"Mas. "Risa memanggil Danu yang sedang fokus memandangi ponselnya ketika mereka sedang sarapan bersama.
"Iya, Sayang. "Danu mengalihkan pandangannya ke arah Risa."Dipanggil dari tadi, nggak ada respon. Asyik banget. "Risa sudah menduga pasti Danu sedang membaca pesan dari kekasih gelapnya."Maaf Sayang, tadi teman kantor tulis pesan lokasi meeting. Aku cuma lihat sebentar, kok. Mastiin aja." Danu berdiri dan melangkah mendekati Risa."Kirain baca pesan calon maduku. "Sindir Risa yang membuat elusan tangan Danu di rambut Risa terhenti. "Kamu kenapa sih, Sayang? Dari semalam Mas pulang kerja kok ngegas mulu bawaannya." "Terus kamu nggak suka gitu?" Risa ingin melihat sejauh mana pembelaan Danu ketika ia memojokkannya."Duh, kok malah ngelantur sih jawabannya. Kamu ada masalah apa? Ngomong sama Mas, biar Mas bantuin mecahinnya."'Masalahnya itu kamu, Mas.' Batin Risa."Atau karena nggak ada jatah malam? Bagaimana kalau mas ganti dengan morning séx." Danu mulai mengècup leher Risa, Risa merinding bukan karena nàfsu tapi jijik. Jijik membayangkan suaminya yang telah menggàuli wanita lain di luar sana."Jangan, Mas." Risa mengontrol emosinya agar tidak meledak. Ia ingin bermain cantik ke depannya agar tidak merugikan dirinya dan masa depan bayi yang ada di kandungannya. "Kayaknya meja makan ini asyik juga buat ngasilin keringet pagi-pagi, kita belum pernah nglakuin di sini, bukan?" Danu semakin agresif."Mas aku lagi datang bulan." Seketika Danu melepaskan pelukannya dari pinggang ramping istrinya."Pantesan ngambek mulu. Rupanya lagi PMS, Mas yang jadi sasaran." Danu pura-pura sedih.'Elah … munafik.' Risa kembali membatin. "Ada apa kok diam gitu?" Danu kembali bertanya setelah ia duduk kembali di samping Risa."Aku rindu Papa, mas, aku ingin ke Jakarta nengok, Papa.""Ya udah, bulan depan Mas ambil cuti. Untuk bulan ini kayaknya nggak bisa, jadwal mas untuk meninjau lapangan sangat padat. Bulan depan kita ke Jakarta nengokin Papa.""Aku maunya sekarang, udah setengah tahun kita nggak pernah ketemu Papa. Aku merasa sangat berdosa, padahal aku nggak sibuk apa-apa. Tiap hari cuma nongkrong di rumah.""Kok ngomongnya gitu. Kamu udah jadi istri Mas, sudah seharusnya di samping Mas. Kamu di sini bukan cuma nongkrong di rumah tapi kamu disini ngerawat Mas. Bukan berarti Mas melarang kamu buat berbakti kepada Papa, ke depannya kita atur aja waktunya biar kita bisa sesering mungkin nengokin Papa, oke?"'Cih, sok bijak.' Teriak Risa dalam hati.Melihat Risa yang masih diam saja akhirnya Danu memutuskan untuk menemani Risa mengunjungi mertuanya yang berada di Jakarta. Ia sedikit kalut karena harus membatalkan janjinya dengan sang pujaan hati untuk bersenang-senang di sebuah resort pada malam minggu. Tapi untuk menjaga image di hadapan sang papa mertua, Danu memutuskan akan membujuk kekasihnya agar tidak ngambek, nanti."Baiklah sabtu siang sepulang Mas kerja, kita langsung ke bandara. Kamu siapin keperluan kita. Sepulang dari kantor Mas langsung jemput kamu, oke?" "Tadi katanya nggak bisa, plin plan banget. Sebenarnya sibuk ninjau lapangan atau sibuk cari kesenangan?" Perkataan Risa begitu menohok Danu. Danu ternganga dengan ucapan istrinya yang mendadak pedas sejak semalam, jauh berbanding terbalik dengan Risa yang dulu dikenalnya sebagai wanita yang lemah lembut dan sopan dalam berbicara."Sayang, kamu ko …?""Sudahlah Mas, nanti kamu terlambat ke kantor yang ujung-ujungnya pulang telat lagi." Risa berdiri mengambil gelas dan piring bekas mereka sarapan."Lagi-lagi Risa menohok hati Danu dengan kata-kata pedasnya. Merasa dipojokkan oleh istrinya akhirnya Danu berangkat kerja tanpa berpamitan seperti biasa. Karena Risa meninggalkan Danu begitu saja, membawa alat makan yang kotor untuk dicuci di dapur. ***Risa menatap sebuah rumah megah berlantai dua di kawasan perumahan elit di Jakarta Selatan. Dia sengaja mengunjungi papanya tanpa sepengetahuan suaminya. Setelah Danu pergi ke kantor, Risa bergegas menghubungi taksi online menuju ke bandara, sedangkan