Share

Empat

“Bos menyebalkaaaaaannnnnnn!” teriaknya tanpa suara. Sebagai akhir dari omelannya. Gadis itu mematikan ponselnya dan segera membenamkan dirinya dibalik selimut.

Jam weker berbunyi berkali-kali. Namun gadis itu masih menggulung diri di dalam selimut. Alarm pada ponsel sudah mulai berdering juga. Namun, seperti ada lem perekat pada matanya. Dia begitu sulit untuk terjaga pagi itu. Sebuah deringan telepon mampu mengumplukan seluruh kesadarannya.

BosGalak

Nada dering special untuk satu kontak itu mampu menarik nyawanya untuk segera berkumpul. Srikandi terperanjat dan langsung meraih ponsel untuk mengangkat panggilan.

“Hall--” Belum sempat dia menuntaskan ucapannya, suara dari seberang telepon sudah menghardiknya dengan cepat.

“Kamu sengaja mau buat saya terlambat? Ini mana toko elektroniknya kok belum buka?” Suaranya betul-betul bagai petir yang menyambar dipagi buta.

“Dasar bos menyebalkan.” Srikandi bergumam penuh penekanan, namun tanpa suara, sambil memandang ponselnya dengan geram.

“Ehmm ... iy—iya, Pak, saya udah WA semalem.” Srikandi segera meloud speakerkan ponselnya. Diaberpindahkelayar chat untuk memeriksa apakah pesannya sudah mendapatkan balasan.

“Aduuhhh,” Srikandi menepuk keningnya. Ternyata chatnya baru dibalas sekitar lima menit yang lalu.

“Emhh ... Bapak bias ke kantor dulu aja, biar nanti saya yang ambilkan, mungkin orang tokonya kesiangan Pak bangunnya,” Srikandi mencoba member penawaran.

“Sekarang sudah jam tujuh, saya butuh mempelajari slide presentasinya.” Komplennya.

“Kan Bapak bias lihat di HP, email Bapak udah terkoneksi ‘kan?” Srikandi kembali memberikan solusi.

Tut TutTut

Sambungan telepon ditutup seketika. Gadis itu berjengkit. Dilemparnya ponsel ke atas tempat tidu rmelampiaskan kekesalannya. Dilihatnya sudah pukul tujuh lewat lima menit. Dia bergegas mengambil handuk yang tergantung di samping lemari. Setengah berlari menuju kamar mandi.

Rutinitas mandi singkatnya selesai. Dicarinya dalam lemari blazer yang sudah dia ambil dari laundry. Masih wangi dan rapi. Setelah selesai berpakaian, memakai make up singkat, minimalis namun tetap manis. Karena akhir-akhir ini dirinya sudah terbiasa kesiangan, sehingga menjadi lebih terlatih dalam melakukan hal-hal yang express. Mandi cepat, sarapan cepat dan berdandan cepat.

Setelah dirasa selesai, dia mematut dirinya di depan cermin sebentar. Memutar, tersenyum, mengibaskan rambut. Ah, terlihat menawan menurutnya. Disambarnya tas di atas meja rias sambil berjalan keluar. Berjalan tergesa-gesa sambil memesan ojek online.

“Ayo Neng,” tukang ojol langgangannya ternyata sudah standby di depan paviliunnya. Srikandi tersenyum sambil menerima helm dari tukang ojol tersebut.

“Di depan mampir bentar ya, mau beli sarapan,” ucap Srikandi setelah duduk diboncengan dengan nyaman. Tukang ojek online itu mengangguk, sudah paham lagi kebiasaan langgangannya.

Kantor dan paviliunnya tidak berjarak terlalu jauh. Dalam waktu lima belas menit dia sudah sampai. Srikandi memberikan satu bungkus sarapan untuk tukang ojol seperti biasa. Kemudian dia berjalan menyapa security, masuk ke lobi menyapa resepsionist yang sudah dating sejak pagi.

Srikandi memilih satu kubikel untuk tamu yang ada di lobi untuk menghabiskan sarapannya sebelum masuk ruangan. Namun, belum sempat dia duduk, suara berat itu terdengar dari belakangnya.

“Laptop saya mana?”

Deg

Hatinya seketika berdebar kencang. Bukan karena kasmaran, tapi karena dia melupakan pesanan bosnya.

“Pagi Pak!” Srikandi berbalik dan memasang wajah ramahnya, menatap bosnya yang berdiri dengan wajah datar.

“Laptop saya?” Dia tak menjawab ucapan sektertarisnya.

“Emhh ... itu Pak, tadi saya udah minta dikirim pakai go online Pak, jadi bentar lagi sampai,” ucapnya berbohong menutupi kesalahannya. Karena kesiangan, dia benar-benar lupa untuk mampir ke took itu.

Lelaki itu terdiam sebentar. Kemudian dia berbalik setelah berkata.

“Kirimkan password laptop kamu, saya pelajari di sana saja,” ucapnya tanpa menunggu jawaban, langsung menuju ruangannya. Srikandi menepuk keningnya sambil merutuki kecerobohannya.

“Untung selamat. Nih, otak masih bagus bisa diajak kerjasama, meski perut meronta,”gumamnya.

Akhirnya sarapannya dikesampingkan. Dia segera menghubungi took elektronik langganannya untuk mengantarkan pesanannya menggunakan go online, seperti yang dia informasikan pada bosnya. Kemudian dia memberikan password laptopnya melalui pesan singkat pada lelaki menyebalkan itu.

[SriCantik.]

[Gak ada kerjaanya muji diri sendiri?] Balasan cepat diterima. Srikandi menghela napas.

[Itu password laptop saya, Pak, tadi Bapak mintakan?] Pesan terkirim. Satu detik, dua detik, satu menit, sepi tak ada balasan lagi.

Dia simpan ponsel ke meja, di samping menu sarapannya. Nasi kuning dengan rendang daging. Baru saja suapan pertama. Tiba-tiba bell masuk terdengar.

“Ya ampun, aku belum finger scan.” Srikandi berjalan tergesa-gesa menuju gate exit di belakang. Sarapannya dia bawa ke pantry, sekalian lewat. Kalau ada record telat, bisa-bisa kena potong gaji. Bos menyebalkan itu tidak akan mengapprove form koreksi kehadiran.

Setelah finger scan, akhirnya dia kembali dengan perasaan tenang. Rencananya akan menyimpan tas, kemudian menghabiskan sarapannya di pantry. Baru saja tiba di pintu pantry, terlihat sesesorang sedang memakan nasi yang tadi disimpannya.

“Mas Bismaaaa, itu nasi aku,” Srikandi cemberut mendapati Bisma tengah asyik menyantap nasinya hingga tinggal setengah.

“Lha, punyamu? Tadi aku pesen bu Irma nasi kuning juga,” Bisma melongo menatap wajah kesal Srikandi.

“Permisi Pak. Maaf, tadi nasi kuning yang jualan di depan sudah habis.” Bu Irma yang merupakan office girl muncul dari balik pintu dan menghampirinya. Dia mengembalikan uang lima puluh ribuan pada Bisma. Bisma menatap Sri yang cemberut. Bagaimanapun, nasi kuningnya sudah habis setengah. Tidak mungkin dia kembalikan.

“Ntar sore, aku ganti deh, kamu pilih mau makan di mana, ntar aku yang traktir, ya.” Janji Bisma sambal melempar senyum, meredakan kekesalan sekretaris bosnya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status