Share

7. Kamu Cemburu, Pak?

Mendengar Adora menyebut namanya, Virendhra tak kuasa menahan semburat merah yang muncul di kedua pipinya, membuat Adora yang melihat pemandangan itu tak kuasa menahan dirinya untuk tidak melebarkan senyumannya.

Benar kata para gadis di grup, Virendhra memang terlihat sangat imut apabila bertemu langsung. Apalagi, laki-laki itu terlihat malu-malu di hadapannya, membuat Adora gemas sendiri saat melihatnya, rasanya dia ingin mencubit kedua pipi laki-laki itu, tapi Adora masih ingat tempat dimana dia berada. Dia harus menjaga sikap kalau tidak mau membuat masalah.

Adora kemudian mengalihkan pikiran kotornya dengan kembali berbincang, "Bagaimana kabarmu, Vi? Masih kuat dengan Direktur Wawan?" Ujar Adora dengan nada bercanda, tetapi Virendhra menanggapinya dengan serius---terlihat dari punggung laki-laki itu yang langsung menegap begitu nama Direktur Wawan disebut dalam pembicaraan.

Virendhra membenarkan kacamatanya dengan gerakan tubuh yang kaku saat menjawab pertanyaan Adora, "Aku baik-baik saja, Senior. Bekerja dengan Direktur Wawan merupakan pengalaman terbaik untuk mengembangkan kemampuanku."

Adora hampir menyemburkan tawanya saat mendengar jawaban yang diberikan Virendhra. Jawaban kaku Virendhra membuat Adora merasa dirinya sedang dalam situasi wawancara pekerjaan dengan laki-laki itu.

"Pasti berat sekali, bukan?" Adora memasang muka iba sebagai guyonan.

Siapa yang tidak tahu bagaimana sistem kerja Direktur Wawan? Hampir seluruh personal assistant maupun sekretaris tahu bagaimana kerja Direktur Wawan, banyak dari mereka yang tidak betah berada di sisi Direktur Wawan, hanya Virendhra saja yang baru merayakan satu tahunnya di sana. Adora rasa ia perlu mengacungkan dua jempolnya pada daya tahan banting laki-laki itu.

"Awalnya iya, tetapi saat aku melihat Senior menjadi sekretaris yang bertahan di sisi Direktur Benjamin, hal itu menjadi motivasiku untuk bertahan," Adora sedikit tersanjung dengan perkataan Virendhra, tapi perasaan itu tak bertahan lama saat Virendhra kembali melanjutkan ucapannya, "Apabila kalau boleh aku tahu, hal apa yang dilakukan Senior untuk bertahan di Direktur Benjamin dan mendapatkan julukan Sekretaris terbaik?"

Mendengar hal itu, sontak tawa yang ditahan Adora keluar begitu saja. Adora sampai mengusap air mata yang keluar dari ujung matanya. Perasaan menggelitik itu masih hinggap di perutnya, membayangkan jawaban yang seharusnya Adora berikan pada Virendhra.

Jadilah nakal dan goda bosmu, Vi.

Adora tidak sanggup membayangkan Virendhra memakai pakaian seksi dengan telinga kuping di kepalanya, menyodorkan bokong seksi putihnya ke arah Direktur Wawan dan ...

Sudah!

Khayalan Adora harus berhenti sampai di sana. Kalau dilanjut, Adora tidak tahu akan seberapa jauh pikiran kotor akan membawanya.

Sementara itu, Virendhra yang memerhatikan Adora yang tertawa karenanya memerhatikan gerak-gerik kikuk. "Maaf kalau aku terlalu lancang, Senior. Aku tidak bermaksud ..."

"Ah, maaf, Vi, aku tidak bermaksud menertawakanmu. Tentu saja aku akan membagikan tipsnya. Kita berbagi nasib yang sama, bukan?" Adora tersenyum lebar dan disambut senyuman oleh Virendhra. Seandainya Virendhra tahu apa yang dipikirkan Adora tentangnya beberapa menit lalu, masih maukah Virendhra tersenyum kepadanya?

"Terima kasih, Senior. Senior memang yang terbaik!"

...

Melihat Virendhra yang menyambut Adora dengan semangat, membuat Benjamin bertanya-tanya dalam hatinya. Benjamin tidak tahu apa yang sebenarnya sedang dibicarakan keduanya. Meski begitu, bahasa tubuh yang digunakan keduanya tampak begitu luwes dan santai, seakan mereka menikmati waktu mereka berdua.

Benjamin tadinya tidak mau memerhatikan Adora sebegini lekatnya. Awalnya ia hanya berniat melirik sebentar, mengetahui apa yang sedang dilakukan sekretarisnya itu di tengah keramaian, tapi niatannya berubah kala menemukan pemandangan yang ditangkap indra penglihatannya.