tiket pesawat sudah ia pesan sejak kemarin setelah mengetahui fakta bahwa suaminya berselingkuh."Papa." Sapa Risa ketika melihat sang papa sedang duduk di tepi kolam ikan, memandang ikan hias warna- warni yang sedang berebut pelet makanan ikan yang baru saja ditaburkan di atas kolam.Seketika, Hendi Bagaskara berbalik dan merentangkan tangan menyambut kedatangan putri semata wayangnya."Papa, Risa kangen, Papa." Tangis Risa pecah ketika sang papa memeluknya erat. Pelukan ternyaman dan terhangat yang Risa rasakan sangat tulus tanpa minta balasan ataupun suatu alasan."Papa juga, Sayang." Hendi, menepuk-nepuk bahu anaknya dengan sayang. "Tumben ke sini sendiri, mana suami kamu?""Emm … Mas Danu sibuk, Pa." Risa tidak ingin menceritakan kepada papanya soal masalah rumah tangganya, ia takut sang papa akan syok dan mengakibatkan tekanan darah tingginya naik."Sesibuk apa, sampai seorang istri dibiarkan sendirian mengunjungi orang tuanya yang berada jauh dari rumahnya?" kesal Hendi yang memang dari pertama mengenal Danu sudah tidak menyukainya. Dengan terpaksa ia menerima Danu karena putri tercintanya ngotot untuk merestui hubungan mereka."Sudahlah, Pa, jangan bahas itu. Bagaimana dengan kesehatan Papa sekarang. Baik- baik saja, kan?""Jangan khawatir, Papa baik-baik saja. Seperti yang kamu lihat.""Syukurlah, Papa harus selalu sehat buat nemenin Risa." Suara Risa sedikit tertahan."Memang suami kamu kenapa?" Hendi melihat ada sesuatu yang janggal, firasatnya mengatakan bahwa pernikahan putrinya sedang bermasalah."Nggak kenapa-napa kok, Pa. Kami baik-baik aja. Papa nggak usah khawatir." dusta Risa."Ya sudah kalau baik-baik saja, Papa ikut senang. Oh ya, kamu kan belum punya momongan. Daripada banyak waktu luang kamu terbuang sia-sia. Gimana kalau kamu ikut kuliah online. Waktunya pasti nggak bakal mengganggu waktu kamu untuk mengurus suami kamu karena waktunya fleksibel.""Iya, Pa, Risa juga kepikiran untuk ngambil kuliah online." Untuk sementara waktu ini Risa ingin menyembunyikan kehamilanya dari sang papa."Teman Papa yang ada di Amerika punya beberapa rekomendasi universitas yang bagus, kamu tinggal pilih saja. Nanti papa kirim ke email kamu dan sisanya biar Papa yang urus, kamu fokus belajar saja untuk ujian masuk."Terima kasih, Pa, Risa sayang Papa.""Apa pun akan Papa lakukan demi kebahagiaan kamu, princesnya Papa." Hendi semakin mantap untuk mendorong putrinya untuk kuliah karena melihat pandangan mata putrinya yang tidak terlihat bahagia. Menurut firasatnya hanyalah Danu sang menantu sebagai biang masalah dari kesedihan putrinya.***"Sayang, Mas, pulang! Kemana perginya, Risa?"Delapan belas tahun telah berlalu, tapi pernikahan kedua Danu dan Risa semakin romantis. Walaupun umur keduanya tidak lagi muda. Seperti saat ini, di taman belakang saat sore hari, Danu dan Risa menghabiskan waktu bersama pada hari sabtu, minggu atau hari libur lainnya. Mereka akan duduk berdua sambil berpelukan dan bercerita keseharian mereka ketika tidak bersama. Danu akan bercerita keadaan kantor beserta permasalahannya dan Risa bercerita tentang keadaan rumah dan Satria. Bocah bule yang ditemukan di depan pintu yayasan sosial milik Risa itu kini tumbuh sebagai remaja tampan dan sangat aktif. Dingin di luar tapi sangat cerewet di saat-saat tertentu. Seperti saat ini, remaja tampan itu sudah menggoda kedua orang tua angkatnya dengan bercie-cie ria. "Astaga, kalian, mataku ternodai." goda Satria yang tiba-tiba muncul lalu mengolok kemesraan Danu dan Risa. "Kamu juga gitu, nanti, kalau udah ketemu cewek yang kamu suka." jawab Danu yang belum mau melepaskan pinggang istrinya. "Ish …
