“Dho, ayo!” wanita itu menarik lengan lelakinya. Lelaki bertubuh tinggi itu mengikuti wanita dengan mini dress marun yang sudah menggelayuti lengannya dengan manja. Mereka memasuki VIP room di seberang ruangan yang Srikandi masuki.
Tak berapa lama, Arjuna bersama tiga orang berkewarganegaraan Jepang berjalan dari arah lift. Mereka terlihat mengobrol santai. Arjuna terlihat lebih keren, ketika dasi dan jasnya dia lepas, style lebih terlihat casual. Beruntung dia melihat tamunya mengenakan pakaian casual, ketika baru saja tiba di parkiran. Disimpannya jas miliknya, satu kancing kemeja bagian atas dia buka, lengan kemeja panjangnya dilipat sedikit.
Dua jam lebih mereka mengurung diri dalam ruangan karaoke. Pastinya ditemani oleh beberapa singer yang khusus dipesan oleh tamunya. Srikandi tetap stay tune bersama mereka. Sesekali sudut matanya melirik wajah bosnya yang tampak mencoba bersikap ramah.
Waktu mereka sudah hampir habis, pelayan sudah memperingatkan lima belas menit yang lalu. Para tamu memaksa Srikandi untuk bernyanyi, karena dari tadi wanita itu hanya ikut manggut-manggut saja tanpa berkontribusi. Srikandi tergagap, dia kebingungan mau bernyanyi lagu apa. Setelah berpikir beberapa detik, akhirnya Srikandi berdiri dan mengambil microphone dari Mr. Hosoda.
Ini kali pertamanya membawakan lagu lagi, setelah beberapa tahun tidak pernah tampil ke depan. Akhirnya dia memilih salah satu lagu britpop kesukaannya. Dia biasa mendengarkan lagu itu ketika hidupnya terasa sumpek dengan omelan-omelan bosnya yang menyebalkan. Kapan lagi bisa menyanyikan di depan orangnya langsung, kalau bukan sekarang.
Fix You
Coldplay
When you try your best but you don’t succeed
When you get what you want but not what you need
When you feel so tired but you can not sleep
Stuck in reverse
When the tears come streaming down your face
When you lose something you can’t replace
When you love someone but it goes to waste
Could it be worse?
Lights will guide you home
And ignite your bones
I will try to fix you
High up above or down below
When you’re too in love to let it go
But if you never try you’ll never know
Just what you’re worth
Lights will guide you home
And ignite your bones
And I will try to fix you
Tears stream down your face
When you lose something you cannot replace
Tears stream down your face
And I
Tears stream down your face
I promise you I will learn from my mistakes
Tear stream down your face
And I
Light will guide you home
And ignite your bones
And I will try to fix you
Tepukan riuh dari Mr Hosoda dan team-nya mengiringi berakhirnya lagu yang dinyanyikannya. Arjuna sudah menyanyi beberapa lagu sejak tadi. Lelaki itu sepertinya sudah terbiasa.
“Nice voice, nice girl, could i get your phone number?” Mr Hosoda menggodanya, tatapan matanya serius.
“Thank you Hososda-san, but for phone number I already give you my name card right?” Srikandi mengulas senyum. Orang Jepang itu manggut-manggut sambil tertawa.
“Joke only,” ucapnya lagi sambil menepuk bahu Srikandi.
“Arjuna san , next time please arrange more karaoke time, I like her voice, want to hear more,” ucap Mr Hosoda seperti begitu tertarik pada penampilan Srikandi barusan.
“Of course, she multitalent girl.” Baru kali ini dia mendengar bos menyebalkan itu memujinya. Pencitraan di depan para tamu.
Obrolan berlanjut sebentar, sebelum akhirnya sebuah ketukan pintu dari pelayan yang mengingatkan waktu mereka selesai. Semuanya keluar. Mr Hosoda terus mengajak Srikandi mengobrol sepanjang perjalanan menuju lift, sampai ke depan lobi. Namun wanita itu undur diri, karena harus mengurus dokumen ke resepsionis.
“Hosoda-san, I need to discuss with the reception, Arjuna-san will accompany you.” Srikandi mengangguk hormat. Lelaki bertubuh sedang itu tersenyum. Mata sipitnya semakin mengecil. Dia kemudian mengeluarkan sesuatu dari tasnya.
