“Emhh ... engga Pak,” Srikandi tersenyum hambar, tidak mungkin dia mengatakan kalau dia takut hantu. Meskipun sebetulnya bosnya lebih menyeramkan.
Akhirnya mereka tiba di pintu exit, Srikandi segera melakukan finger scan untuk merekam kehadirannya hari itu. Dia memastikan finger scan-nya benar-benar terbaca. Terkadang bos reseknya itu, tidak mau tanda tangan, ketika ada permasalahan absensinya di bagian payroll.
Arjuna segera masuk ke mobilnya. Dia tidak pernah menggunakan supir, alasannya pada pak Bagaskara adalah untuk cost saving, sebetulnya dia tidak mau ada yang melaporkan pada ayahnya, ke mana dia pergi setelah pulang dari kantor.
Srikandi berjalan mengikuti marka pejalan kaki untuk karyawan, sebelah kiri di dalam garis kuning. Jalan itu menghubungkan parkiran yang ada di pintu belakang tembus ke gate exit security yang ada di depan lobi. Arjuna mengendarai mobilnya dan melewati sekretarisnya begitu saja, jangankan menawari tumpangan, sekedar basa-basi mengucapkan duluan pun tidak pernah.
Srikandi sedang berdiri dan fokus pada layar ponselnya, memesan transportasi online. Seketika, suara klakson mengagetkannya.
Tin Tin
“Ayo Sri, udah malem. Aku anterin pulang.” Bisma membuka jendela setengah. Kepalanya menyembul dari balik jendela mobil yang kacanya dia turunkan setengah.
“Mas Bisma duluan aja, aku udah pesen ojol, kasian kalau cancel nanti bonusan trip mereka hangus.” wanita itu ternyata lebih memikirkan orang lain dari pada dirinya sendiri. Bisma tersenyum memaklumi, kemudian menutup kembali kaca mobil Alphardnya dan berlalu meninggalkan gerbang.
Tak lama kemudian, ojol yang dipesan Srikandi datang. Dia segera menerima helm yang diberikan pengemudinya dan segera melaju menuju kostannya di paviliun kelas menengah. Sebuah pavilun mini yang di dalamnya, hanya ada kamar tidur dan kamar mandi. Dapur dan ruang tengah milik bersama. Srikandi memang merantau ke kota itu, meninggalkan ibunya yang janda dan adiknya yang baru satu hari yang lalu dipanggil Yang Maha Kuasa.
Mobil berwarna putih yang dikendarai oleh Arjuna bukan melaju ke arah kediamannya. Dia berbelok ke sebuah apartement di mana Cantika, kekasih sekaligus mantan sekretarisnya tinggal di sana. Arjuna keluar dari mobil dan membawa serta laptopnya, karena belum mengecek pekerjaan Srikandi untuk meeting besok.
Dia berjalan memasuki lobi apartemen. Security yang jaga sudah begitu familier dengannya yang hampir setiap hari mampir ke sana setiap pulang kerja. Bagi Arjuna, Cantika adalah candu, dia bisa mendapatkan kesenangan ketika bersama dengannya. Security menganggukan kepala, memberikan ucapan selamat datang untuk tamunya.
Arjuna membalas sapaannya, kemudian berjalan menuju lift dan menekan angka tujuh. Lantai di mana kamar kekasihnya berada. Lift melaju tidak terasa, akhirnya Arjuna tiba di tempat yang ditujunya. Dia segera keluar dan menuju kamar paling pojok milik Cantika. Sesampainya di sana, dia mengeluarkan kartu akses dari sakunya. Malam itu dia hendak memberikan kejutan pada kekasihnya setelah membuatnya kesel karena dia tidak bisa mengantarnya ke salon sore tadi.
Ceklek
Handel pintu terbuka. Apartemen mini itu hanya memiliki sekat menggunakan lemari dengan desain unik yang membatasi ruang depan dan kamar tidurnya. Hanya lampu temaram yang terlihat berpendar, Arjuna berjalan hati-hati agar tidak membangunkan kekasihnya yang pastinya sudah terlelap. Namun semakin dekat dengan tempat yang dituju, semakin terdengar suara aneh. Apakah kekasihnya belum tidur dan sedang menonton video.
Namun seketika dia menjatuhkan laptop yang ditentengnya. Kedua matanya membulat melihat siluet dua orang manusia yang tengah bergumul mesra di atas tempat tidur. Napas memburu dengan tangan gemetar, Arjuna menekan saklar lampu dan terlihatlah adegan yang membuat darahnya mendidih, sampai ke atas kepala. Kedua orang yang tengah melayang itu, terkejut dengan keadaan yang tiba-tiba terang.
