Prang!
Cangkir kopi yang dipegang Srikandi terjatuh dan pecah berserakan. Tubuh gadis itu mendadak oleng karena heel setinggi lima senti tidak menopangnya dengan benar. Beruntung, Bisma yang baru memasuki pantry sigap menangkapnya
Tangan kokoh Bisma menangkap tubuh mungil Srikandi. Badannya lemas terkulai, sepertinya gadis itu kehilangan kesadaran.
“Hei! Ngapain kamu peluk-peluk dia?” Suara berat itu adalah Arjuna.
“Jun, sekretaris lu pingsan.”Bisma membopong tubuh Srikandi yang terkulai dan membawanya ke ruang kesehatan. Beruntung perusahaan mereka memiliki klinik 24 jam sebagai fasilitas untuk karyawan.
Arjuna mematung, menatap punggung Bisma yang berjalan tergesa-gesa menuju ruang kesehatan. Kemudian pandangannya beralih pada pecahan gelas, dia menuju telepon di dekat pantry, menekan nomor extention bagian general cleaning untuk segera mensterilkan area dapur.
***
“Dok, kenapa dia?” Bisma bertanya pada dokter Anita yang baru saja selesai memeriksa Srikandi, rekan kerjanya.
“Dia kelelahan dan sepertinya telat makan,” ucap dokter Anita, sambil duduk kembali di balik mejanya.
“Mungkin ... dia kecapekan Dok, memang kemarin baru saja pulang kampung, setelah menghadiri pemakaman adiknya,” ucap Bisma. Dokter Anita mengangguk.
“Sudah siuman?” tanya Bisma lagi.
“Sudah, tapi kelihatannya masih sangat lemah,” ucap dokter Anita. Terdengar suara langkah kaki menggunakan heel mendekat. Bisma dan dokter Anita menoleh ke arahnya.
“Sri, kamu udah sadar?” Bisma berdiri menghampiri wanita itu.
“Udah Mas Bisma,” ucap Srikandi, wajahnya masih terlihat pucat. Bisma memang terkenal supel dan ramah, dia juga tidak suka dipanggil bapak, oleh anak buahnya. Bisma bukan orang yang gila hormat, meskipun dia seorang manager dari departement project dan business development, namun dia low profile dan senang bergaul.
“Saya duluan ya, nanti pak Arjuna memarahi saya, tadi dia minta dibuatkan kopi,” ucap Srikandi, mengingat tabiat buruk bosnya tersebut.
“Sepupu durjana, kalau bukan bos,” gumam Bisma hampir tak terdengar, dia sudah cukup kesal melihat perlakuan semena-mena bosnya itu. Bisma dan Arjuna memang masih sepupu, namun dalam hierarki di perusahaan, pastinya Arjuna memiliki hierarki tertinggi, karena dia adalah putra tunggal pemilik perusahaan.
“Sri, biar aja, nanti aku suruh office girl buat anterin kopi. Ayo, sekarang saya anter kamu pulang.” Bisma menawarkan diri. Srikandi menggeleng.“Mas, pekerjaan saya belum selesai, pak Arjuna akan ada meeting besok pagi, jadi aku harus menyelesaikannya hari ini,” ucapnya. Bisma menarik napas panjang, akhirnya dia mengangguk dan mengikuti langkah Srikandi kembali ke ruangan, setelah berpamitan pada dokter Anita.
Ruangan Bisma dan Arjuna bersebelahan. Bisma satu ruangan bersama beberapa divisi lainnya yang saling terhubung, seperti dengan team quality dan engineering. Sementara ruangan Arjuna yang notabene berstatus sebagai president direktur, hanya di isi oleh dua orang. Arjuna dan Srikandi. Memang di sana ada satu kursi kosong lagi, milik pak Bagaskara, ayah Arjuna. Namun kursi itu sering sekali kosong, mengingat sang pemilik perusahaan hanya berkunjung sesekali.
