Share

BOS VS ME
BOS VS ME
Penulis: Evie Yuzuma

Satu

Prang!

Cangkir kopi yang dipegang Srikandi terjatuh dan pecah berserakan. Tubuh gadis itu mendadak oleng karena heel setinggi lima senti tidak menopangnya dengan benar.  Beruntung, Bisma yang baru memasuki pantry sigap menangkapnya

Tangan kokoh Bisma menangkap tubuh mungil Srikandi. Badannya lemas terkulai, sepertinya gadis itu kehilangan kesadaran.

“Hei! Ngapain kamu peluk-peluk dia?” Suara berat itu adalah  Arjuna.

“Jun, sekretaris lu pingsan.”Bisma membopong tubuh Srikandi yang terkulai dan membawanya ke ruang kesehatan. Beruntung perusahaan mereka memiliki klinik 24 jam sebagai fasilitas untuk karyawan.

Arjuna mematung, menatap punggung Bisma yang berjalan tergesa-gesa menuju ruang kesehatan. Kemudian pandangannya beralih pada pecahan gelas, dia menuju telepon di dekat pantry, menekan nomor extention bagian general cleaning untuk segera mensterilkan area dapur.

***

“Dok, kenapa dia?” Bisma bertanya pada dokter Anita yang baru saja selesai memeriksa Srikandi, rekan kerjanya.

“Dia kelelahan dan sepertinya telat makan,” ucap dokter Anita, sambil duduk kembali di balik mejanya.

“Mungkin ... dia kecapekan Dok, memang kemarin baru saja pulang kampung, setelah menghadiri pemakaman adiknya,” ucap Bisma. Dokter Anita mengangguk.

“Sudah siuman?” tanya Bisma lagi.

“Sudah, tapi kelihatannya masih sangat lemah,” ucap dokter Anita. Terdengar suara langkah kaki menggunakan heel mendekat. Bisma dan dokter Anita menoleh ke arahnya.

“Sri, kamu udah sadar?” Bisma berdiri menghampiri wanita itu.

“Udah Mas Bisma,” ucap Srikandi, wajahnya masih terlihat pucat. Bisma memang terkenal supel dan ramah, dia juga tidak suka dipanggil bapak, oleh anak buahnya. Bisma bukan orang yang gila hormat, meskipun dia seorang manager dari departement project dan business development, namun dia low profile dan senang bergaul.

“Saya duluan ya, nanti pak Arjuna memarahi saya, tadi dia minta dibuatkan kopi,” ucap Srikandi, mengingat tabiat buruk bosnya tersebut.

“Sepupu durjana, kalau bukan bos,” gumam Bisma hampir tak terdengar, dia sudah cukup kesal melihat perlakuan semena-mena bosnya itu. Bisma dan Arjuna memang masih sepupu, namun dalam hierarki di perusahaan, pastinya Arjuna memiliki hierarki tertinggi, karena dia adalah putra tunggal pemilik perusahaan.

“Sri, biar aja, nanti aku suruh office girl buat anterin kopi. Ayo, sekarang saya anter kamu pulang.” Bisma menawarkan diri. Srikandi menggeleng.

“Mas, pekerjaan saya belum selesai, pak Arjuna akan ada meeting besok pagi, jadi aku harus menyelesaikannya hari ini,” ucapnya. Bisma menarik napas panjang, akhirnya dia mengangguk dan mengikuti langkah Srikandi kembali ke ruangan,  setelah berpamitan pada dokter Anita.

Ruangan Bisma dan Arjuna bersebelahan. Bisma satu ruangan bersama beberapa divisi lainnya yang saling terhubung, seperti dengan team quality dan engineering. Sementara ruangan Arjuna yang notabene berstatus sebagai president direktur, hanya di isi oleh dua orang. Arjuna dan Srikandi. Memang di sana ada satu kursi kosong lagi, milik pak Bagaskara, ayah Arjuna. Namun kursi itu sering sekali kosong, mengingat sang pemilik perusahaan hanya berkunjung sesekali.

Arjuna menatap gadis yang baru masuk ruangannya itu dengan tatapan tajam, bak mata elang. Dari raut wajahnya sama sekali tak ada gurat kepedulian. Bagaimanapun, rasa tidak sukanya bukan tanpa alasan. Ayahnya yang memilih Srikandi sebagai sekretaris dan general admin menggantikan Cantika kekasihnya.

Srikandi melangkah gontai ke mejanya. Bagaimanapun kepalanya masih terasa berat. Namun beberapa slide meeting, belum dia check ulang. Besok adalah meeting penting terkait project baru yang cukup menggiurkan. Dia duduk tanpa menoleh pada orang yang sejak tadi memandangnya tajam. Gadis itu seperti sudah kebal dengan perlakuan semena-mena bosnya, meskipun terkadang dia menumpahkan semua kekesalan itu dengan menangis sendirian.

“Bikin drama apa lagi, kamu?” pertanyaannya sinis. Srikandi menatap sekilas pada bosnya.

“Maksud Bapak?” Wanita itu meminta penjelasan.

“Bikin keributan di pantry, mau menarik perhatian siapa? Bisma?” Sebuah tuduhan pedas terlontar. Srikandi menarik napas panjang.

“Itu masalah pribadi saya, apa ada urusannya sama Bapak?” ucap Srikandi lembut tetapi tajam. Akhir-akhir ini dia sudah mulai berani melawan atasannya tersebut.

“Cepet selesaikan slide-nya, saya mau pulang,” ucap lelaki itu dengan angkuh. Srikandi meliriknya sekejap dan mengangguk. Hampir setengah jam, akhirnya slide presentasi itu selesai.

“Sudah saya email Pak, silakan dicheck dulu!” ucap Srikandi, sambil membereskan meja kerjanya. Waktu sudah menunjukkan pukul setengah sepuluh malam.

“Saya check di rumah, HP kamu standby kalau ada revisi, saya telpon,” ucapnya sambil menjinjing tas laptopnya yang sudah rapi. Lelaki itu jarang sekali memakai jas, kecuali ada meeting besar dengan klien. Kemudian dia berlalu begitu saja, meninggalkan gadis itu sendirian dalam ruangan. Srikandi bergegas mematikan komputernya dan berjalan membuntuti atasannya, mengikutinya berjalan di lorong menuju parkiran. Sebetulnya dia bisa langsung keluar lewat lobi, namun finger mesin ada di dekat pintu keluar parkiran.

“Pak Juna!” Srikandi mempercepat jalannya, setengah berlari mengejar bossnya.

“Ada apa?” Arjuna menoleh tanpa menghentikan langkahnya.

“Emhh ... engga Pak,” Srikandi tersenyum hambar, tidak mungkin dia mengatakan kalau dia takut hantu. Meskipun sebetulnya bosnya lebih menyeramkan.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status