Benjamin yakin Adora memang dapat beradapatasi dengan baik dalam kerumunan orang. Adora merupakan orang yang membawa bola kegembiraan di tangannya, sehingga tak mungkin orang yang baru mengenalnya tak menyukai gadis itu.

Adora dapat beradaptasi dan membaur dengan baik.

Akan tetapi, kembali pada tujuannya, Benjamin hanya berusaha mengecek kembali kondisi sekretarisnya itu. Dan, itu tak aneh bagi Benjamin kala dirinya menemui Adora kini sedang bercengkrama dengan seseorang dalam meeting ini.

Namun, yang menjadi masalah bagi Benjamin, kenapa dari sekian banyak orang di ruangan ini, Adora memilih berbincang dengan laki-laki asing yang sama sekali tak dikenal oleh Benjamin dan tertawa bersama laki-laki itu.

Apa hebatnya sebenarnya laki-laki itu? Dibanding Benjamin, laki-laki itu ...

... sebenarnya cukup tampan, imut, dan menggemaskan.

Sial.

Benjamin tak dapat menyembunyikan sumpah serapah dalam hatinya saat kenyataan begitu keras menampar dirinya.

Sementara itu, tanpa Benjamin sadari, sepasang mata memandang lekat ke arah dirinya sebelum beralih kepada objek pengamatan Benjamin sedari tadi.

Orang yang memerhatikan Benjamin lantas tanpa sadar mengulas senyum. Bibir tipisnya kemudian tertawa renyah, "Ya ampun, anak itu ... Apa yang sedang dilakukannya dengan sekretaris Direktur Benjamin."

Perkataan itu nyatanya berhasil menarik perhatian Benjamin dan kedua netra Benjamin menemukan Direktur Wawan tersenyum bangga ke arah laki-laki muda yang sedang mengobrol dengan Adora.

"Maafkan kelancangan sekretaris saya, Direktur Benjamin. Sepertinya dia terlalu menggagumi Nona Adora," Ujar Direktur Wawan. "Berbicara tentang perusahaan, bagaimana kalau kita melakukan meeting secara pribadi, antara Direktur Benjamin, Saya, dan kedua sekretaris kita."

Benjamin awalnya tak begitu tertarik dengan ajakan Direktur Wawan. Menurutnya, sudah cukup baginya bertemu dengan Direktur Wawan dalam pertemuan formal ini, tidak perlu lagi mengadakan pertemuan secara personal, akan tetapi kata-kata Direktur Wawan selanjutnya menarik perhatian Benjamin.

"... Dan kau bisa mengenal Virendhra lebih dekat. Sekretarisku."

"Siapa namanya tadi?"

"Virendhra."

Melihat Benjamin yang kini tampak berpikir mempertimbangkan tawarannya, membuat Direktur Wawan mengulas senyum seringainya. Dia tampak puas karena telah berhasil membuat Benjamin memakan tarikan pancingannya. Firasatnya mengatakan bahwa Benjamin akan jatuh dalam perangkap yang telah dibuatnya.

"Baiklah," Benjamin akhirnya memutuskan pilihannya, membuat Direktur Wawan tak kuasa menahan kekehan.

"Aku senang mendengarnya, Direktur Benjamin. Karena kebetulan aku juga menginap di sini, aku akan membuat reservasi di restoran dekat sini. Kita akan berbicara mengenai banyak hal."

"Ya, baiklah," Jawab Benjamin tanpa memedulikan lebih lanjut perkataan Direktur Wawan. Fokusnya jatuh pada Adora yang masih belum puas berbicara dengan laki-laki bernama Virendhra itu. Keduanya tampak dekat sehingga membuat Virendhra mau-tidak mau bertanya dalam hatinya.

Haruskah ia menghampiri keduanya dan menghancurkan pembicaraan mereka?

Tapi, tunggu, Benjamin mengalihkan pandangannya kembali pada Direktur Wawan, laki-laki paruh baya itu menawarkan segelas minuman anggur padanya. Tanpa ragu, Benjamin menerimanya dan menyesapnya perlahan seraya memerhatikan Adora lagi.

Bukankah Direktur Wawan tadi bilang kepadanya bahwa mereka akan menginap di hotel yang sama? Bukankah saat ini waktu yang tepat bagi Benjamin memperlihatkan siapa yang sebenarnya memiliki Adora? Meski kata memiliki bukanlah kata yang tepat untuk digunakan di sini, tapi Benjamin tidak bisa menghentikan senyum yang muncul di bibirnya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status