Share

Chapter 8

Susan langsung paham, kemudian menarik kembali tubuh Eliza dalam pelukannya.

"Katakan padaku, dimana toko itu berada?"

Eliza mengangguk sambil kembali terisak dalam dekapan sahabatnya.

Dua hari setelah kejadian itu, Eliza sudah dapat mengontrol traumanya berkat bantuan Susan.

Susan terus membantu Eliza memberikan doktrin-doktrin yang baik untuk otaknya. Mereka telah membuat sebuah rencana untuk melakukan pembalasan. Mereka akan melakukannya malam ini. Eliza dan Susan menyeringai seram, saat menatap rentetan rencana pembalasan di sebuah papan tulis yang tergantung di dinding kamar mereka.

"Apa kamu siap, El?"

"Yes, girl. I am ready for sure."

"Ok. Just kill him then."

Jadi di sinilah Susan. Dia sudah melakukan pengintaian selama dua malam sebelum hari eksekusi rencana bersama El.

Jadwal pria pemilik restoran itu telah dikantongi dengan rapi. Demikian juga jadwal para pelayan yang dan kunjungan pelanggan ke restoran.

Mereka juga telah melakukan riset tentang pria itu melalui media sosial berkat kartu nama dari pria pemilik toko itu sendiri, yang diberikannya setelah Susan sedikit mengedipkan matanya ketika berkunjung sebagai pelanggan sekaligus mata-mata.

Malam sudah sangat sepi. Semua pelayan yang bekerja juga sudah pergi meninggalkan restoran. Eliza dan Susan sudah bersiap di tempat mereka masing-masing.

Pria itu tampak keluar dari pintu, beruntung dia terlihat sedang mabuk. Tubuhnya sedikit sempoyongan.

Bugh!

Susan langsung menendang bagian vital pria itu setelah dia baru saja keluar dari pintu restoran itu.

Pria berbadan gendut langsung memegang area vitalnya dan meringis kesakitan. Lalu badannya jatuh ke lantai. Baru dua hari lalu dia merasakan hal yang sama yang dilakukan oleh Eliza. Dan sekarang serangan itu diterimanya dengan tenaga dua kali lipat lebih keras.

Mereka dengan leluasa memukuli pria itu karena mereka menggunakan pakaian lengkap dengan penutup wajah sehingga tidak akan bisa dikenali.

"To-lo,"

Bugh! Bugh! Bugh! Plak!

Pria itu tidak sempat berkata minta tolong, Eliza dan Susan terus menghujamnya dengan tendangan ke area vitalnya juga memukul dan menampar pria itu melampiaskan dendam Eliza.

Setelah puas, mereka langsung kabur dari lokasi. Berlari secepat mungkin, menghindari orang yang mungkin melihat kejadian itu.

Susan menengok ke belakang, memastikan mereka sudah berlari cukup jauh dari lokasi dan tidak ada orang yang sedang mengejarnya.

"Stop, stop!" ujar Susan.

Eliza dan Susan berhenti berlari. Napas mereka terengah-engah. Namun meskipun begitu, mereka juga merasa senang lalu terkekeh bersama.

"Dia pasti sangat ketakutan," ujar Susan terengah-engah.

"Thank you, Susan."

"Wellcome." Mereka lalu berpelukan sebelum kembali melanjutkan perjalanan pulang.

Ini sudah minggu kedua setelah Eliza pergi wawancara di perusahaan Barbaross Finance Company. Eliza sudah tidak berharap pada pekerjaan itu. Eliza juga sudah putus asa, dan menerima nasibnya yang menumpang pada sahabatnya.

Eliza yang tidak pernah ingin dikasihani terpaksa bergantung pada Susan sahabatnya. Dia merasa seperti memiliki sugar friend sekarang. Tapi itu bukan berarti pikirannya tidak terbebani. Dia yang tidak suka memiliki hutang budi itu diam-diam juga tertekan.

Tring.

