“Bos menyebalkaaaaaannnnnnn!” teriaknya tanpa suara. Sebagai akhir dari omelannya. Gadis itu mematikan ponselnya dan segera membenamkan dirinya dibalik selimut.
Jam weker berbunyi berkali-kali. Namun gadis itu masih menggulung diri di dalam selimut. Alarm pada ponsel sudah mulai berdering juga. Namun, seperti ada lem perekat pada matanya. Dia begitu sulit untuk terjaga pagi itu. Sebuah deringan telepon mampu mengumplukan seluruh kesadarannya.
BosGalak
Nada dering special untuk satu kontak itu mampu menarik nyawanya untuk segera berkumpul. Srikandi terperanjat dan langsung meraih ponsel untuk mengangkat panggilan.
“Hall--” Belum sempat dia menuntaskan ucapannya, suara dari seberang telepon sudah menghardiknya dengan cepat.
“Kamu sengaja mau buat saya terlambat? Ini mana toko elektroniknya kok belum buka?” Suaranya betul-betul bagai petir yang menyambar dipagi buta.
“Dasar bos menyebalkan.” Srikandi bergumam penuh penekanan, namun tanpa suara, sambil memandang ponselnya dengan geram.
“Ehmm ... iy—iya, Pak, saya udah WA semalem.” Srikandi segera meloud speakerkan ponselnya. Diaberpindahkelayar chat untuk memeriksa apakah pesannya sudah mendapatkan balasan.
“Aduuhhh,” Srikandi menepuk keningnya. Ternyata chatnya baru dibalas sekitar lima menit yang lalu.
“Emhh ... Bapak bias ke kantor dulu aja, biar nanti saya yang ambilkan, mungkin orang tokonya kesiangan Pak bangunnya,” Srikandi mencoba member penawaran.
“Sekarang sudah jam tujuh, saya butuh mempelajari slide presentasinya.” Komplennya.
“Kan Bapak bias lihat di HP, email Bapak udah terkoneksi ‘kan?” Srikandi kembali memberikan solusi.
Tut TutTut
Sambungan telepon ditutup seketika. Gadis itu berjengkit. Dilemparnya ponsel ke atas tempat tidu rmelampiaskan kekesalannya. Dilihatnya sudah pukul tujuh lewat lima menit. Dia bergegas mengambil handuk yang tergantung di samping lemari. Setengah berlari menuju kamar mandi.
Rutinitas mandi singkatnya selesai. Dicarinya dalam lemari blazer yang sudah dia ambil dari laundry. Masih wangi dan rapi. Setelah selesai berpakaian, memakai make up singkat, minimalis namun tetap manis. Karena akhir-akhir ini dirinya sudah terbiasa kesiangan, sehingga menjadi lebih terlatih dalam melakukan hal-hal yang express. Mandi cepat, sarapan cepat dan berdandan cepat.
Setelah dirasa selesai, dia mematut dirinya di depan cermin sebentar. Memutar, tersenyum, mengibaskan rambut. Ah, terlihat menawan menurutnya. Disambarnya tas di atas meja rias sambil berjalan keluar. Berjalan tergesa-gesa sambil memesan ojek online.
“Ayo Neng,” tukang ojol langgangannya ternyata sudah standby di depan paviliunnya. Srikandi tersenyum sambil menerima helm dari tukang ojol tersebut.
“Di depan mampir bentar ya, mau beli sarapan,” ucap Srikandi setelah duduk diboncengan dengan nyaman. Tukang ojek online itu mengangguk, sudah paham lagi kebiasaan langgangannya.
Kantor dan paviliunnya tidak berjarak terlalu jauh. Dalam waktu lima belas menit dia sudah sampai. Srikandi memberikan satu bungkus sarapan untuk tukang ojol seperti biasa. Kemudian dia berjalan menyapa security, masuk ke lobi menyapa resepsionist yang sudah dating sejak pagi.
Srikandi memilih satu kubikel untuk tamu yang ada di lobi untuk menghabiskan sarapannya sebelum masuk ruangan. Namun, belum sempat dia duduk, suara berat itu terdengar dari belakangnya.
“Laptop saya mana?”
Deg
Hatinya seketika berdebar kencang. Bukan karena kasmaran, tapi karena dia melupakan pesanan bosnya.
“Pagi Pak!” Srikandi berbalik dan memasang wajah ramahnya, menatap bosnya yang berdiri dengan wajah datar.
“Laptop saya?” Dia tak menjawab ucapan sektertarisnya.
“Emhh ... itu Pak, tadi saya udah minta dikirim pakai go online Pak, jadi bentar lagi sampai,” ucapnya berbohong menutupi kesalahannya. Karena kesiangan, dia benar-benar lupa untuk mampir ke took itu.
Lelaki itu terdiam sebentar. Kemudian dia berbalik setelah berkata.
