Share

Chapter 9

Author: INDRY
last update Last Updated: 2023-11-22 12:58:48

Keesokan harinya, Eliza bangun sangat awal.

Dia langsung ke dapur,membuat sandwich untuk sarapan dan juga bekal. Eliza tampak sangat bersemangat, dia bersenandung lirih sambil menggoyang-goyangkan kepalanya kadang-kadang.

Susan yang mencium aroma kopi cappucino dan sandwich panggang itu pun bangkit dari ranjangnya. Dia beranjak mengikuti indra penciumannya hingga sampai ke meja makan. Dengan mata kantuknya, Susan menarik kursi lalu menempelkan pantatnya pada alas kursi yang sedikit empuk itu, menunggu hidangan sampai di hadapannya.

"Mana kopi untukku?" tanya Susan

"Ouh hallo, morning Baby. Kopi untukmu, segera datang." Eliza mengantarkan secangkir kopi cappucino hangat untuk Susan.

Susan mengambilnya lalu menyeruput kopi miliknya itu, sementara El sudah lebih dulu menyeruput miliknya tadi.

Susan melebarkan matanya perlahan kala mendengar nyanyian yang lebih mirip suara tangisan itu samar. Kedua tangan Susan menyangga dagunya. "Apa kamu sedang sedih, El? Kenapa kamu menangis sambil memasak?" tanya Susan polos.

Eliza langsung melemparkan lirikan mautnya pada Susan. Namun kali ini dia tidak marah. Dia malah tersenyum lalu memberi kecupan jarak jauh, "Muach. Aku sedang bahagia," jelas Eliza, lalu kembali lagi menggoyangkan kepalanya sambil bernyanyi.

"Whatever. Aku hanya ingin sarapanku pagi ini."Susan menunggu sarapannya dengan tidak sabar.

****

Eliza berjalan cepat untuk segera sampai di halte bus kesayangannya. Beruntung, saat dia sampai, bus yang akan ditumpanginya juga baru saja sampai. Di sepanjang perjalanan, Eliza terus tersenyum. Dia tidak membayangkan akan mendapatkan pekerjaan dengan bayaran fantastis ini.

Jika dihitung sekarang, gaji yang akan didapatnya dapat melunasi hutangnya pada Susan, atau dia akan bergantian membayar sewa di bulan depan. Bahkan sisa gajinya masih akan tersisa cukup banyak untuk mencicil biaya kuliah. El juga bahkan dapat mengirim uang untuk ayahnya rutin setiap bulan.

"Ah, tiba-tiba aku rindu pada Ayah. Semoga dia baik-baik saja saat ini."

Ting tung.

[Pemberhentian bus Anda saat ini berada di Center Town District. Silahkan perhatikan langkah kaki Anda]

Pemberitahuan dari bus tersebut membuyarkan lamunannya tentang rasa rindu pada ayahnya. El langsung mengantri untuk menuruni bus tersebut.

Dia berdiri di depan gedung Barbarossa Finance Company dan menatap gedung menjulang itu dengan senyum lebar, seolah berkata 'Hei, aku berhasil menaklukkanmu.'

Din Din Din!!!

Eliza terperanjat dan spontan menyingkir dari tempatnya berdiri. Tatapan matanya menatap lekat pada sebuah mobil sport berwarna kuning tersebut.

Mobil itu terus melaju memasuki halaman parkir gedung. Eliza mencibirkan bibirnya, lalu merutuk pemilik mobil yang hampir merusak harinya.

"Hai. Selamat pagi," sapa El pada wanita resepsionis yang dia temui saat itu. Kali ini El menyapanya penuh percaya diri. Dia yakin, wanita itu sudah tidak akan bisa meremehkannya lagi seperti waktu itu.

"Pagi, apa ada yang bisa saya bantu?" tanya wanita itu, tampaknya dia masih mengingat Eliza namun dia sedang berusaha terlihat profesional. Saat itu dia mengusir Eliza karena penampilannya yang kacau. Namun kali ini, El tidak mengijinkan wanita itu menghakiminya melalui penampilannya.

Eliza berdandan sangat cantik hari ini. Dia juga memakai tas brand ternama milik Susan yang dipinjamnya tadi. "Aku ingin bertemu Tuan Reiz. Hari ini adalah hari pertamaku bekerja," jelas El menyombongkan diri.

"Tolong berikan tanda pengenal Anda."

El mengambil sebuah tanda pengenal miliknya dan memberikannya pada wanita itu dengan senyum lebarnya. Wanita resepsionis itu membalas dengan senyum kecut. Lalu dia mengambil gagang telepon untuk mengkonfirmasi kehadiran Eliza.

Usai menutup gagang telepon, wanita itu berkata, "Silahkan anda naik ke lantai 10. Tuan Reiz sudah menunggu Anda." Wanita itu mengembalikan tanda pengenal milik El.

