Share

BLOOD INTIMATE
BLOOD INTIMATE
Author: Kiki Ryu

Bab 1

Valeri pernah berekspektasi bahwa vampir sangatlah menakutkan. Namun itu tak pernah menyurutkan tekatnya untuk memanggil salah satu dari mereka. Hidup bersama ibu tiri membuatnya lelah. Setiap hari biru di tubuhnya bertambah, entah saat ia berbuat salah maupun tidak. Selalu saja, wanita yang dinikahi ayahnya lima tahun lalu itu memiliki sejuta alasan untuk mendukung tindak asusilanya. Sementara sang ayah telah lebih dulu dipanggil sang kuasa. Membuat ibu dan dua saudara tirinya semakin merajalela.

Malam ini, langit begitu pekat tanpa sinar rembulan. Gulita menyelimuti kamar besar Valeri. Usia gadis baru genap 18 tahun. Dua hari yang lalu, ia baru saja mendapatkan hak atas semua harta warisan ayahnya. Dan hari itu pula yang ditunggu-tunggu ibu tirinya. Valeri diam dalam ketidakberdayaan. Memendam segala yang ia ketahui untuk diri sendiri. Pernah beberapa kali ingin mengakhiri hidup dengan cara terkeji, namun ia kembali teringat ayahnya dan itu menahan keinginannya untuk mati.

Tapi kali ini, Valeri benar-benar siap untuk mati, dan menjual jiwanya pada vampir. Tak ada lagi yang perlu dipertahankan. Semua aset peninggalan sang Ayah telah lenyap. Dibawa kabur oleh ibu tiri dan anak-anaknya. Dan siang tadi, pengacara keluarganya datang membawa dua kabar. Pertama, rumah yang ia tinggali kini telah jatuh dalam hutang Bank. Kedua, beberapa bukti konkret bahwa kematian sang Ayah adalah ulah ibu tirinya. Berani menjamin, itu pembunuhan.

Barmodalkan sebilah carter, ia memutus nadinya sendiri. Meringis perih, hingga menggigit bibir diantara tubuhnya yang bergetar hebat. Ia memutari lantai kamar, membuat pola serupa lingkaran dengan tanda bintang terbalik di dalamnya, lalu duduk bersimpuh di tengah lingkaran tersebut.

"Demi keabadian yang menentang kematian, aku Valeri Turner, menggenggam jiwa suciku untuk kupersembahkan padamu, makhluk paling abadi di dunia ini. Datanglah kepadaku, milikilah jiwaku. Aku akan membuat kontrak darah denganmu."

Kalimat itu terus menerus ia ucapkan seperti mantera. Semakin lirih, semakin sayup karena kesadarannya semakin habis. Darahnya terkuras, menggenangi lantai marmer yang dingin. Menguarkan aroma amis yang membuatnya ingin muntah.

Tak lama, genangan darah itu mengeluarkan cahaya yang menyilaukan. Disusul embus angin kencang yang bermula dari lantai. Valeri kira ia akan mati. Tapi suara ketukan pantofel lambat laun semakin jelas terdengar. Seorang pria berdiri di hadapannya. Menawarkan uluran tangan bersama suara husky yang mendengung; "Bukan seperti itu, Youngmajesty."

Dalam ragu, Valeri mengulurkan tangan bersimbah darahnya. Sebuah tawa samar terdengar setelahnya. Valeri memang sudah merasa layak untuk mati. Bahkan jika sosok yang kini menekuk lutut dihadapannya adalah malaikat pencabut nyawa, ia tak lagi peduli.

"Seharusnya kau memohon, tolong buatlah kontrak darah denganku."

Setelah suara berat terdengar, Valeri menjerit sejadi-jadinya. Bukan karena sosok yang ia genggam tangannya berparas serupa ekspektasinya selama ini mengenai vampir. Pria itu sepenuhnya rupawan, tipe pria yang akan membuat para gadis terpesona. Mungkin Valeri pun juga akan terpesona, andai ia tidak merasakan nadinya yang terputus menjadi panas membara.

"AAARRRGGHHH!!" Tubuh Valeri menggelinjang. Setengah mati berusaha melepaskan genggaman tangannya pada tangan kokoh si pria. Namun nihil, sedikitpun tangan itu tidak bergeming.

