BAB 4 PEKERJAAN
"Kau dari mana saja?" Giliran Agung yang menghadang adiknya di depan pintu.
"Aku kerja Bang."
"Kerja apa lagi?"
"Jadi tukang bersih-bersih rumah."
"Kerjaan macam apa itu!"
"Kerjaan halal untuk kita bertahan hidup!"
Talisa ingin menyindir abangnya yang penganguran, tidak mau berusaha mencari kerja malah mengomentari jenis pekerjaannya. Padahal Talisa sendiri yang harus membiayai semua pengeluaran di rumah, abangnya cuma makan, tidur, numpang hidup gratis dengan malas-malasan.
Tapi menurut Talisa, percuma meributkan perkara keuangan dengan abangnya, mereka hanya akan bertengkar. Lebih baik Talisa bekerja dapat duit dan masalah beres. Cuma itu jurus paling waras agar tidak mendadak gila.
Sebenarnya Talisa juga sangat capek, ibarat hidup seorang diri tanpa boleh minta tolong pada siapapun. Selesai dari kampus Talisa langsung bersih-bersih rumah seluas tiga lantai seorang diri, pulang sebentar sudah harus segera bersiap lagi untuk bekerja di tempat karaoke sampai hampir pagi. Tapi Talisa tidak punya waktu untuk mengeluh, dan dia tahu tidak akan ada yang mendengarkan ocehanya kecuali angin.
Talisa buru-buru mandi kemudian kembali mengecat kuku karena bekerja seminggu sebagai tukang bersih-bersih membuat kuku tangan dan kakainya menjadi hancur. Talisa bekerja di tempat karaoke yang cukup besar dan elit, dia dituntut berpenampilan cantik mulai dari ujung kepala sampai ujung jari kaki.
"Aku berangkat, Bang!"
Meski cuma sambil lalu, Talisa tetap berpamitan pada abangnya setiap kali pergi bekerja. Padahal Agung juga tidak perduli, dia tetap asik dengan layar ponsel sambil menghisap asap rokok di kursi teras favoritnya.
Tempat Talisa bekerja sebenarnya bukan cuma menyediakan hiburan karaoke tapi juga klub malam dengan bar yang cuma saling bersebelahan gedung. Talisa bekerja mulai jam sembilan malam sampai jam tiga pagi di hari normal dan bisa benar-benar sampai tembus pagi jika tahun baru atau akhir pekan. Hari ini kebetulan malam minggu, pengunjung akan lebih ramai dan Talisa bisa pulang makin larut, padahal dia sedang dalam kondisi super capek akibat kerja paruhwaktunya.
Meski tugas Talisa cuma sebagai kasir di tempat karaoke, tapi tak jarang dia juga didekati tamu iseng. Apa lagi Talisa cantik, tinggi semampai sempurna, dengan kulit kuning lasat mulus dan lesung pipi exstra manis saat tersenyum. Talisa sering mendapat tawaran kencan dengan imbalan mengiurkan tapi gadis itu selalu berhasil menolak bujukan hidung belang jenis apapun.
Mungkin malam itu saja Talisa sedang agak sial, sudah hampir jam satu malam, Talisa yang sudah terlampau lelah dihampiri pengunjung yang sepertinya baru pindah dari klub sebelah.
"Berapa hargamu untuk satu malam?" Pria berjas rapi itu langsung bertanya di hadapan Talisa.
"Maaf, saya hanya melayani pembayaran." Talisa tetap bicara dengan sopan karena baru sadar jika pria di hadapannya agak mabuk.
"Kau boleh sebut berapa saja, aku akan bayar!" pria itu menantang dengan terus terang. "Aku punya uang untuk membayar tubuhmu siang dan malam!"
"Maaf, saya tidak menjual diri!" Talisa langsung bicara tegas karena sudah terlampau lelah untuk diajak bercanda.
"Omong kosong! jangan kira aku tidak tahu harga wanita-wanita murahan sepertimu!" Talisa malah ditunjuk dengan teriakan lantang.
Sebenarnya Talisa tidak ingin ribut tapi pria mabuk memang mudah tersinggung. Apalagi jika dia merasa gagah dan hebat tapi ditolak oleh wanita yang dia anggap murah.
"Pelac*ur sok jual mahal!"
"Saya bisa memanggil sekuriti jika Anda ribut di sini!" Talisa mengancam.
"Bahkan tempat sialan ini bisa aku beli!"
Sepertinya pria itu juga tidak sedang membual karena kalau dinilai dari penampilanya memang terlihat mahal, masih muda, dan tampan. Cuma karena pengaruh alkohol otaknya jadi tidak berguna.
"Wanita brengsek!"
Talisa terus dimaki tapi kali ini Talisa sudah pilih diam sampai akhirnya sekuriti yang datang untuk menenangkan. Sekuriti itu tidak berani mengusir karena sepertinya dia lebih tahu siapa yang sedang mereka hadapi.
"Ingat! Aku bisa membeli tempat ini!"
Talisa tetap diam untuk menjalankan SOP.