"Terima kasih," ucap Eliza sembari menerima kartu itu kembali. Wanita itu memberikan senyum kecutnya saat El beranjak meninggalkan meja resepsionis itu.

Eliza masih mengingat jalan menuju lift dan ruang dimana dia bertemu Reiz saat itu. Eliza menekan tombol angka 10 lalu tombol untuk menutup pintu lift.

"Stop," teriak seseorang dari luar.

Segera, Eliza menekan tombol lift untuk menahan pintu agar kembali terbuka. Selain berbaik hati, Eliza berpikir, mungki pria itu sedang terburu-buru dan akan terlambat. Jadi Eliza berniat membantunya.

Sosok pria tadi memasuki lift. Namun saat berhadapan dengan Eliza, pria itu mengernyitkan dahinya. Seolah masih mengingat wajah gadis itu.

Eliza mengatupkan bibirnya. Eliza tahu pria yang baru saja masuk itu adalah Bos perusahaan ini. Yang waktu itu menolaknya mentah-mentah.

Eliza tidak menegur ataupun menyapa Vico. Vico juga langsung memusatkan pandangannya kedepan. Wajah arogannya semakin terlihat jelas saat mereka sedang berdua.

Ting.

Lift telah sampai di lantai 10. Eliza segera keluar saat pintu lift itu terbuka. "Permisi, Tuan," ucap Eliza untuk berbasa basi.

Vico tidak menjawab, namun dia juga tidak segera menutup pintu lift kembali. Sejenak dia memperhatikan Eliza yang memasuki ruangan Reiz.

'Apa yang wanita itu lakukan disana?' batin Vico penasaran.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • BOS AROGAN ITU TUNANGANKU   Chapter 46

    Disisi lain, Liliana tampak sedang serius memandangi perhiasan berlian-berlian yang dijejer di hadapannya. Sofa putih yang sangat nyaman itu berada di toko perhiasan berlian miliknya. Ia sedang memilih beberapa model untuk di display sebagai item keluaran terbaru, dan akan meminta pihak pengrajin untuk modifikasi jika ada yang kurang sesuai dengan harapannya."Yang tengah itu, letakkan di tempat yang paling eksklusif," perintah Liliana pada seorang pegawainya yang berdiri di dekatnya. Pegawai itu segera mengambil perhiasan yang ditunjuk dan meletakkan sesuai instruksi sang atasan. Liliana memandangi pegawainya itu dari sofa tempatnya duduk. Tiba-tiba seorang pria berusia 30 an berjalan mendekati Liliana. Pria itu sedikit membungkuk seolah membisikkan sesuatu di dekat daun telinga Liliana. Dia adalah Richard, orang kepercayaan Liliana yang ditugaskan untuk sebuah misi."Dia tinggal di rumah yang disewa bersama Nona Susan.""Rupanya mereka bersahabat baik," gumam Liliana merespon bisi

  • BOS AROGAN ITU TUNANGANKU   Chapter 45

    "Tadi kami ada sedikit urusan, dan kami mampir ke kafe ini untuk istirahat sebentar." "Be-benar, Bos," timpal Eliza dengan senyuman yang sedikit bergetar. "Urusan apa, kalau aku boleh tahu?" cecar Vico dengan tatapan menyelidik. Sepengetahuan dirinya, hari ini Reiz tidak memiliki jadwal meeting di luar, jadi tentu dirinya penasaran urusan apakah sebenarnya yang mereka miliki sampai harus hangout berdua di kafe untuk istirahat sebentar. Lirikan Vico menjelajah keluar kafe, dimana tepat di depan bangunan kafe itu ada sebuah hotel mewah. Kedua netranya terlihat menyeramkan kala melihat hotel itu. Sebelum Vico berperang dengan pikiran kotornya, Eliza langsung menginterupsi keadaan."Kami baru saja berkunjung ke makam ayah saya, Bos. Dan, Tuan Reiz telah berbaik hati mengantarkan saya berkunjung kesana."Vico terlihat terkejut, lalu melirik adiknya untuk memastikan ucapan kekasihnya itu. Reiz terkekeh kecil karena melihat sang kakak yang mudah curiga itu. "Benar apa yang kekasihmu kata