Arjuna menatap gadis yang baru masuk ruangannya itu dengan tatapan tajam, bak mata elang. Dari raut wajahnya sama sekali tak ada gurat kepedulian. Bagaimanapun, rasa tidak sukanya bukan tanpa alasan. Ayahnya yang memilih Srikandi sebagai sekretaris dan general admin menggantikan Cantika kekasihnya.
Srikandi melangkah gontai ke mejanya. Bagaimanapun kepalanya masih terasa berat. Namun beberapa slide meeting, belum dia check ulang. Besok adalah meeting penting terkait project baru yang cukup menggiurkan. Dia duduk tanpa menoleh pada orang yang sejak tadi memandangnya tajam. Gadis itu seperti sudah kebal dengan perlakuan semena-mena bosnya, meskipun terkadang dia menumpahkan semua kekesalan itu dengan menangis sendirian.
“Bikin drama apa lagi, kamu?” pertanyaannya sinis. Srikandi menatap sekilas pada bosnya.
“Maksud Bapak?” Wanita itu meminta penjelasan.
“Bikin keributan di pantry, mau menarik perhatian siapa? Bisma?” Sebuah tuduhan pedas terlontar. Srikandi menarik napas panjang.
“Itu masalah pribadi saya, apa ada urusannya sama Bapak?” ucap Srikandi lembut tetapi tajam. Akhir-akhir ini dia sudah mulai berani melawan atasannya tersebut.
“Cepet selesaikan slide-nya, saya mau pulang,” ucap lelaki itu dengan angkuh. Srikandi meliriknya sekejap dan mengangguk. Hampir setengah jam, akhirnya slide presentasi itu selesai.
“Sudah saya email Pak, silakan dicheck dulu!” ucap Srikandi, sambil membereskan meja kerjanya. Waktu sudah menunjukkan pukul setengah sepuluh malam.
“Saya check di rumah, HP kamu standby kalau ada revisi, saya telpon,” ucapnya sambil menjinjing tas laptopnya yang sudah rapi. Lelaki itu jarang sekali memakai jas, kecuali ada meeting besar dengan klien. Kemudian dia berlalu begitu saja, meninggalkan gadis itu sendirian dalam ruangan. Srikandi bergegas mematikan komputernya dan berjalan membuntuti atasannya, mengikutinya berjalan di lorong menuju parkiran. Sebetulnya dia bisa langsung keluar lewat lobi, namun finger mesin ada di dekat pintu keluar parkiran.
“Pak Juna!” Srikandi mempercepat jalannya, setengah berlari mengejar bossnya.
“Ada apa?” Arjuna menoleh tanpa menghentikan langkahnya.
“Emhh ... engga Pak,” Srikandi tersenyum hambar, tidak mungkin dia mengatakan kalau dia takut hantu. Meskipun sebetulnya bosnya lebih menyeramkan.
