Mendengar Adora menyebut namanya, Virendhra tak kuasa menahan semburat merah yang muncul di kedua pipinya, membuat Adora yang melihat pemandangan itu tak kuasa menahan dirinya untuk tidak melebarkan senyumannya.
Benar kata para gadis di grup, Virendhra memang terlihat sangat imut apabila bertemu langsung. Apalagi, laki-laki itu terlihat malu-malu di hadapannya, membuat Adora gemas sendiri saat melihatnya, rasanya dia ingin mencubit kedua pipi laki-laki itu, tapi Adora masih ingat tempat dimana dia berada. Dia harus menjaga sikap kalau tidak mau membuat masalah.Adora kemudian mengalihkan pikiran kotornya dengan kembali berbincang, "Bagaimana kabarmu, Vi? Masih kuat dengan Direktur Wawan?" Ujar Adora dengan nada bercanda, tetapi Virendhra menanggapinya dengan serius---terlihat dari punggung laki-laki itu yang langsung menegap begitu nama Direktur Wawan disebut dalam pembicaraan.Virendhra membenarkan kacamatanya dengan gerakan tubuh yang kaku saat menjawab pertanyaan Adora, "Aku baik-baik saja, Senior. Bekerja dengan Direktur Wawan merupakan pengalaman terbaik untuk mengembangkan kemampuanku."Adora hampir menyemburkan tawanya saat mendengar jawaban yang diberikan Virendhra. Jawaban kaku Virendhra membuat Adora merasa dirinya sedang dalam situasi wawancara pekerjaan dengan laki-laki itu."Pasti berat sekali, bukan?" Adora memasang muka iba sebagai guyonan.Siapa yang tidak tahu bagaimana sistem kerja Direktur Wawan? Hampir seluruh personal assistant maupun sekretaris tahu bagaimana kerja Direktur Wawan, banyak dari mereka yang tidak betah berada di sisi Direktur Wawan, hanya Virendhra saja yang baru merayakan satu tahunnya di sana. Adora rasa ia perlu mengacungkan dua jempolnya pada daya tahan banting laki-laki itu."Awalnya iya, tetapi saat aku melihat Senior menjadi sekretaris yang bertahan di sisi Direktur Benjamin, hal itu menjadi motivasiku untuk bertahan," Adora sedikit tersanjung dengan perkataan Virendhra, tapi perasaan itu tak bertahan lama saat Virendhra kembali melanjutkan ucapannya, "Apabila kalau boleh aku tahu, hal apa yang dilakukan Senior untuk bertahan di Direktur Benjamin dan mendapatkan julukan Sekretaris terbaik?"Mendengar hal itu, sontak tawa yang ditahan Adora keluar begitu saja. Adora sampai mengusap air mata yang keluar dari ujung matanya. Perasaan menggelitik itu masih hinggap di perutnya, membayangkan jawaban yang seharusnya Adora berikan pada Virendhra.Jadilah nakal dan goda bosmu, Vi.Adora tidak sanggup membayangkan Virendhra memakai pakaian seksi dengan telinga kuping di kepalanya, menyodorkan bokong seksi putihnya ke arah Direktur Wawan dan ...Sudah!Khayalan Adora harus berhenti sampai di sana. Kalau dilanjut, Adora tidak tahu akan seberapa jauh pikiran kotor akan membawanya.Sementara itu, Virendhra yang memerhatikan Adora yang tertawa karenanya memerhatikan gerak-gerik kikuk. "Maaf kalau aku terlalu lancang, Senior. Aku tidak bermaksud ...""Ah, maaf, Vi, aku tidak bermaksud menertawakanmu. Tentu saja aku akan membagikan tipsnya. Kita berbagi nasib yang sama, bukan?" Adora tersenyum lebar dan disambut senyuman oleh Virendhra. Seandainya Virendhra tahu apa yang dipikirkan Adora tentangnya beberapa menit lalu, masih maukah Virendhra tersenyum kepadanya?"Terima kasih, Senior. Senior memang yang terbaik!"