"Udah pulang, Mas." Risa dan Karin menjawab bersamaan. Lagi-lagi mereka bertiga saling berpandangan dengan ekspresi yang berbeda-beda.
Hening."Ahahaha, makanya, Rin, elo musti cepet cari calon suami, biar nggak salah manggil terus. Masak dari tadi siang elo manggil suami gue dengan panggilan, Mas. Ngarep ya jadi istrinya mas Danu, atau elo mau jadi madu gue? Kalau elo mau, gue seneng banget. Biar bisa bebas tugas dari sini terus bisa pulang ke Jakarta nemenin Papa." Danu dan Karin kaget dengan kata-kata yang meluncur bebas dari mulut seorang Risa Aulia."Ris!""Yang." Danu dan Karin menjawab di waktu yang bersamaan. Wajah keduanya terlihat pucat."April mop … duh gue cuma bercanda, Rin. Jiwa jomlo elo udah meronta-ronta minta suami tuh, bibir bilang asyikan jomlo tapi yang di dalam hati maunya punya suami ye, kan ….""Aduh Sayang … nggak lucu tahu." Danu merasa lega setelah mendengar pengakuan Risa kalau baru saja melontarkan sebuah candaan kepada mereka."Maaf-maaf ya, Rin, sekali lagi maaf, beneran gue cuma bercanda tadi.""Nggak pa pa Ris, gue tahu kok." Karin memasang senyum palsu. 'Dan maaf aja, Ris, elo udah bikin gue sakit hati. Nanti malam elo harus menebusnya dengan minjemin suami elo ke gue.' batin Karin."Maaf ya, Mas? Kalau tadi bikin mas senam jantung. Mandi dulu, gih, makan malamnya udah siap." Risa meraih tangan Danu untuk dicium, kebiasaan lama yang tidak pernah ia lakukan lagi setelah mengetahui perselingkuhan Danu. Risa lalu membawa tas kerjanya Danu untuk dibawa ke kamar."Eh iya, Sayang." Danu menghindar dari tatapan matanya Karin yang penuh amarah. "Sebentar ya, Rin, gue urus dulu laki gue." Risa berjalan menuju kamarnya sambil menggandeng tangan Danu dengan mesra yang membuat Karin semakin cemburu.Setelah selesai mandi, Risa kembali ke ruang makan sambil memeluk lengannya Danu dengan erat. Entahlah, malam ini ia hanya ingin mengikuti kata hatinya."Duh ternodai mata gue dengan kemesraan kalian berdua." Karin mencoba basa-basi."Maaf ya, Rin, bukan maksud gue untuk lebay di depan elo, ini bukan kemauan gue. Kayaknya ini kemauan dari dedek bayi, deh." Risa mengelus perutnya yang masih datar."Elo hamil?" Karin berlagak tidak tahu tentang kehamilan Risa."Iya, Ante, enam bulan lagi kita ketemu, ya?" Risa menirukan suara seorang anak kecil."Selamat ya, Ris, gue ikut seneng." Karin memeluk Risa."Ya udah, yuk makan dulu. Mas, udah lapar, Sayang." Danu menarik kursi untuk Risa."Makasih, Pa. Ayo, Ante juga duduk." Risa masih bersuara bak anak kecil yang membuat Karin semakin muak."Ehm …" Danu bergerak gelisah setelah merasakan Karin menggodanya dengan menggesek-nggesekan ujung kakinya di permukaan pangkal pahanya. Sedangkan Karin berpura-pura sibuk makan sambil ngobrol dengan Risa."Mas, kepedesan, ya? Minum dulu, Mas." Risa menyodorkan segelas air putih ke arah mulut Danu.Karin semakin kesal dengan pertunjukan romantis yang ada di depan matanya. "Dulu gue kira Mas Danu itu sukanya ke elo, Rin. Abisnya gue lihat cara mas Danu lihat elo itu beda. Kayak tatapan memuja gitu. Nggak taunya, Mas Danu, malah nyatain cintanya ke gue." Risa menyenderkan kepalanya di bahu Danu.'Emang suami elo bucin kepada gue, Ris. Bahkan sampai sekarang.' batin Karin berkecamuk."Apaan sih, Sayang. Dari dulu Mas sukanya ke kamu aja, kok." Danu mencubit hidung Risa."Bener?" Risa terkekeh dan Danu menjawab dengan anggukan.Tenggorokan Danu terasa tercekat ketika kaki Karin semakin jahil dengan menggerakan ujung