"Akan kuingat wajah sombongmu itu!"
Benar-benar tamu kaya yang menguras kesabaran, tapi bekerja di tempat hiburan malam seperti itu memang harus banyak-banyak latihan tebal telinga.
BAB 5 HARI SIAL Hari yang sial, gara-gara Talisa bertemu pengunjung kaya yang suka cari ribut, akhirnya Talisa harus menghadap HRD. Akibatnya Talisa jadi harus pulang sampai hampir pagi, cuma sempat tidur dua jam sudah harus bangun lagi. Talisa langsung bergegas mandi untuk buru-buru bersiap ke kampus. "Jadi hari ini tidak ada makanan lagi?" Agung menghadang adiknya yang mau keluar pintu kamar. "Ada telur dan mie instan di rak dapur, aku buru-buru Bang!" "Sudah empat hari aku kau suruh makan mie instan!" Agung mengeluh. "Tidak ada gizinya!" "Mau kusuruh masak rendang Abang juga gak bakal bisa!" Talisa tetap mau pergi, masa bodoh dengan cucian piring yang sejak kemarin Agung biarkan bertumpuk di wastafel. "Sejak kau kerja mengurus rumah orang, urusan rumahmu sendiri tidak kau kerjakan, memangnya berapa gajimu jadi pembantu!" "Abang kan bisa, habis makan, piringnya langsung dicuci! Sapu lantai rumah sebentar sebelum nongkrong di teras!" "Bersih-bersih rumah itu tugas perempuan!
BAB 6 TERTANGKAPTernyata pria itu memang tidak melalui anak tangga, dia langsung melompat dari bawah rangka tangga metal, berayun di pagar kemudian meloncat untuk menyergap tubuh Talisa. Talisa ingin menjerit, namun lehernya sudah lebih dulu dicekik. Akhirnya Talisa melihat wajah seorang Calvin Alexander dari jarak yang sangat dekat. Pria dingin yang jelas tidak suka diusik. Tampan luar biasa tapi tatapannya tajam seperti sisi belati yang berkilat dalam gelap. Talisa tidak sempat berpikir, dia langsung menangkupkan tangan dengan kuda-kuda kaki siaga. Posisi Talisa jadi seperti memeluk lengan pria yang sedang mencekiknya, tapi dalam gerakan sangat cepat. Talisa memusatkan seluruh tenaga kepalan tanganya untuk menghatam tepat di persendian siku lawan dari sisi atas. Efek kejutan itu membuat cengkeraman di leher Talisa terlepas. Kepala Talisa segera berkelit dan tidak lupa lututnya yang sudah siaga menendang keras tepat ke bawah pusar. "Wanita terkutuk!" Pria sebesar apapun bakal m
BAB 7 KONTRAK Talisa masih belum tahu akan diberi pekerjaan apa, yang terpenting nyawanya selamat dulu. Asal Talisa tidak diminta untuk ikut melakukan pembunuha*n. Calvin Alexander sangat misterius, dingin dan keji. Pria macam itu tidak akan main-main dengan ucapannya. Sudah semalaman tembus pagi, Talisa kembali dikurung di dalam kamar seorang diri. Tapi anehnya Talisa sama sekali tidak melihat atau mendengar suara pekerja lain yang datang ke rumah tersebut. Padahal selama ini Talisa berpikir, mungkin pekerja lain datang pagi hari, atau mungkin hari ini mereka semua diliburkan. Sudah beberapa kali Talisa mengintip ke luar jendela, halamannya sepi, sama sekali tidak ada orang karena sepertinya Mr. Alexander juga sudah pergi. Sampai tengah hari belum juga terdengar suara manusia lain yang datang. Entah Mr. Alexander pergi ke mana. Diam-diam Talisa juga penasaran dimana pria itu menguburkan tubuh wanita yang tadi malam dia seret ke halaman belakang. Atau mungkin itu bukan kali pertama
BAB 8 ISTRI BAYARANTalisa tidak menyangka dirinya masih dibiarkan hidup setelah melihat mayat di garasi. Bahkan sekarang Talisa malah diberi pekerjaan. Pekerjaan sebagai istri bayaran seorang billionaire psikopat. Pekerjaannya seperti kurang enak didengar telinga, tapi jumlah seratus juta sepertinya akan sepadan. Dengan uang seratus juta, Talisa tidak perlu lagi bekerja di tempat karaoke, dia juga masih bisa menyelesaikan kuliah. Masa bodoh dengan kejahatan yang telah dilakukan oleh Calvin Alexander. Talisa tidak akan ikut campur, pria itu sangat kaya, bisa saja dia bebas dari hukum.Akhirnya Talisa dapat kembali menjalani hidup normal. Pagi ini Talisa berangkat ke kampus dengan langkah ringan karena mengingat seratus juta dalam rekeningnya. Talisa tidak perlu pusing memikirkan beban pengeluaran bulanan serta uang semester. Masalah Talisa cuma tinggal perkara kontak nomor teleponnya yang raib semua, ternyata hal sepele itu jadi merepotkan dan sekarang layar ponsel barunya juga hanc