“Sweet chocolate for sweet girl,” ucapnya sambil memberikan satu batang cokelat premium. Ah, lelaki itu ternyata romantis juga. Srikandi menerimanya dengan penuh senyuman.
“Arigatoo gozaimsu, watashi no happy desu,” ucapnya mencoba berbicara bahasa jepang walau dia sebetulnya hanya tahu itu saja. Mr Hosoda terkekeh, dan membalas anggukan Srikandi.
“Do itashimasta,” ucapnya, kemudian obrolan mereka berlanjut dengan Arjuna yang mengantar mereka ke depan lobi.
Srikandi memisahkan diri menuju bagian resepsionis.
“Mbak, nanti untuk billing-nya atas nama PT Sejahtera Bagaskara dikirim by email aja ya.” Srikandi menyodorkan satu buah kartu nama pada resepsionis. Wanita itu menerimanya.
“Baik Bu, terima kasih sudah berkunjung,” ucap resepsionis itu dengan ramah. Srikandi kemudian berjalan menuju pintu keluar dari lobi.
Arjuna masih berdiri di depan lobi setelah melepas ketiga tamu jepangnya. Dia berbalik mencari Srikandi. Terlihat wanita itu sedang berjalan ke arahnya. Namun yang membuatnya terkesiap, ketika matanya melihat wanita berpakaian mini dress marun yang baru keluar dari lift.
“Cantika,” gumamnya dalam dada. Dilihatnya wanita itu tengah menggandeng lelaki yang sama, yang ditemukannya malam itu.
Beruntung Cantika tidak melihatnya. Namun lelaki yang berada di sampingnya yang tidak lain adalah Ridho, kembali melihat Srikandi yang tengah berbincang dengan Arjuna. Dia kembali mengeluarkan ponselnya dan melihat sebuah foto dalam galerinya. Namun ketika dilihatnya lagi, Srikandi sudah menghilang. Wanita itu sudah masuk ke mobil yang dikemudikan Pak Slamet. Sementara Arjuna berjalan tergesa untuk menghindari bertatap muka dengan wanita yang sudah melukainya.
“Pak Slamet suka cokelat?” Srikandi bertanya ketika sudah merasa duduknya nyaman.
“Enggak terlalu sih, Mbak, tapi anak saya yang doyan banget,” ucap Pak Slamet masih fokus mengemudi. Srikandi mengambil cokelat yang diberikan Mr. Hosoda.
“Ini Pak, tadi orang jepang itu ngasih saya, tapi saya nggak suka cokelat, buat anak Bapak aja, dibuang sayang cokelat mahal.” Srikandi menyodorkan cokelat itu pada Pak Slamet yang menyambutnya dengan sumringah.
Mobil avanza silver yang mereka tumpangi melaju sedang. Membelah malam dan keramaian yang tidak berkurang. Srikandi menyandarkan tubuhnya dan memeriksa ponselnya yang sejak tadi disilent dan disimpan ke dalam tasnya. Ada dua panggilan tak terjawab dari nomor Ibu. Kemudian ada satu pesan sekitar satu jam yang lalu.
[Sri, keluarga Bu Yunita udah nanyain lagi, kamu kapan ada waktu buat pertemuan keluarganya?] Pesan ibundanya.
Srikandi menutup ponselnya kembali. Dia menghela napas dalam-dalam. Sejak adiknya meninggal, ibunya terus mendesak dirinya segera meresmikan pertunangannya. Bu Sartika, ibunya Srikandi memiliki sahabat yang tinggal di kota Bekasi. Karena kedekatan mereka sejak SMA, tercetuslah ide untuk menjodohkannya dengan anak lelaki sahabatnya itu. Srikandi sama sekali belum pernah mengenal lelaki itu, dia baru tahu namanya saja, Ridho.
