Share

BAB VI KABAR BURUK

“Jam berapa ini Nita, kenapa Andre belum juga muncul, sudah habis kesabaran Kaka nunggu dia“ Dinda tiba-tiba masuk ke dalam kamar Anita, anita yang tertidur akibat kelelahan tersentak, ia melirik jam disudut kamarnya sudah empat jam berlalu, harusnya hanya tiga puluh menitan saja perjalanan dari rumah Andre kenapa selama ini belum ada kabar, Anita meraih ponselnya dan mencoba menghubungi Andre, namun tidak pernah berhasil, Ia terus mencoba menelpon namun semunya nihil. Hatinya mulai gusar, ada gurat ketakutan kalau andre akan lari dari tanggungjawab untuk menikahinya, namun ia yakin bahwa Andre sangat mencintainya dan tidak mungkin melakukan hal tersebut. beberapa pikiran buruk muncul, akankah Andre sudah mengatakan kejadian kehamilannya pada kedua orangtuanya dan orangtua Andre tidak menyetujui mereka, sehingga Andre harus lari dari semua ini, atau hal buruk terjadi padanya dan membuat Andre tidak bisa sampai kerumahnya, semua pikiran negatif itu muncul begitu saja membuatnya gusar tidak menentu. Anita meraih ponsel disampingnya dan menscroll nomor telepon Andre, dia menghubungi nya namun nomornya tidak terhubung, hanya suara operator yang mengatakan nomornya tidak dapat dihubungi, Anita mencobanya lagi namun hal yang sama berulang-ulang ia dapatkan, dengan setengah putus asa ia mencoba terus menghubungi kekasih hatinya itu.

“kak, nomor Andre tidak bisa aku telpon, aku sudah coba terus menerus tapi tidak masuk, kak aku harus bagaimana, Andre dia, apa dia gamau tanggung jawab atas semua ini ka? aku gimana ka“ Isak tangis Anita kembali terdengar kearah Dinda, dia berusaha namun tidak dapat menghubungi Andre, hatinya mulai gusar dan rapuh seluruh pikiran negatif terlintas dibenaknya.

“kok bisa, jangan bilang dia kabur,coba terus hubungi dia, atau tidak hubungi keluarganya, ini masalah serius anita, jangan main-main. Kita harus mengetahui Andre dimana hari ini juga “ Dinda melotot kesal pada adiknya

menit berlalu, tidak terasa hari mulai gelap, Anita yang gusar kini mulai duduk dipojok kamarnya, ia tidak tahan dengan semua cobaan ini, sebuah kesalahan yang dilakukannya, tidak disangka menimbulkan efek besar terhadap hidupnya, ia kini harus mengalami cobaan yang dahsyat hanya karena sebuah ego yang ia lakukan bersama dengan Andre, andai hari itu ia menolak nafsu yang membara antara ia dan Andre mungkin kesakitan ini tidak akan terjadi, tapi ia tidak bisa lari itu semua sudah terjadi, dan Anita benar-benar rapuh saat ini, ia membayangkan bagaimana anaknya nanti bila lahir tanpa ayah, dan bagaimana ia bisa menghadapi hidup dengan mengandung tanpa suami, semua yang ia pikirkan membuatnya tidak berhenti menggulirkan air mata. Anita merasa semua tenaganya telah habis kini hanya sesak yang ia rasakan.

Tiba-tiba handphone nita berbunyi, itu dari Jajang teman dekat Andre, Anita bergegas mengangkatnya. Andre pasti habis baterai dia meminjam hp jajang untuk menghubunginya, Anita tau Andre laki-laki yang bertanggungjawab. pikirannya segera berubah, raut wajahnya mulai menampakkan cahaya kembali, ia lalu menekan tombol hijau dan menjawab panggilan Jajang.

“halo Jang, kamu lagi sama Andre ya, Andre mana, aku harus segera bicara sama dia Jang, ini penting tolong kasih telponnya sama Andre“

“anita, tenang ta,, aku nelpon kamu karena..."