“Cantika!” teriak Arjuna. Wanita itu terlihat kaget dan segera menarik selimut untuk menutupi tubuhnya.
“Ar, Arjuna Sayang? K-Kamu katanya gak bisa ke sini?” wajahnya merah ketakutan, suaranya gemetar. Dia tidak menyangka jika Arjuna akan datang malam itu.
“Jangan pernah memanggilku dengan sebutan itu lagi, dengan mulut kotormu.” Arjuna menendang rak lampu tidur, menumpahkan amarah yang memuncak.
Brak
Kemudian dia mengambil tas laptopnya yang terjatuh. Matanya melirik sinis ke arah lelaki yang masih tengah mengenakan pakaian.
“Lelaki panggilan, teruskan saja, aku tak sudi menjadi pengganggu di antara kalian.” Dengan sinis dan nada penuh tekanan, dia menatap tajam pada lelaki yang memang dia akui wajahnya cukup lumayan.
“S-s--ssayang!” Cantika berusaha turun dari ranjang dengan membalut tubuhnya menggunakan selimut.
“Cih,” ucap Arjuna dengan jijik sambil melirik sekilas pada wanita yang berjalan menuju ke arahnya.
“Ini, aku tak butuh ini lagi,” Arjuna melemparkan kartu akses apartement pada wajah Cantika yang sudah merah padam. Entah apa yang wanita itu rasakan.
“Ak--aku bisa j--jelaskan semuanya,” Wanita itu mencoba memberikan penawaran.
“Aku tidak butuh penjelasan apapun, mulai saat ini, jangan cari aku lagi!” Arjuna setengah berteriak dengan mata membulat penuh kemarahan. Kemudian dia berjalan keluar pintu dan membantingnya dengan sekuat tenaga.
BAB 46 –MENIKAH Tidak berapa lama Arjuna dan Tuan Bagaskara beserta Nyonya Arimbi datang kembali ke kamar Srikandi. Gadis itu tampak masih terduduk dan mencoba mencerna semua keadaan yang terjadi. Rasa trauma kejadian semalam belum hilang. Tubuhnya masih luka-luka dan terasa sakit semua. Pagi-pagi sudah ditangkap basah harus menikah. Kepalanya berdenyut hebat dan tidak bisa berpikir jernih lagi. “Saya sudah memutuskan kalian untuk menikah hari ini!” Srikandi masih duduk menunduk. Dia tidak merespon apapun ucapan ayah dari Arjuna itu. “Saya tidak tahu harus berkata apa? Menolak atau menerima? Tapi saya pun tidak tahu apa yang telah terjadi pada kami malam tadi,” ucap Srikandi setelah terdiam beberapa lama. “Ini demi kebaikanmu juga, Sri! Lelaki itu bisa bebas kapan saja dan mencarimu, dia bisa lebih brutal lagi setelah tidak berhasil mendapatkanmu!” ucap Tuan Bagaskara dengan tenang. “Meskipun kita menuntut dan memasukkan
BAB 45 –Tertangkap BasahDi tengah keseruan mereka. Tiba-tiba pintu kamar terbuka. Nyonya Arimbi datang membawakan dua gelas susu cokelat. Dia meletakkannya di atas nakas di samping tempat tidur yang sedang diduduki bertiga.“Juna, Sri, ini diminum dulu susunya mumpung masih hangat.” Wanita itu menyodorkan satu gelas susu kepada Srikandi.“Makasih, Bu!” Srikandi menerimanya. Gadis itu segera meneguk susu hangat tersebut hingga sisa setengah gelas.Bi Ikah menyimpan kembali gelas dengan susu yang masih setengah sisa. Dia melanjutkan memijit lengan Srikandi.Nyonya Arimbi menghampiri putranya yang baru saja menutup kotak P3K. Lelaki itu masih duduk di ujung dipan tempat Srikandi bersandar.“Sini kotak P3K-nya Jun, ini kamu minum dulu mumpung masih hangat!” Nyonya Arimbi menyodorkan segelas susu lainnya pada Arjuna.“Tumben, biasanya Bi Ikah yang buatin?” Arjuna mencebik