Kringgg Kringgg KringggJam weker di atas nakas berbunyi. Tak berapa lama nada alarm dari ponselnya menyusul membangunkannya. Srikandi berusaha membuka matanya yang masih terasa berat. Bagaimanapun dia tidur cukup larut malam tadi. Dia mencoba membujuk kelopak matanya untuk terbuka. Mengingat-ingat sesuatu yang menarik.“Ahh, sarapan Mas Anwar,” gumamnya sambil mencoba mendorong kelopak mata yang begitu lengket.“Aku nggak boleh kesiangan, demi membalas budi baiknya,” gumamnya sambil melempar selimut yang membuatnya enggan bergerak.Diambilnya remote AC dan segera dimatikan. Memeriksa ponsel, melihat pesan namun sepi. Dilihatnnya bayangan dirinya dalam cermin. Bangun tidur, kecantikan natural pikirnya. Gadis itu tersenyum sendiri melihat pantulan dirinya. Mata panda, rambut kusut, dia membayangkan ke kantor dengan tampilan seperti itu. Ah, sudahlah Sri jangan menghayal dipagi buta. Bergegaslah mandi.Bilasan air mem
“Kalau bukan karena ayah menggantikanmu dengannya, mungkin hari ini kita masih berbahagia.” Arjuna bersandar pada kursi kebesarannya. Matanya beralih menatap seisi ruangan. Masih selalu terbayang bagaimana kehangatan yang tercipta setiap hari di ruangan itu. Suasana yang sungguh jauh berbeda dengan sekarang.“Apa lagi rencana gilanya, seenaknya mau menjodohkanku dengan orang yang tidak dikenal, huh!” Arjuna mengacak rambutnya tanpa sadar, mengingat perkataan Tuan Bagaskara tempo hari tentang rencana memperkenalkannya dengan anak kolega bisnisnya.Tuan Bagaskara sebenarnya merasa bersalah, ketika malam itu melihat putranya pulang dengan wajah berantakan. Akhirnya dia menghubungi kolega bisnisnya untuk memperkanalkan putra-putri mereka. Tuan Arnold setuju, begitupun putrinya yang baru saja kembali dari kuliah di luar negeri. Pak Bagaskara pastinya memiliki alasan kuat kenapa dia bersikeras tidak merestui hubungan putra sematawayangnya dengan Canti
Srikandi, Bisma dan Anwar akhirnya sampai di tempat yang mereka pesan. Hari itu sang sekretaris mengurusi reservasi untuk kepentingan dirinya. Tempat makan yang dipilihnya bukan yang tergolong mahal, namun tetap berkelas dan nyaman. Mereka mengambil tempat di lantai dua, di paling pojok, sengaja Srikandi memilih tempat makan outdoor, sehingga mereka bisa menikmati taburan bintang gemintang di langit lepas.Ketiga orang itu sudah melepaskan alas kaki. Balai-balai bambu yang didominasi dengan hiasan tradisional begitu tepat, menjadikan suasana menjadi romantis. Srikandi memilih duduk di pinggir, sehingga bisa bersandar pada dinding anyaman bambu yang menjadi pembatas setiap gazebo.“Sri.” Bisma dan Anwar berbarengan. Keduanya saling menatap dan tertawa.“Lo duluan Mas,” ucap Anwar yang memang usianya lebih muda beberapa bulan daripada Bisma.“Ya, iyalah, gue kan lebih senior daripada elo,” ucap Bisma sambil menepuk dada.
Sementara itu, Srikandi segera menuju resepsionis untuk melakukan reservasi. Dia memilih ruangan tertutup mengingat tamunya ingin karaoke lagi. Kali ini dia sudah memikirkan sebuah lagu jika pada akhirnya harus tetap menyanyi.Beruntung di tempat seperti itu ada juga ruangan premium meskipun tidak sebagus di hotel berbintang. Lagipula salah mereka sendiri, kenapa membuat acara seperti membuat sambel, dadakan. Srikandi memang masih mengenakan pakaian kantor, mengingat tadi langsung berangkat tanpa pulang dulu ke kost paviliunnya.Srikandi tengah duduk dan bersantai di ruangan itu. Dia sengaja memesan ruangan large untuk meminimalisir kesan sumpek, karena dinding ruangan ini didesain tidak terlalu tinggi. Sebuah notifikasi pesan masuk berbunyi.Tring[Ruangan mana?] Pesan dari Arjuna.[Room D75 Pak.] Ucap Srikandi.[Large?] rupanya dia sudah hapal.