“Emhh ... engga Pak,” Srikandi tersenyum hambar, tidak mungkin dia mengatakan kalau dia takut hantu. Meskipun sebetulnya bosnya lebih menyeramkan.Akhirnya mereka tiba di pintu exit, Srikandi segera melakukan finger scan untuk merekam kehadirannya hari itu. Dia memastikan finger scan-nya benar-benar terbaca. Terkadang bos reseknya itu, tidak mau tanda tangan, ketika ada permasalahan absensinya di bagian payroll.Arjuna segera masuk ke mobilnya. Dia tidak pernah menggunakan supir, alasannya pada pak Bagaskara adalah untuk cost saving, sebetulnya dia tidak mau ada yang melaporkan pada ayahnya, ke mana dia pergi setelah pulang dari kantor.Srikandi berjalan mengikuti marka pejalan kaki untuk karyawan, sebelah kiri di dalam garis kuning. Jalan itu menghubungkan parkiran yang ada di pintu belakang tembus ke gate exit security yang ada di depan lobi. Arjuna mengendarai mobilnya dan melewati sekretarisny
Arjuna mengemudikan mobilnya dengan membabi buta. Beruntung otaknya masih sejalan. Akhirnya dia sampai depan gerbang rumah megahnya. Security segera membukakan pintu. Dia mengangguk pada majikannya yang baru saja memasuki halaman. Arjuna memarkirkan mobilnya sembarangan. Dia berjalan dengan gemerusuh. Diambilnya anak kunci dari sakunya dan segera dibukanya pintu utama.Dia memasuki rumah dengan wajah kusut. Kepalanya tertunduk. Dia tergesa-gesa menaiki anak tangga. Tanpa sadar, sepasang mata pak Bagaskara menatapnya dengan menggelengkan kepalanya. Lelaki paruh baya itu tengah mengambil ponsel miliknya yang tadi tertinggal di ruang tengah. Baru saja naik dan belum sempat masuk kamar, terlihat putranya datang dengan wajah terlihat berantakan. Namun lelaki itu tak akan menegurnya sekarang, yang ada hanya akan memicu keributan tengah malam.Hubungannya dengan Arjuna sedang tidak baik, semenjak dia mengganti Cantika dengan Srikandi. Gadis yang direkrutn
“Bos menyebalkaaaaaannnnnnn!” teriaknya tanpa suara. Sebagai akhir dari omelannya. Gadis itu mematikan ponselnya dan segera membenamkan dirinya dibalik selimut.Jam weker berbunyi berkali-kali. Namun gadis itu masih menggulung diri di dalam selimut. Alarm pada ponsel sudah mulai berdering juga. Namun, seperti ada lem perekat pada matanya. Dia begitu sulit untuk terjaga pagi itu. Sebuah deringan telepon mampu mengumplukan seluruh kesadarannya.BosGalakNada dering special untuk satu kontak itu mampu menarik nyawanya untuk segera berkumpul. Srikandi terperanjat dan langsung meraih ponsel untuk mengangkat panggilan.“Hall--” Belum sempat dia menuntaskan ucapannya, suara dari seberang telepon sudah menghardiknya dengan cepat.“Kamu sengaja mau buat saya terlambat? Ini mana toko elektroniknya kok belum buka?” Suaranya betul-betul bagai petir yang menyambar dipagi buta.“Dasar bos menyebal
Akhirnya untuk hari itu, Srikandi harus cukup mengganjal perutnya, dengan dua lembar roti tawar milik nawacita. Seorang rekan kerjanya yang bekerja pada bagian Design & Development. Kebetulan Nawacita datang ke pantry untuk membuat roti bakar. Memang staff-staff terkadang banyak yang telat sarapan, karena alasan kesiangan. Namun mereka selalu menggantinya dengan loyalitas pulang malam tanpa dibayar. Secara jam kerja memang lunas, tapi secara etika termasuk tidak bisa dimasukan dalam kategori baik.“Makasih ya Cita, aku masuk dulu ke ruangan,” ucap Srikandi sambil mengambil tissue untuk melap bibirnya, kemudian mencuci tangan.“Mas Bisma, ntar aku cari restoran paling mahal, biar kamu gadein KTP buat bayar,” ancam Srikandi sambil tersenyum pada Bisma yang masih menikmati tegukan kopi terakhirnya.“Oke, uang aku banyak Sri, jangankan bayar makan, bayarin restorannya aja sanggup,” kekeh Bisma menggo