kakinya kedalam pangkal pahanya Danu."Mas, aku mau kerupuk, tolong dong ambilin di belakang.""Iya, Sayang." Danu bernapas lega setelah bisa menghindar dari kaki jahilnya Karin.Makan malam berlanjut dengan obrolan dan candaan ringan dengan perasaan yang berbeda dari pikiran mereka bertiga masing-masing. Risa dengan perasaan entahlah. Danu dengan perasaan gelisah dan Karin dengan perasaan marah dan cemburu.Setelah makan malam selesai, Risa membersihkan alat makan bekas mereka dengan bantuan Karin. Sedangkan Danu seperti kebiasaannya setelah makan ia akan pergi ke samping rumah untuk merokok.Tiba-tiba saja, Karin memeluk Danu dari belakang."Karin sayang." Ucap Danu setengah berbisik, tanpa membalikkan badannya ia hafal dengan ukuran tangan dan parfum kekasihnya."Jangan begini, bahaya Sayang." Danu membalikkan badannya, menatap wajah cantik kekasihnya dibawah sinar temaram lampu yang ada di teras depan rumah."Mas jahat, aku cemburu, aku kangen, Mas." Karin merengek manja bersandar di dada bidangnya Danu.""Maaf, Sayang." Danu berkata dengan setengah berbisik."Emang Mas nggak kangen? Punyaknya Mas aja udah keras begini. Jangan mengelak mas." Karin sengaja membelai dadà Danu untuk memancing gàirahnya."Iya, tapi …." suara Danu tercekat merasakan belaiàn tangan Karin yang menghanyutkan."Lingeri merahnya aku bawa kemari lho, Mas." Karin semakin menggoda Danu."Kamu memang selalu berhasil menggodaku, Sayang, Mas rasanya udah nggak kuat lagi." Suara Danu menggeram menahan nàfsu."Kalau gitu?""Sayang, masuk dulu, nanti Risa bisa curiga. Mas akan cari cara biar nanti malam kita bisa ehm … bercinta hehehe.""Oke." Karin tertawa senang mengacungkan ibu jarinya dan segera berlari masuk ke dalam rumah. BERSAMBUNGDelapan belas tahun telah berlalu, tapi pernikahan kedua Danu dan Risa semakin romantis. Walaupun umur keduanya tidak lagi muda. Seperti saat ini, di taman belakang saat sore hari, Danu dan Risa menghabiskan waktu bersama pada hari sabtu, minggu atau hari libur lainnya. Mereka akan duduk berdua sambil berpelukan dan bercerita keseharian mereka ketika tidak bersama. Danu akan bercerita keadaan kantor beserta permasalahannya dan Risa bercerita tentang keadaan rumah dan Satria. Bocah bule yang ditemukan di depan pintu yayasan sosial milik Risa itu kini tumbuh sebagai remaja tampan dan sangat aktif. Dingin di luar tapi sangat cerewet di saat-saat tertentu. Seperti saat ini, remaja tampan itu sudah menggoda kedua orang tua angkatnya dengan bercie-cie ria. "Astaga, kalian, mataku ternodai." goda Satria yang tiba-tiba muncul lalu mengolok kemesraan Danu dan Risa. "Kamu juga gitu, nanti, kalau udah ketemu cewek yang kamu suka." jawab Danu yang belum mau melepaskan pinggang istrinya. "Ish …
Hati Danu seakan ingin melompat dari dalam dadanya. Ia mengerjapkan matanya beberapa kali, takut jika yang dilihatnya adalah halusinasi. Dengan mencubit kulit di lengannya, laki-lski itu memastikan jika yang dilihatnya adalah kenyataan. "Mas Danu," panggil Risa lirih. "Mas." "Eh iya," Danu terlonjak dengan panggilan Risa. Ia bangun dari ranjang lalu mendekati Risa. "Sayang," Danu menangkup wajah Risa yang malam ini terlihat sangat cantik dengan sentuhan make-up minimalis. "Malam ini …?" Risa menganggukkan kepalanya yang disambut senyum lebar dari bibir tipisnya Danu. "Maaf, telah membuat Mas, menunggu lama." "Tidak apa, Mas rela menunggumu." Danu langsung memèluk tubuhnya Risa dengan erat sambil mengècupi puncak kepalanya. Ia menarik kedua tongkat yang menyangga tubuhnya Risa lalu mengangkat tubuh mungil itu ke atas rànjang. Dengan pelan-pelan, Danu membaringkan tubuh istrinya. Pandangan mereka bertemu, Risa tersipu malu ketika suaminya menatapnya dengan lekat. Tatapan mata itu
