Share

Tiga

Arjuna mengemudikan mobilnya dengan membabi buta. Beruntung otaknya masih sejalan. Akhirnya dia sampai depan gerbang rumah megahnya. Security segera membukakan pintu. Dia mengangguk pada majikannya yang baru saja memasuki halaman. Arjuna  memarkirkan mobilnya sembarangan. Dia berjalan dengan gemerusuh. Diambilnya anak kunci dari sakunya dan segera dibukanya pintu utama.

Dia memasuki rumah dengan wajah kusut. Kepalanya  tertunduk. Dia tergesa-gesa menaiki anak tangga. Tanpa sadar, sepasang mata pak Bagaskara menatapnya dengan menggelengkan kepalanya. Lelaki paruh baya itu tengah mengambil ponsel miliknya yang tadi tertinggal di ruang tengah. Baru saja naik dan belum sempat masuk kamar, terlihat putranya datang dengan wajah terlihat berantakan. Namun lelaki itu tak akan menegurnya sekarang, yang ada hanya akan memicu keributan tengah malam.

Hubungannya dengan Arjuna sedang tidak baik, semenjak dia mengganti Cantika dengan Srikandi. Gadis yang direkrutnya langsung dari universitas. Dia melihat keseriusan dan kerja keras dari wajah gadis itu. Dari tipe wajah dan penampilan, Srikandi bukanlah tipe penggoda. Itulah yang pak Bagaskara simpulkan. semenjak interviewnya dengan gadis itu.

Arjuna melempar tas laptopnya ke atas tempat tidur. Dia menendang meja kecil yang tertata rapi dekat sofa,  hingga terpental. Dia benar-benar marah. Tapi dia tidak tahu harus berbicara pada siapa. Dia ingin meluahkan semua kekesalan itu.

Setelah itu dia menjatuhkan tubuh lelahnya, berbaring melintang tak jelas. Dipejamkan matanya, namun bayangan yang menyesakkan itu tak mau pergi.

“Aarrgghhhhh!” Akhirnya dia berteriak dengan keras. Sekeras yang dia bisa. Beruntung kamarnya dilengkapi dengan sistem kedap suara, sehingga tidak ada yang mendengarnya. Tetesan bening mengalir dari sudut matanya. Lelaki angkuh itu akhirnya menangis.

Hampir setengah jam, sebelum akhirnya dia sadar,  belum memeriksa slide presentasi untuk meeting besok. Arjuna memaksakan diri. Dia meraih tas laptop yang tadi dilemparnya. Segera dia keluarkan benda itu dari dalamnya. Dinyalakannya, namun sepertinya batterynya habis. Dia beralih ke sofa dan mencolokan kabel charger pada stop kontak listrik yang ada di sana. Namun laptopnya masih tidak mau menyala. Sepertinya benturan tadilah penyebab kerusakan itu.

Arjuna terdiam sejenak. Dia mengambil ponselnya yang tegeletak, terlihat ada puluhan  miscall dari kontak yang diberinama CantikaCintaku. Dia abaikan, kemudian dia memilih satu kontak dan menghubunginya.

“Hallo Sri,” ucapnya.

Halo, iya Pak,” terdengar jawaban dari ponsel yang di loudspeakernya. Suara sedikit serak dari wanita yang ada diseberang teleponnya.

“Besok meeting jam berapa?” tanyanya.

Hmmm, jam sembilan Pak,” jawab wanita itu.

“Bisa tolong kontak toko elektronik langganan kita malam ini, siapkan laptop yang sama dengan punya saya, besok saya ambil,” ucap Arjuna.

“Laptop Bapak kenapa?” suara serak itu bertanya.

“Itu urusan pribadi saya, kamu gak usah ikut campur.” Arjuna menutup teleponnya dan melemparnya ke tengah tempat tidur.

Sementara itu, dibilik sebuah paviliun. Seorang gadis tengah mengumpat kesal.

“Dasar bos gak punya moral, bangunin orang seeneaknya, nyuruh semaunya, siapa juga yang mau ikut campur urusan pribadinya? Ih, ogah,” gerutunya. Sementara tangannya tetap menjalankan perintah dari otaknya untuk mencari kontak toko elektronik langganan kantornya.

“Hmm ... malem-malem gini masa nelepon, WA aja ah,” akhirnya Srikandi mengirimkan pesan terkait permintaan bosnya.

[Mba, maaf ganggu malem-malem, besok pagi bos aku mau laptop yang baru, tolong siapin, spesifikasinya, samain kayak yang dulu, kalau ada yang lebih bagus, tawarin aja. Mba hapal ‘kan seleranya? PO dan lainnya menyusul ya, nanti saya urus di jam kerja.] Kemudian Srikandi melanjutkan tidurnya.

“Eh, tadi mimpi apa ya, kayaknya tadi aku seneng banget.” Dia menatap langit-langit sambil terlentang,  mengingat-ingat mimpinya yang terputus oleh gangguan roaming malam-malam.

“Ah, aku lupa, tapi tadi rasanya bahagia banget, kok bisa lupa, ya?” gumamnya sendirian.

“Ah sudahlah, bikin lagi aja mimpi yang baru, mumpung malam masih panjang,” gumamnya sambil memejamkan matanya. Baru saja dia hendak terlelap, ponselnya berdering.

BosGalak

Muncul tulisan yang membuat dia menghela napas panjang. Ada apa lagi orang itu menelpon malam-malam.

“Halo Pak, udah saya pesenin ya, tenang aja, Bye!” Kali ini Srikandi langsung menebak pertanyaan yang akan keluar dari mulut atasannya.

Saya bukan mau nanya itu,” suaranya terdengar dingin. Srikandi mencebik kesal. Biar sepuasnya dia meledeknya mumpung tidak ada dihadapannya. Kalau ada, mana ada keberanian.

“Terus?” Srikandi bertanya lagi.

Tadi saya udah check slide presentasi yang kamu kirim lewat HP, itu minta revisi untuk bagian dua slide terakhir, tolong tambahkan juga possibility improvement yang kita punya, terus hidden satu item tentang beberapa project yang sempat tersendat karena short material,” ucapnya panjang lebar, menyebalkan.

“Besok ya, Pak, saya benerin, kan meetingnya juga besok, saya masih ada waktu satu jam buat revisi kok,” ucap Srikandi dan sambungan telepon itu kembali terputus tanpa permisi.

Mata gadis itu membulat kesal. Dia memaki sendiri ponsel yang dipegangnya. Seolah-olah dia adalah manusia yang membuatnya dua kali kesal malam ini.

“Bos menyebalkaaaaaannnnnnn!” teriaknya tanpa suara. Sebagai akhir dari omelannya. Gadis itu mematikan ponselnya dan segera membenamkan dirinya dibalik selimut.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status