Lambat laun, cahaya terang dan embus angin meredup. Lambat laun pula, genangan darah di lantai dan bercak yang memenuhi tubuh terserap secara ajaib oleh luka di pergelangan tangannya yang kini menutup.

Dan luka itu menghilang, berganti sebuah simbol seekor Phoenix yang terajah sempurna.

****

Luke Magnuera Erlando Lucio adalah pangeran ke 7 diantara 12 saudara bangsawan vampir darah murni. Menurut legenda, angka ganjilnya membawa keberuntungan yang berarti kesialan untuk saudara lainnya. 7 adalah angka keramat. Butuh waktu tujuh hari untuk menciptakan dunia. Seminggu memiliki tujuh hari di dalamnya. Tuhan beristirahat pada hari ketujuh. Di Israel kuno, mereka beristirahat pada hari Sabat sebagai hari ketujuh yang adalah hari diperintahkan untuk beristirahat dan dikhususkan untuk menyembah Allah dan itu adalah perintah keempat dalam hukum taurat.

Dalam artian lain, keturunan ke tujuh bangsa vampir adalah yang terkuat. Kandidat paling unggul untuk menjadi raja dari segala raja vampir. Dianugerahi gelar Lord sejak lahir, serta secara istimewa memegang kendali akan sebagian besar bangsawan vampir. Namun Luke sepertinya tidak berminat dengan gelar maupun kedudukan itu. Dibandingkan memperluas kekuasaannya, ia justru lebih senang bermain-main dengan manusia kecil bernama Valeri Turner.

Setelah membuat kontrak darah dengan Valeri setahun lalu, Luke lebih sering berkutat di dapur daripada medan perang. Memanggang beberapa macaron berperisa strawberry yang manis, kesukaan si gadis. Tak lupa menyajikan susu dengan rasa yang sama.

"Luci!! Luci!!"

Luke memnggulir bola matanya. Hanya satu makhluk di dunia ini yang memanggilnya sekonyol itu. Membuatnya geram dan melempar celemek secara asal. Dalam langkah ketiga, ia menghilang. Lalu muncul kembali di sebuah kamar mandi mewah bernuansa hitam dan emas, juga sedikit sentuhan merah di beberapa sudut.

"Sudah kubilang jangan panggil aku seperti itu! Namaku Luke Magnuera Erlando Lucio, jika kau lupa!" Luke bertolak pinggang, kesal.

"Kenapa ada lilin violet disana?" Gadis mungil berbalut bathrobe menunjuk ke tepian kolam kecil tempatnya merendam tubuh dengan wewangian setiap hari.

"Sudah kukatakan aku tidak suka baumu. Aroma violet itu sangat kau sekali," lanjutnya.

"Yah, sebenarnya kau memang harus terbiasa dengan itu." Luke menyeringai. Kedua tangannya kini terlipat di dada.

Valeri berbalik. "Terbiasa apa maksudmu?"

Luke memajukan wajahnya, menjadi sangat dekat dengan wajah Valeri. Membuatnya harus mundur selangkah. "Kau harus terbiasa mencium aroma tubuh calon suamimu."

"Calon suami apanya! Gila saja menikahi setan jelek sepertimu," ucap Valeri sarkas.

Dibuat geram, Luke mendengkus kesal. Setahun hidup bersama rupanya tidak pernah bisa mengubah sikap semena-mena Valeri. Ia tetap saja memperlalukan Luke seperti pelayan daripada suami. Yah, bukan calon suami yang sebenarnya, sih. Karena menikahi Luke sama halnya dengan menjadi tumbal raja vampir.

"Aku bukan setan. Aku kandidat terkuat raja vampir selanjutnya."

Raja vampir atau apalah itu, Valeri tidak peduli. Gadis bersurai panjang itu mengibaskan jemari lentiknya, memberi kode agar Luke menutup mulutnya lalu berkata, "sudah cukup! Sekarang buang lilin-lilin itu!"

Luke mendekat, membuka tali bathrobe tanpa beban. Menelanjangi Valeri yang tampak santai meski tubuhnya ditatap oleh Luke. Ia hanya merengut sebal pada iblis tampan itu. Valeri selalu tidak suka jika Luke menyebut-nyebut soal pengantin, istri, atau apalah itu.

"Menjengkelkan." Ia menggerutu sebelum masuk ke dalam kolam berbusa yang secepat jentikan jari telah diganti aromanya oleh Luke. Menjadi aroma strawberry.

