan bayi yang baru lahir hanya karena rasa cemburumu."Kerutan di antara kedua alis Kalingga langsung hilang, digantikan dengan rasa kaget. Tangannya refleks menjauh dari paha anaknya. Dia menoleh ke sumber suara, mendapati Ethan yang sedang menatapnya datar."Sejak kapan kamu di situ?" tanyanya heran."Sejak kau terus mengawasi istrimu seperti seorang penguntit."Kalingga mendengkus. Dia menatap anaknya yang masih kemerahan dan malah tidur dengan nyenyak dalam gendongannya, padahal seharusnya anak itu bangun dan meraung-raung minta ASI untuk mengalihkan perhatian ibunya.Diamatinya wajah itu. Begitu mirip dengan Luna. Bulu matanya panjang dan lentik, hidungnya

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status