Hati Danu seakan ingin melompat dari dalam dadanya. Ia mengerjapkan matanya beberapa kali, takut jika yang dilihatnya adalah halusinasi. Dengan mencubit kulit di lengannya, laki-lski itu memastikan jika yang dilihatnya adalah kenyataan. "Mas Danu," panggil Risa lirih. "Mas." "Eh iya," Danu terlonjak dengan panggilan Risa. Ia bangun dari ranjang lalu mendekati Risa. "Sayang," Danu menangkup wajah Risa yang malam ini terlihat sangat cantik dengan sentuhan make-up minimalis. "Malam ini …?" Risa menganggukkan kepalanya yang disambut senyum lebar dari bibir tipisnya Danu. "Maaf, telah membuat Mas, menunggu lama." "Tidak apa, Mas rela menunggumu." Danu langsung memèluk tubuhnya Risa dengan erat sambil mengècupi puncak kepalanya. Ia menarik kedua tongkat yang menyangga tubuhnya Risa lalu mengangkat tubuh mungil itu ke atas rànjang. Dengan pelan-pelan, Danu membaringkan tubuh istrinya. Pandangan mereka bertemu, Risa tersipu malu ketika suaminya menatapnya dengan lekat. Tatapan mata itu
Risa kaget, ia tentu merasakan tonjolan itu. Ia juga paham jika Danu sedang terangsang. Salahnya, ia tergesa-gesa sehingga tidak sengaja terpeleset lalu mengakibatkan insiden yang tidak diinginkannya. "M-maaf," ucap Risa dengan malu-malu. Sebenarnya sudah satu bulan yang lalu ia sudah membuka hatinya untuk menerima kehadiran Danu seutuhnya sebagai seorang suami. Dirinya pun sudah siap jika suatu saat, Danu meminta haknya. Namun ia malu untuk mengatakannya, ketulusan Danu dan perhatiannya selama ini. Dapat Risa rasakan jika tidak pura-pura atau dibuat-buat. Ia juga bisa melihat, tatapan penuh cinta dari Danu selaku ditujukan padanya ketika mereka berhadapan. Jujur, ia sedikit minder dengan keadaan fisiknya yang cacat, yang hanya mempunyai satu kaki. "Oh, tidak apa, kamu baik-baik saja, sayang. Eh … R-ris," mulut Danu selaku gatal untuk memanggil istri tercintanya itu dengan sebutan sayang. "A-aku baik-baik saja, Dan." Risa tak kalah canggung. Posisi mereka dan keadaan dirinya yang ha
"Dan," panggil Risa setelah mendengar nama Karin. Saat ini mereka sedang berada di ruang makan untuk sarapan. "Ris, Karin, meninggal tadi malam di rumah sakit pusat rehabilitasi penyakit AIDS." jelas Danu, yang tahu jika Risa penasaran dengan panggilan telepon yang baru dijawabnya dan menyebutkan nama Karin. "Sebaiknya kamu cuti untuk menghadiri proses pemakamannya Karin. Bagaimanapun, dia pernah menjadi bagian penting dalam hidupmu." ucap Risa tulus. "Ris, kamu …?" "Aku sudah memaafkannya, aku pikir, semua sudah takdir dari Tuhan." "Terima kasih, Ris." Danu tidak menyangka, Risa akan begitu mudah memaafkan kesalahan Karin yang begitu besar padanya di masa lampau. Hati wanita itu sangat baik."Aku tidak bisa ikut, kondisiku yang begini, tidak memungkinkan dan tidak ada yang mengurus Satria.""Benar, sebaiknya, kamu di rumah, jagain Satria." Danu pikir, keputusan itu sudah tepat demi kebaikan semua. "Sudah, sana cepat berangkat sebelum jalanan ramai, daripada terjebak macet nanti.
"Bagaimana bisa?" Risa terperangah mendengar pengakuan dosa dari Karin. Seketika dadanya terasa sesak, Papa yang sangat dicintainya meninggal gara-gara mantan madunya."Maafkan aku, Ris, aku ….""Katakan padaku, bagaimana, Papa, bisa meninggal?" titah Risa."Setelah kelahiran Satria, Mas Danu, mulai menjauhiku. Dia memutuskan untuk meninggalkanku demi Satria. Ia merasa bersalah dengan keadaan Satria yang mengidap penyakit gagal jantung. Mas Danu merasa, semua karena kesalahannya. Sewaktu, kamu, mengandung, Mas Danu tidak memperhatikanmu karena sibuk mengurusku. Ia ingin menebus kesalahannya dengan merawat Satria dan meninggalkanku.""Aku yang sudah terbiasa mendapatkan perhatian dan uang jajan darinya. Merasa
Mereka saling berpandangan.Danu mengerjap beberapa kali karena tidak percaya melihat kehadiran Karin di depan matanya. Mantan istri sirinya yang dulu terlihat sangat cantik dan sèksi itu sekarang terlihat layu. Karin memakai kaos dan celana training panjang yang menutupi seluruh lekuk tubuhnya. Pakaian ketat yang sudah menjadi ciri khasnya tak terlihat hari ini. Mukanya kusam tanpa make up, kulitnya tampak kering tidak seperti dulu yang terlihat glowing dan terawat."Mas Danu ….""K-karin."Karin langsung bersimpuh dihadapan Danu."Ada apa? Jangan begini, malu dilihat orang." Danu beringsut mundur ke belakang."Mas, Mas Danu, tolong aku." tangis Karin mulai pecah.