***

"Apa aku sangat harus pergi ke sekolah?" Valeri menghela napas jengah kala laju mobil masuk ke halaman sekolah.

"Seharusnya iya untuk manusia normal."

Daripada membalas ucapan Luke, Valeri lebih memilih merengut sebal. Melihat bibir ranum itu mengerucut membuat Luke tidak tahan dan mengecup bibir itu singkat.

"Ada yang bisa kulakukan, Youngmajesty?"

Youngmajesti maupun yang mulia berarti predikat pemujaan tertinggi pada seseorang. Para vampir menggunakannya sebagai panggilan kepada manusia yang membuat kontrak darah dengannya. Yang berarti manusia itu dimuliakan sebagai makanan vampir yang dipanggilnya bahkan sampai ia mati. Dan mereka memakannya dengan cara menghisap darah segarnya di setiap fase bulan mati.

Valeri tahu segala pemujaan itu hanyalah ilusi. Tipu daya. Persis seperti yang tertulis pada kitab-kitab kuno. Hanya saja Valeri tak lagi perduli. Memiliki Luke di sisinya jauh lebih baik daripada bersanding dengan manusia. Meskipun Luke sering mempermainkan dirinya.

"Minggu depan ujian. Kau tahu aku tidak pintar." Valeri melipat tangan di dada. Sama sekali tidak protes saat Luke menyeruk ke perpotongan lehernya. Lalu berbisik di telinga;

"Aku bisa membantumu."

"Tidak perlu." Valeri menjauh.

Lebih banyak ia meminta bantuan Luke, lebih banyak Luke mengabulkan keinginannya, maka akan semakin banyak darah yang pria  itu minum darinya. Sebisa mungkin Valeri memhindari hal itu. Sungguh, ia tidak tahan dengan rasa sakitnya.

"Dan lagi, tato ini sangat mencolok. Mereka selalu mengataiku saat melihatnya. Lagipula kenapa kau menjarahnya disini, keparat?!" Valeri menunjuk pergelangan tangannya dimana gambar burung api terpahat di sana.

Gadis itu jarang sekali tidak emosi jika berhadapan dengan Luke. Wajah tampan dengan proposi setara seorang raja itu ibarat cermin baginya. Memantulkan kenangan kelam di masa lalu.

Luke tersenyum hangat. Diusaknya surai coklat Valeri.

"Belajarlah dengan baik. Aku akan menjemputmu nanti," ucapnya sedetik sebelum mengecup pipi gadis itu.

Dan Luke tidak pernah mengingkari janjinya kepada Valeri. Entah itu untuk sebuah pembalasan dendam, maupun menjemputnya pulang sekolah seperti sekarang. Seperti biasanya, ia selalu memperlalukan Valeri kepalang manis. Mulai dari melepas sepatu atau memakaikan sepatu gadis itu, mengganti seragam, memasak, bahkan memandikannya. Meskipun untuk yang terakhir, Valeri lebih sering menolaknya.

Pantas saja Valeri menganggap Luke pelayan daripada calon suami (vampir)nya.

"Ingin sesuatu untuk makan malam?" Jika Luke berkeliaran di sampingnya, kaki Valeri menjadi jarang menyentuh lantai. Itu karena Luke selalu menggendongnya, seperti saat ini. Merebahkan tubuhnya ke atas ranjang.

"Aku tidak lapar."

"Tapi kau harus makan banyak. Kau ingat malam ini..." Luke menghentikan ucapannya saat Valeri meliriknya tajam. Lalu tertawa samar.

"Jika kau lapar, makanlah. Aku baik-baik saja." Valeri mengatakannya sembari melempar pandang ke dinding kaca, menatap malam gelap yang hanya dihiasi pijaran lampu-lampu kota.

"Kau sangat cantik." Luke menilik wajah Valeri yang bersinar diterpa cahaya lampu tidur yang temaram.

Valeri hanya menatap nyalang ke langit gelap. Wajahnya datar, tak berniat sama sekali berbasa-basi pada pujian yang Luke lontarkan. Bahkan tetap tak bergeming saat Luke menyibak pakaian yang menggantung di bahunya. Mengecup pundaknya sebelum menancapkan gigi taringnya di sana. Menenggak darah gadis itu dengan perlahan. Sementara gigi-gigi Valeri mengerat menahan sakit. Mata yang tadi merenungi malam kini perlahan memejam.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status