  • BOS AROGAN ITU TUNANGANKU   Chapter 44

    Eliza meletakkan dua buket bunga yang dibelinya dalam perjalanan tadi. Dia duduk disamping nisan ayahnya sambil beberapa kali mengusap. "Ayah, aku datang."Reiz yang mengenakan kacamata hitam itu berdiri tidak jauh dari Eliza. Eliza menoleh ke arah Reiz, lalu kembali menatap nama yang tertulis di makan itu. "Dia adalah bosku yang sangat baik, Ayah. Dia bahkan mengingat janjinya untuk membawaku menjenguk ayah."Di pusara sang ayah, Eliza mengirimkan doa-doa terbaiknya. Eliza juga sempat bercerita tentang isi hatinya dengan suara lirih agar Reiz tidak mendengarnya. Namun pendengaran tajam Reiz mampu menangkapnya, dan membuat pria itu tersenyum lembut.Tiba-tiba Reiz turut duduk berjongkok di samping Eliza. "Bos, maafkan saya. Sepertinya saya terlalu lama bicara, sampai Anda kelelahan berdiri.""Tidak. Aku juga ingin bicara pada ayahmu."Eliza mengangkat kedua alisnya. Ingin dia bertanya apa maksudnya, tapi dia merasa lebih baik melihat saja. "Tuan, namaku adalah Reiz Barbarossa. Aku a

  • BOS AROGAN ITU TUNANGANKU   Bab 43

    Matahari pagi mulai mengintip dan perlahan terbit. Bias cahayanya berebut menyelinap ke celah jendela kamar Eliza. Sentuhan hangat sinarnya membuat Eliza membuka matanya. Eliza menatap langit-langit kamar untuk beberapa detik. Dadanya langsung berdegup kala ia mengingat bahwa dia sedang tidak sendirian di ranjang. Eliza sontak menoleh ke samping kirinya. Bibir lembut Vico menjadi sorotan pertama yang membuat Eliza membulatkan mata.Setelah sepersekian detik Eliza puas memandang wajah tampan itu, bibirnya perlahan mengulas senyum. Dia merasa ini seperti mimpi, bahwa dirinya tengah menjalin hubungan yang nyata dengan sang presdir, yang diidamkan banyak wanita.Eliza tidak ingin membangunkan Vico. Dia beranjak perlahan ingin membersihkan diri. Namun, tiba-tiba tangan Eliza tertarik dan sontak membuat tubuhnya kembali rubuh diatas ranjang. "Apa kau ingin pergi begitu saja?" ujar Vico yang masih memejamkan mata. Dia masih ingin lebih lama disana bersama Eliza. Memeluk wanitanya selama mu

  • BOS AROGAN ITU TUNANGANKU   Chapter 42 : Melakukan Dengan Lembut

    "Duduklah."Vico menarik Eliza perlahan untuk kembali ke kursinya. Eliza menurut dan tetap diam. Dia tidak ingin memperburuk keadaan dengan mengucapkan kata yang dapat memantik api dalam situasi ini.Liliana merasa percuma jika terus berdebat dengan Vico. Targetnya beralih untuk mencecar dan membuat mental Eliza jatuh, tentu agar gadis itu merasa kapok dan berhenti menjalin hubungan dengan putranya."Dari keluarga mana kamu berasal?"Eliza sontak menatap Liliana, tatapannya seperti awan yang mendung. Namun Liliana masih menatapnya nanar menunggu jawaban. "Di Universitas apa kamu belajar?"Eliza semakin bingung saja, sungguh ini lebih merepotkan dan menegangkan daripada interview kerja dengan Vico saat itu. "Dan…apa pekerjaan ayahmu?"Deg. "Cukup!" Vico langsung memotong pembicaraan sang ibu sebelum muncul pertanyaan lainnya. Liliana yang merasa tidak terima langsung melotot menatap tajam putranya. "Ibu sedang bicara dengan gadis itu. Tunjukkan sikap sopan santun kepada ibumu.""Hu

  • BOS AROGAN ITU TUNANGANKU   Chapter 41

    "Tunangan?" Eliza yang terkejut sontak menoleh ke arah Vico. Sementara Vico terlihat menatap sang ibu dengan tenang. Sebenarnya Liliana juga tidak kalah terkejutnya dengan Eliza dan yang hadir disana. Namun dia berusaha tetap terlihat tenang dan mengendalikan emosinya agar tidak salah dalam mengambil tindakan.Meskipun begitu, tampak jelas bahwa Liliana sedang berusaha mengontrol napasnya yang naik turun menahan emosi. Liliana tersenyum kecut. Bersama Vico, keduanya masih beradu tatap dengan intens dan tajam. "Mengapa kamu lakukan ini?" "Bukankah ibu ingin aku cepat menikah? Aku membawakan calonku untuk memenuhi keinginan Ibu.""Dengan membuat malu keluarga kita dan mempermalukan gadis anak dari seorang menteri yang dihormati?""Yang mengundangnya adalah Ibu. Bukan aku. Aku tidak perlu merasa malu atau bersalah."Eliza seperti berada di antartika tanpa jaket penghangat. Tubuhnya tiba-tiba terasa membeku dan tidak dapat bergerak. Entah kenapa dia harus selalu sial dan selalu hadir d

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status