...Melihat Virendhra yang menyambut Adora dengan semangat, membuat Benjamin bertanya-tanya dalam hatinya. Benjamin tidak tahu apa yang sebenarnya sedang dibicarakan keduanya. Meski begitu, bahasa tubuh yang digunakan keduanya tampak begitu luwes dan santai, seakan mereka menikmati waktu mereka berdua.Benjamin tadinya tidak mau memerhatikan Adora sebegini lekatnya. Awalnya ia hanya berniat melirik sebentar, mengetahui apa yang sedang dilakukan sekretarisnya itu di tengah keramaian, tapi niatannya berubah kala menemukan pemandangan yang ditangkap indra penglihatannya.Benjamin yakin Adora memang dapat beradapatasi dengan baik dalam kerumunan orang. Adora merupakan orang yang membawa bola kegembiraan di tangannya, sehingga tak mungkin orang yang baru mengenalnya tak menyukai gadis itu.Adora dapat beradaptasi dan membaur dengan baik.Akan tetapi, kembali pada tujuannya, Benjamin hanya berusaha mengecek kembali kondisi sekretarisnya itu. Dan, itu tak aneh bagi Benjamin kala dirinya menemui Adora kini sedang bercengkrama dengan seseorang dalam meeting ini.Namun, yang menjadi masalah bagi Benjamin, kenapa dari sekian banyak orang di ruangan ini, Adora memilih berbincang dengan laki-laki asing yang sama sekali tak dikenal oleh Benjamin dan tertawa bersama laki-laki itu.Apa hebatnya sebenarnya laki-laki itu? Dibanding Benjamin, laki-laki itu ...... sebenarnya cukup tampan, imut, dan menggemaskan.Sial.Benjamin tak dapat menyembunyikan sumpah serapah dalam hatinya saat kenyataan begitu keras menampar dirinya.Sementara itu, tanpa Benjamin sadari, sepasang mata memandang lekat ke arah dirinya sebelum beralih kepada objek pengamatan Benjamin sedari tadi.Orang yang memerhatikan Benjamin lantas tanpa sadar mengulas senyum. Bibir tipisnya kemudian tertawa renyah, "Ya ampun, anak itu ... Apa yang sedang dilakukannya dengan sekretaris Direktur Benjamin."Perkataan itu nyatanya berhasil menarik perhatian Benjamin dan kedua netra Benjamin menemukan Direktur Wawan tersenyum bangga ke arah laki-laki muda yang sedang mengobrol dengan Adora."Maafkan kelancangan sekretaris saya, Direktur Benjamin. Sepertinya dia terlalu menggagumi Nona Adora," Ujar Direktur Wawan. "Berbicara tentang perusahaan, bagaimana kalau kita melakukan meeting secara pribadi, antara Direktur Benjamin, Saya, dan kedua sekretaris kita."Benjamin awalnya tak begitu tertarik dengan ajakan Direktur Wawan. Menurutnya, sudah cukup baginya bertemu dengan Direktur Wawan dalam pertemuan formal ini, tidak perlu lagi mengadakan pertemuan secara personal, akan tetapi kata-kata Direktur Wawan selanjutnya menarik perhatian Benjamin."... Dan kau bisa mengenal Virendhra lebih dekat. Sekretarisku.""Siapa namanya tadi?""Virendhra."Melihat Benjamin yang kini tampak berpikir mempertimbangkan tawarannya, membuat Direktur Wawan mengulas senyum seringainya. Dia tampak puas karena telah berhasil membuat Benjamin memakan tarikan pancingannya. Firasatnya mengatakan bahwa Benjamin akan jatuh dalam perangkap yang telah dibuatnya."Baiklah," Benjamin akhirnya memutuskan pilihannya, membuat Direktur Wawan tak kuasa menahan kekehan."Aku senang mendengarnya, Direktur Benjamin. Karena kebetulan aku juga menginap di sini, aku akan membuat reservasi di restoran dekat sini. Kita akan berbicara mengenai banyak hal.""Ya, baiklah," Jawab Benjamin tanpa memedulikan lebih lanjut perkataan Direktur Wawan. Fokusnya jatuh pada Adora yang masih belum puas berbicara dengan laki-laki bernama Virendhra itu. Keduanya tampak dekat sehingga membuat Virendhra mau-tidak mau bertanya dalam hatinya.Haruskah ia menghampiri keduanya dan menghancurkan pembicaraan mereka?Tapi, tunggu, Benjamin mengalihkan pandangannya kembali pada Direktur Wawan, laki-laki paruh baya itu menawarkan segelas minuman anggur padanya. Tanpa ragu, Benjamin menerimanya dan menyesapnya perlahan seraya memerhatikan Adora lagi.Bukankah Direktur Wawan tadi bilang kepadanya bahwa mereka akan menginap di hotel yang sama? Bukankah saat ini waktu yang tepat bagi Benjamin memperlihatkan siapa yang sebenarnya memiliki Adora? Meski kata memiliki bukanlah kata yang tepat untuk digunakan di sini, tapi Benjamin tidak bisa menghentikan senyum yang muncul di bibirnya.Adora mengembuskan napasnya perlahan, merasakan sensasi menenangkan yang mulai merangkak naik dari ujung kakinya kini berusaha menguasai hampir seluruh tubuhnya. Adora menenggelamkan setengah wajahnya, indra penghidunya dapat mencium aroma