Mobil yang dikendarai Bisma membelah keramaian. Waktu belum terlalu malam, jalanan masih ramai lancar. Lelaki itu memutar lagu untuk menemani perjalanan mereka. Lampu jalanan yang terang berbaris, berpendar menyala menambah hangatnya rasa. Perasaan lelaki itu menghangat setiap dia melihat raut bahagia wanita yang tengah asyik sendiri dengan pemikirannya. Srikandi duduk nyaman pada kursi di sebelahnya, pandangannya terlempar keluar jendela.“Sri.” Bisma memulai kembali obrolan yang terhenti begitu saja.“Ya, Mas.” Wanita itu menoleh sekilas ke arahnya. Kemudian berpaling kembali menatap dunia luar yang terlihat indah.Namun belum sempat obrolan berlanjut, ponsel milik wanita itu berdering. Srikandi melihatnya sekilas kemudian mengabaikannya. Berdering lagi, didiamkan lagi. Berulang kali, hingga pada deringan kelima akhirnya Srikandi mengangkat telepon itu.“Hallo!” Akhirnya wanita itu menjawab telepon dengan malas.
“Hmm hmm hmm hmm hmm hmm.” Srikandi berjalan sambil bersenandung. Entah apa yang membuat paginya begitu riang.“Pagi Pak!” Gadis itu menyapa security.“Pagi Bu!” Security mengangguk. Srikandi terus berjalan sambil melanjutkan senandungnya.“Hmm hmm hmm hmm hmm hmm...” Srikandi meneruskan lagu kebangsaannya cold play. Entah kenapa wanita karir dari generasi millenial itu, begitu menyukai alunan lagu cold play. Sementara itu pandangannya fokus pada layar ponsel yang dipegangnya.BrukkTubuhnya sedikit terhuyung karena membentur sesuatu. Ponselnya hampir terjatuh. Beruntung masih bisa diselamatkan.“M-maaf,” tukasnya sambil menyeimbangkan kembali badannnya.“Jalan tuh, pake mata!” Ah ternyata yang dia tabrak adalah manusia besi.“Pak, di mana-mana jalan tuh, pakai kaki, mana ada jalan pake mata?” Srikandi menimpali ucapan
Chevrolet Orlando summit white itu melaju sedang, menuju salah satu butik ternama. Srikandi sudah memesan satu dress seperti instruksi atasannya. Informasi dari Arjuna, pertemuan malam ini adalah pertemuan penting sehingga meminta sekretarisnya itu berdandan maksimal agar tidak mempermalukannya.Arjuna tidak menemani Srikandi masuk ke butik. Lelaki itu malah menunggu, duduk di luar sambil mengecek email pada gawainya. Tidak berapa lama, Srikandi sudah keluar dengan mengenakan gaun yang terlihat simple namun terkesan sopan dan elegan. Dress dengan rok di bawah lutut dan model lengan tertutup, hiasan puring yang berlapis terlihat manis.Sial, kenapa dia terlihat begitu manis. Kejujuran hatinya tidak bisa dipungkiri. Namun egonya tetap berusaha melawan.“Sekarang kita ke salon, wajah kamu yang standard itu terlihat kurang pas dengan gaun elegan ini.” Sebuah kalimat merendahkan yang terlontar. Srikand
“Papah akan membatalkan perjodohan kamu dengan anak om Arnold, kalau kamu memang bias mendapatkan dia jadi mantu papah, Srikandi. Ayo Mah!” Tuan Bagaskara menepuk bahu anaknya berkali-kali, kemudian pergi meninggalkannya. Arjuna termenung, semua terjadi di luar kendali dan rencananya. Setelah tersadar, lelaki itusegera berlari mengejar Srikandi yang sudah sampai halaman rumahnya.“Sri!”Namun gadis itu sudah berada di luar gerbang. Arjuna tinggal beberapa langkah lagi, tetapi ojek online sudah tiba di depan gadis itu. Srikandi menerima helm dan memakainya dengan tergesa.“Sri!”Suara Arjuna tak mengurungkan niat Srikandi untuk segera pergi dari rumah itu. Dia tidak menyangka, bosnya yang notabene berpendidikan dan lulusan magister, mau melakukan hal seperti itu. Sesuatu hal yang selama ini hanya dia baca dalam novel-novel atau film di layar kaca.Sebuah kebohongan hanya akan melahirkan keboho