“Kirimkan password laptop kamu, saya pelajari di sana saja,” ucapnya tanpa menunggu jawaban, langsung menuju ruangannya. Srikandi menepuk keningnya sambil merutuki kecerobohannya.
“Untung selamat. Nih, otak masih bagus bisa diajak kerjasama, meski perut meronta,”gumamnya.
Akhirnya sarapannya dikesampingkan. Dia segera menghubungi took elektronik langganannya untuk mengantarkan pesanannya menggunakan go online, seperti yang dia informasikan pada bosnya. Kemudian dia memberikan password laptopnya melalui pesan singkat pada lelaki menyebalkan itu.
[SriCantik.]
[Gak ada kerjaanya muji diri sendiri?] Balasan cepat diterima. Srikandi menghela napas.
[Itu password laptop saya, Pak, tadi Bapak mintakan?] Pesan terkirim. Satu detik, dua detik, satu menit, sepi tak ada balasan lagi.
Dia simpan ponsel ke meja, di samping menu sarapannya. Nasi kuning dengan rendang daging. Baru saja suapan pertama. Tiba-tiba bell masuk terdengar.
“Ya ampun, aku belum finger scan.” Srikandi berjalan tergesa-gesa menuju gate exit di belakang. Sarapannya dia bawa ke pantry, sekalian lewat. Kalau ada record telat, bisa-bisa kena potong gaji. Bos menyebalkan itu tidak akan mengapprove form koreksi kehadiran.
Setelah finger scan, akhirnya dia kembali dengan perasaan tenang. Rencananya akan menyimpan tas, kemudian menghabiskan sarapannya di pantry. Baru saja tiba di pintu pantry, terlihat sesesorang sedang memakan nasi yang tadi disimpannya.
“Mas Bismaaaa, itu nasi aku,” Srikandi cemberut mendapati Bisma tengah asyik menyantap nasinya hingga tinggal setengah.
“Lha, punyamu? Tadi aku pesen bu Irma nasi kuning juga,” Bisma melongo menatap wajah kesal Srikandi.
“Permisi Pak. Maaf, tadi nasi kuning yang jualan di depan sudah habis.” Bu Irma yang merupakan office girl muncul dari balik pintu dan menghampirinya. Dia mengembalikan uang lima puluh ribuan pada Bisma. Bisma menatap Sri yang cemberut. Bagaimanapun, nasi kuningnya sudah habis setengah. Tidak mungkin dia kembalikan.
“Ntar sore, aku ganti deh, kamu pilih mau makan di mana, ntar aku yang traktir, ya.” Janji Bisma sambal melempar senyum, meredakan kekesalan sekretaris bosnya.
BAB 46 –MENIKAH Tidak berapa lama Arjuna dan Tuan Bagaskara beserta Nyonya Arimbi datang kembali ke kamar Srikandi. Gadis itu tampak masih terduduk dan mencoba mencerna semua keadaan yang terjadi. Rasa trauma kejadian semalam belum hilang. Tubuhnya masih luka-luka dan terasa sakit semua. Pagi-pagi sudah ditangkap basah harus menikah. Kepalanya berdenyut hebat dan tidak bisa berpikir jernih lagi. “Saya sudah memutuskan kalian untuk menikah hari ini!” Srikandi masih duduk menunduk. Dia tidak merespon apapun ucapan ayah dari Arjuna itu. “Saya tidak tahu harus berkata apa? Menolak atau menerima? Tapi saya pun tidak tahu apa yang telah terjadi pada kami malam tadi,” ucap Srikandi setelah terdiam beberapa lama. “Ini demi kebaikanmu juga, Sri! Lelaki itu bisa bebas kapan saja dan mencarimu, dia bisa lebih brutal lagi setelah tidak berhasil mendapatkanmu!” ucap Tuan Bagaskara dengan tenang. “Meskipun kita menuntut dan memasukkan
BAB 45 –Tertangkap BasahDi tengah keseruan mereka. Tiba-tiba pintu kamar terbuka. Nyonya Arimbi datang membawakan dua gelas susu cokelat. Dia meletakkannya di atas nakas di samping tempat tidur yang sedang diduduki bertiga.“Juna, Sri, ini diminum dulu susunya mumpung masih hangat.” Wanita itu menyodorkan satu gelas susu kepada Srikandi.“Makasih, Bu!” Srikandi menerimanya. Gadis itu segera meneguk susu hangat tersebut hingga sisa setengah gelas.Bi Ikah menyimpan kembali gelas dengan susu yang masih setengah sisa. Dia melanjutkan memijit lengan Srikandi.Nyonya Arimbi menghampiri putranya yang baru saja menutup kotak P3K. Lelaki itu masih duduk di ujung dipan tempat Srikandi bersandar.“Sini kotak P3K-nya Jun, ini kamu minum dulu mumpung masih hangat!” Nyonya Arimbi menyodorkan segelas susu lainnya pada Arjuna.“Tumben, biasanya Bi Ikah yang buatin?” Arjuna mencebik