lavender yang berasal dari air yang kini membasuh bagian bawah tubuhnya, aroma bunga yang menghantarkannya pada ketenangan, sementara itu telapak tangannya bermain di dalam air hangat pada permandian kolam panas hotel. Sudah lama Adora tidak merasakan ketenangan seperti ini. Seluruh otot tegangnya saat ini mulai mengendur. Adora merasa bersyukur karena Benjamin telah memberikan fasilitas ini untuknya, untuk melepas penat sejenak dari pekerjaan. Benjamin, laki-laki itu memberi Adora voucher sebelum dirinya masuk ke kamar, sebuah voucher yang mampu membuat mata Adora berbinar karenanya. Katanya sebagai bentuk apresiasi pada Adora, Benjamin memberikan voucher kolam mandi permandian panas privat untuknya. Adora tentu berterima kasih karenanya, sebab
Mendengar pintu yang terbuka tentu membuat Adora ingin melepaskan pagutan bibirnya dengan Benjamin, tetapi Benjamin seakan tidak ingin menyudahi permainan mereka, justru sebaliknya, ia malah menahan tengkuk Adora agar gadis itu tak melepaskan pertautan bibir mereka. Di pertengahan acuan permainan mereka, Adora dapat mendengar suara derap langkah kaki yang mendekat, sontak hal itu memacu degup jantung Adora berdebar kencang. Adora menajamkan indra pendengarannya guna memperkirakan pergerakan orang lain yang bersama mereka saat ini, tetapi tindakan Benjamin yang lagi-lagi berusaha merangsang dirinya membuat fokus Adora terpecah belah, dirinya kini sedang berada di antara kenikmatan dan ketakutan yang merayap di sekujur tubuhnya. Dan, Adora merasa tersiksa karena itu. Beberapa menit berlalu, keheningan yang tadi menyapa kini mulai sirna, membuat mata Adora terbelalak saat mendengar suara orang di balik sekat, "Woah, Pak Benjamin memang yang terbaik."Betapa terkejutnya Adora mendenga
Seperti janji Benjamin, laki-laki itu melanjutkan permainan mereka. Adora sama sekali tidak diberikan istirahat oleh bosnya itu.Tangan besar Benjamin kemudian membalikkan tubuh Adora, mengubah posisi Adora yang tadi membelakanginya jadi berdiri berhadapan dengannya. Adora mengerjapkan matanya saat Benjamin tersenyum miring ke arahnya, Adora tahu niatan nakal yang bermain dalam kepala Benjamin saat ini.Dalam seperkian detik, Benjamin kemudian memasukkan alatnya ke dalam diri Adora, membuat Adora meringis kesakitan karenanya. Sisi wanita Adora berkedut, menyesuaikan diri dengan bentuk Benjamin yang panjang dan besar."Kau suka sekali mempermainkanku ya, Adora?" Benjamin melenguh saat merasakan tubuh Adora menjepit miliknya dengan kuat, membuatnya merasakan nikmat dari tubuh Adora yang kini tengah membungkus dirinya.Benjamin perlahan menggoyangkan pinggulnya; maju dan mundur secara perlahan, dan pergerakan Benjamin nyatanya berhasil membuat Adora meloloskan desahannya. Adora kemudian m
Disclaimer: part ini mungkin tidak akan nyaman bagi beberapa orang karena beberapa kata yang menyinggung seksualitas, mohon untuk kebijaksanaan dari para pembaca, terima kasih. ***Setelah mendapatkan notifikasi pesan dari Virendhra, Benjamin dan Adora berangkat menuju restoran yang dituju sekaligus pulang setelah menyelesaikan dinas mereka. Adora di tempatnya tampak gelisah sendiri, kakinya bergerak---menendang-nendang kecil udara di depannya, tentu pemandangan ini tak luput dari penglihatan Benjamin.Benjamin yang tampak tenang sedari tadi nyatanya selalu mengawasi gerak-gerik Adora, mulai dari saat gadis itu membaca pesan Virendhra sampai gadis itu berada di dalam mobil bersamanya. Tampak Adora resah karena sesuatu, apakah pengaruh Virendhra sebegitu besarnya pada Adora sampai membuat Adora gelisah seperti itu? Benjamin tidak tahu bahwa ternyata pengaruh Virendhra sebesar itu terhadap Adora. "Tenang saja," Ujar Benjamin yang berhasil menarik perhatian Adora. Gadis itu mengerjapka