"El, apa yang kamu masak pagi ini?" tanya Susan yang baru bangun. Lalu dia duduk ke kursi meja makan, menunggu menu sarapan pagi yang selalu dihidangkan oleh Eliza.

Ya, hubungan mereka juga simbiosis mutualisme. Susan membayar dan memenuhi semua kebutuhhan tinggal dan makan sehari-hari. Namun dia sama sekali tidak bisa melakukan pekerjaan bersih-bersih ataupun memasak.

Hal itu membuat Eliza sedikit lega. Setidaknya dia juga berguna untuk sahabatnya, dan tidak hanya menjadi benalu dalam hidup orang lain.

"Aku membuat sandwich. Aku akan membuatkan bekal untukmu. Jadi jangan habiskan uangmu untuk makan diluar," ancam Eliza.

"Baik, Bu. Anakmu ini akan menurut padamu." Susan terkekeh setelah itu. Menurutnya, Eliza sudah benar-benar seperti seorang ibu yang galak pada anaknya.

Eliza yang sedang sibuk menyusun sandwich itu lalu menengok ke arah Susan dengan lirikan mautnya. Seketika Susan berhenti tertawa, lalu mencebikkan bibirnya.

"Sepertinya ibuku sedang marah," ledeknya lagi lalu kembali tertawa.

Eliza mengambil napas dalam, lalu tiba-tiba dia melempar selembar selada pada sahabatnya itu.

Daun selada itu jatuh ke atas meja setelah mengenai keningnya. Susan tidak menyia-nyiakan itu. Diambilnya daun selada dan langsung dimasukkan kedalam mulut untuk dikunyah.

Tring.

Sebuah pesan baru masuk diponsel Eliza. Namun dia masih sibuk dengan kegiatan memasaknya.

Dua sandwich pertama telah matang. Eliza mebawanya ke meja makan. Kedua mata Susan sudah berkilauan saat melihat hidangan lezat itu di depannya.

"Selamat makan," ujar Susan dan langsung menyuapkan potongan sandwich ke mulutnya.

Eliza tersenyum menyaksikan tingkah sahabat karib satu-satunya. Lalu Eliza makan dengan elegan. Menikmati setiap potongan sandwich lezat buatan tangannya.

Eliza cukup percaya diri untuk membuat makanan cepat saji seperti itu. Namun dia tidak pandai dalam membuat makanan yang berat. Jika dia sedang ingin makanan berat, dia akan menggunakan bumbu instan untuk memudahkan.

Usai sarapan, Eliza langsung menata dua sandwich lain untuk bekal Susan.

Dari kamar Susan menghampiri Eliza kembali di meja makan, lalu mengambil dua kotak bekal sandwich untuk dimasukkan ke dalam tas.

"Aku pergi dulu. Mungkin jam delapan malam aku sudah pulang. Jangan lupa mengabariku jika kamu memiliki jadwal wawancara lagi. Jangan sampai kejadian itu terulang lagi. Oke?"

Eliza mengangguk tersenyum lalu melambaikan tangannya, mengusir Susan agar segera pergi.

"Cepatlah, kamu sudah terlambat."

Susan sontak melihat arloji di tangannya, lalu lari keluar rumah ketika melihat waktu sudah pukul 10 siang.

Eliza menarik kursi dan duduk sebentar melepas lelah, setelah ini dia akan mencuci piring bekas sarapan tadi.

Eliza meraih ponselnya untuk sekedar melihat sosial media. Namun tiba-tiba dia terkejut saat melihat sebuah pesan baru.

[Anda diterima sebagai asisten pribadi Barbarossa Finance Company. Datanglah pada hari rabu, pukul delapan pagi. Bertemu dengan Tuan Reiz]

Sinar mata Eliza langsung berkilau saat melihat pesan itu.

"Apa aku diterima? Aaaaah." Eliza teriak dan loncat-loncat kegirangan sambil memeluk ponselnya.

Sayangnya, dia tak tahu bahwa ini adalah awal mula romansa pelik di kehidupannya sebagai karyawan....

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status