BAB 9 KEBOHONGANSeorang pria terlihat berbisik pada pelayan yang bertugas mengedarkan minuman. Tatapan pria itu masih tertuju pada sosok wanita cantik yang sedang berada di sisi Calvin Alexander.Talisa juga masih belum sadar jika sejak tadi dirinya sedang diperhatikan. Pikiran Talisa masih terlalu fokus pada pria di sampingnya yang terus membuat jantung berdegup kencang, tampan tapi galak."Ingat, jangan membuatku malu!" Calvin berbisik di telinga Talisa dengan gestur seperti baru mengecup sisi keningnya."Sepertinya hak sepatuku terlalu tinggi." Talisa mengeluhkan berdirinya yang tidak nyaman.Jemari tangan Talisa langsung digenggam kencang, rasanya hangat tapi Talisa gemetar, Talisa bakal sangat malu bila sampai ketahuan. Talisa terus berusaha menepis segala pikiran konyolnya, karena maksud Calvin cuma membantu Talisa agar berdiri tegak. Tapi Calvin Alexander memang mahluk yang sulit untuk diabaikan. Tampan luar biasa, berkarisma dengan pembawan tegas penuh wibawa. Seorang pria
BAB 10 PEMARAH DAN DINGINKarena Calvin masih terlihat marah, Talisa jadi tidak berani bersuara sampai mereka benar-benar berhenti di dalam garasi."Apa aku bisa langsung pulang?" Talisa memberanikan diri untuk bertanya dengan hati-hati."Sudah larut malam, pulang saja besok!""Aku sudah biasa pergi malam, pulang pagi juga tidak masalah." Talisa menjelaskan."Aku menyuruhmu menginap!"Calvin bicara tanpa menoleh Talisa lagi, dia juga langsung keluar lebih dulu kemudian pergi naik ke lantai tiga. Benar-benar baru kali ini Talisa bertemu mahluk seperti itu, dingin, kaku, dan pemarah.Walaupun sambil menggerutu, Talisa ikut pergi ke kamarnya sendiri di lantai dua. Talisa segera melepas semua pakaian serta aksesoris, terutama cincin berlian di jari manisnya. Memakai cincin berlian seharga ratusan juta mungkin membuat Talisa takut. Buru-buru Talisa memasukkan benda itu ke dalam laci, berharap hatinya akan segera tenang, tapi ternyata juga tidak.Malam itu, Talisa kesulitan untuk memejamkan
BAB 11 HARUS SELALU WASPADA"Maaf, aku belum merapikan kamar karena tidak tahu Anda akan pulang lebih cepat.""Kerjakan sekarang!" Calvin masih duduk di sofa. "Ganti semua seprai serta selimutnya!""Ya!"Talisa mengangguk dan segera pergi ke kamar Calvin tanpa memiliki pikiran macam-macam. Talisa lega karena sepertinya Calvin memang tidak tahu jika dia baru dari halaman belakang, Calvin benar-benar cuma ingin mengembalikan ponsel jelek miliknya. Nampaknya Talisa Lupa jika Calvin telah menanamkan pelacak. Jangankan Talisa yang cuma berkeliaran di halaman belakang, kemana Talisa pergi seharian kemarin, Calvin juga bisa tahu.Talisa lekas mengganti seprai, sarung bantal dan selimut. Talisa baru menarik ujung seprai bagian atas kepala ranjang ketika tangannya tidak sengaja menyentuh benda bergemerisik seperti plastik."Oh!"Talisa terkejut melihat bekas bungkus alat kontrasepsi pria yang sudah kosong. Walaupun sudah dua puluh empat tahun Talisa tetap geli dan merinding. Talisa memang paya
BAB 12 TERKEJUTBegitu mengetahui nomor Talisa sudah kembali aktif, sebuah pesan dari Daren juga kembali masuk.[Aku ingin bertemu denganmu, segera!]"Masa bodoh!" Talisa mengabaikan.Karena tahu tidak bakal dibalas, Daren malah langsung menelpon. Talisa tetap tidak perduli, dia justru menyelipkan ponsel mahalnya ke bawah bantal.Ternyata Daren juga pantang menyerah, terus menelpon dan mengirim pesan.[Aku akan datang ke rumahmu jika kau tidak juga membalas!]"Pria brengsek!" Talisa mengumpat dulu sebelum menjawab panggilan telepon."Apa maumu?" tegas Talisa."Aku ingin bertemu, hanya berdua!""Jangan bermimpi!""Ini perintah!""Kau bukan bosku!""Akan kubayar lebih tinggi dari yang diberikan Calvin!""Coba katakan itu di depan Calvin jika kau berani!" tantang Talisa.Karena Daren tiba-tiba diam, Talisa langsung menutup sambungan teleponnya. "Pengecut!"Setelah itu Daren sudah tidak menelpon atau mengirim pesan lagi. Sebenarnya Talisa juga bingung kenapa sepertinya dia terus cenderu