Tak berapa lama, Anwar sang IT datang ke ruangan mereka. Srikandi mempersilakan Anwar untuk mengerjakan tugasnya. Dia berdiri tak jauh dari sana. Hanya butuh waktu lima menit buat IT handal itu mereset ulang username dan password komputernya.“Sri, masukin password barunya,” ucap Anwar setelah selesai. Dia bergeser dari tempat duduk Srikandi.“Pak Juna, mari Pak,” Anwar berpamitan pada Arjuna yang tengah duduk tanpa memperhatikan keberadaannya. Namun lelaki itu hanya berdehem tanpa meliriknya.“Makasih ya, Mas, maaf ngerepotin pagi-pagi,” ucap Srikandi sambil tersenyum. Anwar mengangguk.“Besok aku beliin sarapan deh, ya, buat ucapan terima kasihnya,” ucap Srikandi.“Aku yang seperti biasa aja kalo mau beliin,” ucap Anwar menghentikan langkahnya yang sudah hendak meninggalkan ruangan. Kemudian dia merogoh saku dan mengeluarkan dompetnya. Diambilnya uang lima puluh ribuan
Disebuah apartement.Sementara itu, disebuah apartement seorang wanita cantik terlihat gelisah. Beberapa kali dia mengambil ponsel, kemudian meletakkannya kembali. Digesernya layar ponsel mencari nama seseorang yang sudah dua tahun terakhir ini berstatus sebagai kekasihnya, Arjuna.Junaku Itulah tulisan yang terpampang pada layar ponselnya. Wanita itu tidak lain adalah Cantika, seseorang yang baru saja diputuskan oleh kekasih sekaligus pohon uangnya itu. Akhirnya jemarinya mulai merangkai kata, dikirimkannya sebuah pesan, setelah semua panggilannya diabaikan. Mungkin kini lelaki itu benar-benar telah membencinya. Namun setidaknya dia akan berusaha sejauh yang dia bisa.Ridho, baginya hanya selingan ketika bosan dan sendirian karena Arjuna sering sekali sibuk dengan pekerjaannya. Wanita itu mencari pelampiasan karena selama ini Arjuna tidak pernah mau terlalu jauh menjamahnya. Mereka dekat seperti orang berpacaran biasanya,
“Dho, ayo!” wanita itu menarik lengan lelakinya. Lelaki bertubuh tinggi itu mengikuti wanita dengan mini dress marun yang sudah menggelayuti lengannya dengan manja. Mereka memasuki VIP room di seberang ruangan yang Srikandi masuki.Tak berapa lama, Arjuna bersama tiga orang berkewarganegaraan Jepang berjalan dari arah lift. Mereka terlihat mengobrol santai. Arjuna terlihat lebih keren, ketika dasi dan jasnya dia lepas, style lebih terlihat casual. Beruntung dia melihat tamunya mengenakan pakaian casual, ketika baru saja tiba di parkiran. Disimpannya jas miliknya, satu kancing kemeja bagian atas dia buka, lengan kemeja panjangnya dilipat sedikit.Dua jam lebih mereka mengurung diri dalam ruangan karaoke. Pastinya ditemani oleh beberapa singer yang khusus dipesan oleh tamunya. Srikandi tetap stay tune bersama mereka. Sesekali sudut matanya melirik wajah bosnya yang tampak mencoba bersikap ramah.Waktu mereka
Kringgg Kringgg KringggJam weker di atas nakas berbunyi. Tak berapa lama nada alarm dari ponselnya menyusul membangunkannya. Srikandi berusaha membuka matanya yang masih terasa berat. Bagaimanapun dia tidur cukup larut malam tadi. Dia mencoba membujuk kelopak matanya untuk terbuka. Mengingat-ingat sesuatu yang menarik.“Ahh, sarapan Mas Anwar,” gumamnya sambil mencoba mendorong kelopak mata yang begitu lengket.“Aku nggak boleh kesiangan, demi membalas budi baiknya,” gumamnya sambil melempar selimut yang membuatnya enggan bergerak.Diambilnya remote AC dan segera dimatikan. Memeriksa ponsel, melihat pesan namun sepi. Dilihatnnya bayangan dirinya dalam cermin. Bangun tidur, kecantikan natural pikirnya. Gadis itu tersenyum sendiri melihat pantulan dirinya. Mata panda, rambut kusut, dia membayangkan ke kantor dengan tampilan seperti itu. Ah, sudahlah Sri jangan menghayal dipagi buta. Bergegaslah mandi.Bilasan air mem