BAB 44 –Pulang Ke Rumah Arjuna Arjuna menghampiri Benny dan menepuk pundaknya. “Saya akan urus kamu setelahnya, ikut dulu saja ke kantor polisi buat kesaksian yang memberatkan dia!” Mata Arjuna memicing ke arah Ridho. Kemudian dia melanjutkan memapah Srikandi yang terpincang-pincang menuju mobilnya. Wanita itu masih terlihat syok. Air mata masih sesekali menggenang di matanya. Arjuna membukakan pintu depan. Srikandi menatapnya merasa sungkan. Bagaimanapun kondisinya kotor dan berantakan. “Nanti mobilnya kotor, Pak!” Arjuna terdiam sebentar. Dia melihat pakaian Srikandi yang basah kuyup. Kemudian lelaki itu membuka pintu belakang mobilnya dan mengambil jas yang menggantung di sana. “Pakailah, nanti kedinginan! Jangan pikirkan mobil saya, pikirkan dirimu sendiri!” Dia menyodorkannya pada Srikandi. Wanita itu masih diam mematung. Arjuna segera melepas hunger dan menyamp
BAB 43 – PENANGKAPANSrikandi perlahan melepas heel-nya. Satu tangannya merogoh ke dalam tasnya dan mengambil sesuatu. Dadanya sudah bergemuruh hebat. Dia sama sekali tidak menyangka lelaki yang akan dijodohkan dengannya akan berbuat senekat ini.“Bang, sadar Bang! Kamu akan merusak hubungan kedua orang tua kita, kalau kamu melakukan ini?” Srikandi mencoba mengulur waktu.Lelaki itu semakin mendekatkan wajahnya. Jemarinya mulai menyentuh pipi Srikandi, tetapi wanita itu menepisnya.“Sri, jangan jual mahal! Nggak ada siapapun yang bisa menolongmu di sini! Pilihannya cuma dua, mau dipaksa atau suka rela?” Matanya menatap penuh hasrat.Wajah Srikandi semakin memerah. Darahnya mengalir berdesir hebat. Ketakutan menyelimuti dirinya. Dia mencoba menarik napas beberapa kali. Matanya mengintip ke dalam tas untuk mencari benda pipih miliknya.Dia mengusap layar ponselnya dan mencari nama sese
BAB 42 – Kau Akan Jadi MilikkuTidak lama, terlihat Srikandi keluar dari gerbang menuju mobilnya. Ridho menyambutnya dengan senyuman ramah ketika gadis itu sudah duduk di sampingnya. Mobil melaju sedang meninggalkan perusahaan Bagaskara Group.Mobil yang mereka tumpangi melesat membelah keramaian. Menuju sebuah kafe yang sudah Ridho booking terlebih dulu.“Sri, akhir-akhir ini kamu jarang banget bales pesan aku? Ada apa, ya?” Lelaki itu menelisik.“Aku sibuk, Bang! Sejak bos aku kecelakaan, banyak banget urusan yang harus aku selesaikan.”“Sekarang bisa ketemu, berarti bos kamu udah sembuh?”“Iya, Bang.”Hanya percakapan-percakapan singkat yang terjadi antara mereka. Srikandi terlihat tidak seperti biasa. Senyum yang indah itu sudah tidak lagi tampak pada raut wajahnya. Ridho benar-benar yakin, jika sudah terjadi sesuatu.Apakah lelaki itu sudah mence
BAB 41 – Bertemu RidhoAkhir pekan yang melelahkan. Begitulah kira-kira kesan yang diperoleh wanita kelahiran Garut itu. Mereka tiba menjelang malam. Minggu malam yang harusnya digunakan untuk istirahat maksimal, menjadi malam yang menyita waktu.Senin pagi akhirnya tiba. Srikandi sedang berdiri di depan gerbang kost paviliunnya menunggu ojek online yang dipesannya. Wanita itu menenteng satu bag besar berisi oleh-oleh untuk rekan-rekan kantornya.Baru saja ojol datang. Sebuah Chevrolet menepi. Mobilnya diparkirkan di depan tukang ojol yang baru saja menyerahkan helm pada Srikandi.Arjuna turun dari Chevrolet miliknya. Lelaki itu berjalan menghampiri Srikandi yang tengah mengenakan helm."Pagi, Pak! Ngapain ke sini dulu, semalem ada yang ketinggalan?" Akhirnya dia berhasil mengunci helmnya. Menoleh ke arah Arjuna yang mendekat ke arahnya."Iya, ada! Ayo berangkat!"Arjuna mengambil alih tentengan dari tangannya.