Aku duduk termenung di pinggir kolam renang seraya memikirkan langkah apa yang harus kutempuh setelah ini. Niatku berbicara dengan Tuan Max terkubur sudah karena aku yakin akan banyak drama gila yang akan Lydia lakukan untuk megacaukan semuanya. Lagipula, aku belum tahu respon apa yang akan pria tua bodoh itu berikan nantinya.
Ya, dia benar-benar bodoh dan tolol. Kenapa semudah itu dia percaya bahwa Lydia adalah Silvana? Kemana semua kemampuan mengendus aroma tubuhku yang katanya sangat ahli dilakukannya? Lalu, apa dia setolol itu hingga tak menyadari suara kami jauh berbeda. Atau jangan-jangan sebenarnya Tuan Max bukan tak tahu, hanya saja tak mau tahu.
Oh, astaga, Sil
Fungsi hati adalah menghancurkan racun di dalam darah, menghasilkan protein, hingga membantu proses pencernaan. Tapi sayang, hati tak mampu menghancurkan racun dalam kenangan, menghasilkan lembaran baru, hingga membantu diri mampu menerima dan merelakan.Ya, tak semudah itu. Hati punya cara sendiri untuk kuat bertahan, mengatasi luka dan membiarkan waktu ikut bekerja.Aku sedang menunggu hal itu, menunggu waktu membuatku terbiasa dengan luka yang kini makin menganga.Keme
"Aku sebenarnya nggak mau berurusan dengan dia lagi, Sil. Tapi aku ngerasa nggak tenang biarin kamu masuk perangkap orang itu. Menurutku ... dia berbahaya."Aku berdehem pelan sebelum membenarkan tali tasku. "Aku tahu, dan kamu nggak perlu khawatir. Aku bisa jaga diri. Thanks udah ingetin aku," ucapku seraya tersenyum tipis.Leo tersenyum dan mengangguk. "Oke, sudah sampai. Aku mau mampir ke warung ibu kamu, tapi sayangnya ada janji dengan teman," ucapnya ringan.
Aku mengerjapkan mata seraya memijat kepalaku yang terasa pusing. Kuamati sekitar dan kusadari aku sedang berada dalam kamar pribadi Tuan Max.Samar kuingat kejadian terakhir kali yang membuatku ingin mengumpat bodoh. Ya, aku pingsan karena ciuman Tuan Max yang sialan panas itu.Aku menoleh ke samping dan mendapati pria itu duduk dengan tatapan tajam serta wajah datar. Entah kenapa tubuhku seolah bergetar dan nyaliku seketika menciut."Apa yang kau makan selama ini hingga berat badanmu turun drastis?" tanyanya tajam.
Mata gelap itu masih memandangku dengan tajam, aura yang dikeluarkan Tuan Max begitu membuatku bergidik tak karuan. Pria itu menarik wajahku hingga merapat padanya. Hembusan napas hangatnya mengakibatkan jantungku berdebar semakin kencang."Aku ingin sekali menidurimu saat ini. Tapi, ada yang lebih penting yang harus kita lakukan," ucapnya datar dengar suara serak.Aku menelan saliva kesusahan, reaksinya membuatku tak mengerti. Jika ia lebih dulu tahu daripada aku, mengapa ia tak memberitahu dan memilih bungkam. Jika begitu, apakah artinya hubungan kami akan seperti ini saja?
Aku merasakan pusing luar biasa saat pertama kali membuka mata, spontan aku meringis dan memegangi kepala."Syukyrlah, kamu sudah sadar."Aku menoleh dan mendapati Ibu duduk di sebelah ranjangku dengan raut wajah lega.Samar aku mengingat kembali kejadian demi kejadian yang terjadi sebelum aku jatuh pingsan, mungkin terlalu shock untuk menerima kenyataan yang tak pernah terlintas di kepalaku walau hanya sekali.
Sudah bermenit-menit berlalu, tapi mata ini tak juga kunjung terpejam. Sialnya aku malah merasa nyaman bergelung dalam dekapan bayi besar ini. Jangan, Silvana. Kamu tidak boleh terlena oleh pria berbahaya ini. Dia bisa saja memangsamu kapanpun dia mau. Tuan Max itu lebih berbahaya dari singa jantan yang kehilangan betinanya.Aku tiba-tiba kembali merasa sesak saat mengingat malam itu, saat pertama kali ia menyentuhku dengan penuh rasa sakit yang mendalam. Aku tahu ia terluka, dan aku pun sama.Wanita mana yang baik-baik saja
Aku duduk cemberut di atas ranjang yang kini melayang di angkasa. Bagaimana tidak melayang jika saat ini kami sedang berada dalam jet pribadi milik pria tua mesum itu.Sementara dirinya yang sangat bersemangat kemarin sedang duduk tenang di atas sofa sambil mengamati tablet di tangannya, sesekali wajah pria itu terlihat mengeras dan ia juga mengumpat, sungguh sangat tidak sopan.Aku heran sekali, pria ini kasar dan berprilaku buruk, selalu mengancam dan mengekangku ini itu, tapi sialnya aku malah jatuh hati dan memaafkan kesalahannya begitu saja. Aku bodoh dan aku kesal menyadari hal itu.Kini, aku sudah sah menjadi istrinya. Sungguh sampai detik ini pun aku masih belum percaya sepenuhnya, tapi bukti kongkrit tentang video serta kesaksian Jo dan Miama yang sudah kutanya langsung membuatku tak bisa berkata apa-apa.Sebelum kami berangkat, Tuan Max sempat memberiku lembaran surat yang harus kutandatangani agar pernikahan kami resmi di mata negara.Tangank
Aku membuka mata perlahan, menikmati udara sejuk yang menenangkan pikiran. Pandanganku bergerak ke kiri dan kanan, lalu menyadari bahwa kini aku sedang berada di kamar luas bernuansa putih dan abu-abu.Terakhir kali kuingat adalah kami menaiki yacht setelah terbang berpuluh jam. Sekarang aku sadar, bahwa aku sudah sangat jauh dari keluargaku.Aku menurunkan kaki menginjak lantai marmer yang terlihat mengkilap, pandanganku tertuju pada tirai berwarna abu-abu yang memberi sedikit celah pemandangan diluar sana. Jantungku berdetak kencang, bersama riak gembira yang serempak datang.Kusibak tirai dengan perlahan, dan sontak aku menahan napas. Pemandangan di luar sana begitu menakjubkan. Pepohonan hijau dengan pasir putih terhampar indah memanjakan mata, riak gelombang dari kejauhan terdengar bersahut-sahutan.Aku menggeser pintu balkon dan segera menghirup udara segar yang memanjakan paru-paru. Segala rasa penat akibat perjalanan jauh yang kami tempuh seolah sirna