" mana Andre , Jang aku butuh banget bicara sama Andre aku mohon jang"

"Andre tadi kecelakaan Ta, Motornya terpental jauh, dan tubuhnya ketindih, kita sudah berusaha, tapi nyawa Andre ga ketolong Ta, dia meninggal, aku takut kamu tidak diberi tahu masalah ini makannya aku inget harus hubungi kamu, sebelum Andre pergi tadi aku nelpon dia dan ngajak dia nongkrong dia bilang harus segera nemuin Anita, makanya aku nelpon kamu“

“Ngga,,,, gamungkin, kamu bohong Jang, ga mungkin….“anita tidak percaya begitu saja dengan yang dikatakan Jajang, dia terus menuduh Jajang berbohong.

"aku serius ta, untuk hal setragis ini aku ga akan pernah berbohong, sori ya Ta, cuman ini yang bisa gue bilang" tangis Anita pecah seketika, Anita benar-benar tidak menyangka apa yang baru saja didengarnya, Anita Tersungkur tidak tahu harus berbuat apa, tubuhnya gontai dan matanya berkunang-kunang, sampai akhirnya Ia tidak sadarkan diri, semuanya tampak gelap, tidak ada ruang untuknya bernafas.

****

"kak, Andre"

"kakak tau Nita, sudahlah kamu jangan dulu banyak bicara kita sedang di rumah sakit, tadi kaki kamu ngeluarin darah, Kaka takut kamu kenapa-kenapa makanya Kaka bawa kesini. Anita kamu harus sabar, harus ikhlas dengan kejadian ini" Dinda mencoba menenangkan adiknya yang baru saja siuman.

"aku harus kerumah Andre ka, aku gabisa diam aja, aku harus kesana, aku mohon ijinin aku kerumah Andre ka, aku harus kesana" Anita bangun dari tempat tidurnya dan berusaha membuka infusan ditangannya.

"Anita, Andre sudah dimakamkan, tadi Kaka nelpon Nomor yang terakhir menghubungi kamu untuk nanyain semuanya, polisi sudah menyatakan kalau ini murni kecelakaan, dan Andre segera dikebumikan atas permintaan keluarga, kamu harus kuat, ada janin yang tertanam dirahim kamu, harus kamu pikirkan itu juga Anita"

"aku gabisa ka, gimana caranya aku bisa ngelahirin tanpa suami, aku takut akan dirajam ka aku takut, ka Tolong aku.."

"mba akan bicara dengan mas Heru, apa yang bisa kita lakukan buat ini semua, mas Heru baru pulang besok, mba janji akan bantu kamu, apalagi ini soal nyawa, tapi kamu harus janji apapun keputusan mba sama mas Heru nanti, kamu harus menerima. kita gabisa tinggal diam dengan ini semua"

" iya ka aku janji, andaikata Kaka harus nikahkan aku sama duda juga aku gapapa ka, asal anak ini lahir dengan ayah, meskipun ayah kandungnya sudah tidak ada" Anita meratapi semuanya dengan hati yang mencoba kuat, ia memegang perutnya dan menangis tanpa bisa ia bendung.

"maaf mba, waktunya visit" seorang laki-laki berjas putih masuk sambil memeriksa Anita, dia mengecek kondisi Anita, dan suster yang bersamanya mengecek tensi serta suhu badan Anita saat itu.

"sepertinya mba Anita sudah baikan ya, mungkin besok sudah boleh pulang, istirahat yang cukup, semoga bayi dalam kandungan mba Anita bisa sehat terus, saya resepkam obat untuk mba Dinda tebus" dokter itu berkata sambil menuliskan resep obat yan yang harus ditebus Dinda dan menyerahkan tulisan resep pada Dinda.

"kalau begitu saya permisi dulu ya" dokter berpamitan dan segera meninggalkan ruangan Anita.

"kamu istirahat saja Nita, Kaka akan tebus obatnya sekalian mencarikan kamu makanan, kamu jangan nangis terus, semuanya akan baik-baik saja, anak ini akan lahir dan hidup dengan orangtua yang lengkap mba janji" Anita mengusap perut Anita dan menjanjikan akan membantu bayi itu lahir dengan ayahnya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status