"Maaf, apa kata Anda barusan, Direktur Wawan?"Adora mengangkat kepalanya saat suara Benjamin mengudara dalam ruangan. Tampak Benjamin memasang ekspresi serius pada wajahnya, berbeda dengan Direktur Wawan yang meringis dan tersenyum kecil."Hoho, Direktur Benjamin, tidak usah serius seperti itu, memiliki sekretaris seperti Sekretaris Adora juga aku akan senang setiap harinya. Melihat penampilannya siapa yang tidak senang? Aku akan betah melihatnya seharian, tidak hanya di kantor, bahkan mungkin di luar kantor juga. Aku tidak akan melepaskannya dari pandanganku sedetik pun."Adora mengalihkan pandangannya saat Direktur Wawan meliriknya genit. Matanya mengerjap beberapa kali, berusaha untuk menahan air mata yang hampir meleleh keluar dari pelupuk matanya. Seluruh tubuhnya merasa merinding saat kalimat-kalimat menjijikkan itu keluar dari mulut Direktur Wawan seakan menghinanya. "Direktur Wawan, bukankah seharusnya Anda memerhatikan kata-kata yang keluar dari mulut Anda? Melihat Anda sep
Note: Part ini adalah part masa lalu. ***Saat itu malam yang dingin menyelimuti keduanya. Setelah melakukan pekerjaan yang begitu keras, keduanya memutuskan untuk menghabiskan waktu mereka berdua dengan menyesap segelas minuman alkohol berkadar rendah untuk meluapkan perasaan stres dan lelah yang menerjang tubuh mereka. Baik Benjamin dan Adora memilih bungkam, tidak membuka suara. Pun Adora sedari tadi hanya menjatuhkan pandangannya pada Benjamin, laki-laki itu tampak serius memandangi ponselnya, membuat bibir Adora merasa gatal dan terbuka untuk memanggil Benjamin. "Pak Benjamin."Pada panggilan pertama, Benjamin sama sekali tidak menoleh ke arah Adora ---masih sibuk dengan ponselnya--- dan hanya berdeham sebagai balasan terhadap panggilan Adora. Hal itu tentu tidak membuat Adora menyerah pada percobaan pertama. Adora berusaha kembali, kali ini dengan debaran gila yang menerjang jantungnya.Kali ini bukan hanya sekedar memanggil Benjamin, melainkan Adora juga memancing laki-laki
Tidak boleh ada perasaan emosional dalam hubungan ini, Adora meneguk ludahnya saat mendengar kata itu. Matanya mengerjap beberapa kali, berusaha menyadarkan diri dari pikiran bodohnya. Adora segera melepaskan kedua tangan Benjamin yang memeluknya."Sebaiknya kita mandi dulu, Pak. Mau Bapak dulu atau saya?""Kau dulu, tidak apa-apa."Bagus, Adora segera menyingkirkan dirinya dari hadapan Benjamin seraya menetralkan degup jantungnya. Setelah sampai di dalam kamar mandi, Adora berulang kali menarik dan mengembuskan napasnya, berusaha menenangkan dirinya. Suasana di antara mereka begitu canggung, Adora sendiri tidak tahu alasan Benjamin memutuskan untuk setuju ikut dalam ide gilanya ini.Setelah memukul kepalanya satu kali, Adora mengambil langkah menuju shower dan membersihkan diri. Adora memutuskan untuk melanjutkan apa yang sudah diputuskan keduanya.Usai Adora membersihkan dirinya, Benjamin yang menjadi nomor selanjutnya. Laki-laki itu kini tengah menghabiskan waktunya di kamar mandi,
Adora terkejut saat menemukan di mana mereka saat ini. Mata bulatnya mengerjap beberapa kali kala melihat bangunan apertemen yang berdiri gagah di depannya, kemudian tatapannya beralih ke arah Benjamin yang duduk di sebelahnya. Adora yang baru saja ingin membuka bibirnya, bertanya dengan maksud Benjamin yang tiba-tiba langsung membawa Adora pulang dan bukannya ke kantor terlebih dahulu pun akhirnya terhenti saat Benjamin menyela dirinya. "Pak Surya, tolong bantu turunkan barang Adora ya dan bawa ke depan pintu apartemennya."Mendengar perintah Benjamin, Pak Surya ---laki-laki yang sedari tadi menjadi supir keduanya--- itu pun turun dan menuruti perkataan Benjamin. Sementara itu, Adora tak berdiam diri, dia membuka mulutnya dan menyuarakan pikirannya. "Kita tidak ke kantor dulu, Pak?"Benjamin tersenyum saat mendengar perkataan Adora. "Kau pasti sangat menyukai pekerjaanmu, ya, Adora.""Tidak!" Sanggah Adora secepat mungkin, tapi di detik berikutnya ia merasa menyesal karena mengata