BAB 44 –Pulang Ke Rumah Arjuna Arjuna menghampiri Benny dan menepuk pundaknya. “Saya akan urus kamu setelahnya, ikut dulu saja ke kantor polisi buat kesaksian yang memberatkan dia!” Mata Arjuna memicing ke arah Ridho. Kemudian dia melanjutkan memapah Srikandi yang terpincang-pincang menuju mobilnya. Wanita itu masih terlihat syok. Air mata masih sesekali menggenang di matanya. Arjuna membukakan pintu depan. Srikandi menatapnya merasa sungkan. Bagaimanapun kondisinya kotor dan berantakan. “Nanti mobilnya kotor, Pak!” Arjuna terdiam sebentar. Dia melihat pakaian Srikandi yang basah kuyup. Kemudian lelaki itu membuka pintu belakang mobilnya dan mengambil jas yang menggantung di sana. “Pakailah, nanti kedinginan! Jangan pikirkan mobil saya, pikirkan dirimu sendiri!” Dia menyodorkannya pada Srikandi. Wanita itu masih diam mematung. Arjuna segera melepas hunger dan menyamp
BAB 43 – PENANGKAPANSrikandi perlahan melepas heel-nya. Satu tangannya merogoh ke dalam tasnya dan mengambil sesuatu. Dadanya sudah bergemuruh hebat. Dia sama sekali tidak menyangka lelaki yang akan dijodohkan dengannya akan berbuat senekat ini.“Bang, sadar Bang! Kamu akan merusak hubungan kedua orang tua kita, kalau kamu melakukan ini?” Srikandi mencoba mengulur waktu.Lelaki itu semakin mendekatkan wajahnya. Jemarinya mulai menyentuh pipi Srikandi, tetapi wanita itu menepisnya.“Sri, jangan jual mahal! Nggak ada siapapun yang bisa menolongmu di sini! Pilihannya cuma dua, mau dipaksa atau suka rela?” Matanya menatap penuh hasrat.Wajah Srikandi semakin memerah. Darahnya mengalir berdesir hebat. Ketakutan menyelimuti dirinya. Dia mencoba menarik napas beberapa kali. Matanya mengintip ke dalam tas untuk mencari benda pipih miliknya.Dia mengusap layar ponselnya dan mencari nama sese
BAB 42 – Kau Akan Jadi MilikkuTidak lama, terlihat Srikandi keluar dari gerbang menuju mobilnya. Ridho menyambutnya dengan senyuman ramah ketika gadis itu sudah duduk di sampingnya. Mobil melaju sedang meninggalkan perusahaan Bagaskara Group.Mobil yang mereka tumpangi melesat membelah keramaian. Menuju sebuah kafe yang sudah Ridho booking terlebih dulu.“Sri, akhir-akhir ini kamu jarang banget bales pesan aku? Ada apa, ya?” Lelaki itu menelisik.“Aku sibuk, Bang! Sejak bos aku kecelakaan, banyak banget urusan yang harus aku selesaikan.”“Sekarang bisa ketemu, berarti bos kamu udah sembuh?”“Iya, Bang.”Hanya percakapan-percakapan singkat yang terjadi antara mereka. Srikandi terlihat tidak seperti biasa. Senyum yang indah itu sudah tidak lagi tampak pada raut wajahnya. Ridho benar-benar yakin, jika sudah terjadi sesuatu.Apakah lelaki itu sudah mence
BAB 41 – Bertemu RidhoAkhir pekan yang melelahkan. Begitulah kira-kira kesan yang diperoleh wanita kelahiran Garut itu. Mereka tiba menjelang malam. Minggu malam yang harusnya digunakan untuk istirahat maksimal, menjadi malam yang menyita waktu.Senin pagi akhirnya tiba. Srikandi sedang berdiri di depan gerbang kost paviliunnya menunggu ojek online yang dipesannya. Wanita itu menenteng satu bag besar berisi oleh-oleh untuk rekan-rekan kantornya.Baru saja ojol datang. Sebuah Chevrolet menepi. Mobilnya diparkirkan di depan tukang ojol yang baru saja menyerahkan helm pada Srikandi.Arjuna turun dari Chevrolet miliknya. Lelaki itu berjalan menghampiri Srikandi yang tengah mengenakan helm."Pagi, Pak! Ngapain ke sini dulu, semalem ada yang ketinggalan?" Akhirnya dia berhasil mengunci helmnya. Menoleh ke arah Arjuna yang mendekat ke arahnya."Iya, ada! Ayo berangkat!"Arjuna mengambil alih tentengan dari tangannya.