Risa kaget, ia tentu merasakan tonjolan itu. Ia juga paham jika Danu sedang terangsang. Salahnya, ia tergesa-gesa sehingga tidak sengaja terpeleset lalu mengakibatkan insiden yang tidak diinginkannya. "M-maaf," ucap Risa dengan malu-malu. Sebenarnya sudah satu bulan yang lalu ia sudah membuka hatinya untuk menerima kehadiran Danu seutuhnya sebagai seorang suami. Dirinya pun sudah siap jika suatu saat, Danu meminta haknya. Namun ia malu untuk mengatakannya, ketulusan Danu dan perhatiannya selama ini. Dapat Risa rasakan jika tidak pura-pura atau dibuat-buat. Ia juga bisa melihat, tatapan penuh cinta dari Danu selaku ditujukan padanya ketika mereka berhadapan. Jujur, ia sedikit minder dengan keadaan fisiknya yang cacat, yang hanya mempunyai satu kaki. "Oh, tidak apa, kamu baik-baik saja, sayang. Eh … R-ris," mulut Danu selaku gatal untuk memanggil istri tercintanya itu dengan sebutan sayang. "A-aku baik-baik saja, Dan." Risa tak kalah canggung. Posisi mereka dan keadaan dirinya yang ha
"Dan," panggil Risa setelah mendengar nama Karin. Saat ini mereka sedang berada di ruang makan untuk sarapan. "Ris, Karin, meninggal tadi malam di rumah sakit pusat rehabilitasi penyakit AIDS." jelas Danu, yang tahu jika Risa penasaran dengan panggilan telepon yang baru dijawabnya dan menyebutkan nama Karin. "Sebaiknya kamu cuti untuk menghadiri proses pemakamannya Karin. Bagaimanapun, dia pernah menjadi bagian penting dalam hidupmu." ucap Risa tulus. "Ris, kamu …?" "Aku sudah memaafkannya, aku pikir, semua sudah takdir dari Tuhan." "Terima kasih, Ris." Danu tidak menyangka, Risa akan begitu mudah memaafkan kesalahan Karin yang begitu besar padanya di masa lampau. Hati wanita itu sangat baik."Aku tidak bisa ikut, kondisiku yang begini, tidak memungkinkan dan tidak ada yang mengurus Satria.""Benar, sebaiknya, kamu di rumah, jagain Satria." Danu pikir, keputusan itu sudah tepat demi kebaikan semua. "Sudah, sana cepat berangkat sebelum jalanan ramai, daripada terjebak macet nanti.
"Bagaimana bisa?" Risa terperangah mendengar pengakuan dosa dari Karin. Seketika dadanya terasa sesak, Papa yang sangat dicintainya meninggal gara-gara mantan madunya."Maafkan aku, Ris, aku ….""Katakan padaku, bagaimana, Papa, bisa meninggal?" titah Risa."Setelah kelahiran Satria, Mas Danu, mulai menjauhiku. Dia memutuskan untuk meninggalkanku demi Satria. Ia merasa bersalah dengan keadaan Satria yang mengidap penyakit gagal jantung. Mas Danu merasa, semua karena kesalahannya. Sewaktu, kamu, mengandung, Mas Danu tidak memperhatikanmu karena sibuk mengurusku. Ia ingin menebus kesalahannya dengan merawat Satria dan meninggalkanku.""Aku yang sudah terbiasa mendapatkan perhatian dan uang jajan darinya. Merasa
Mereka saling berpandangan.Danu mengerjap beberapa kali karena tidak percaya melihat kehadiran Karin di depan matanya. Mantan istri sirinya yang dulu terlihat sangat cantik dan sèksi itu sekarang terlihat layu. Karin memakai kaos dan celana training panjang yang menutupi seluruh lekuk tubuhnya. Pakaian ketat yang sudah menjadi ciri khasnya tak terlihat hari ini. Mukanya kusam tanpa make up, kulitnya tampak kering tidak seperti dulu yang terlihat glowing dan terawat."Mas Danu ….""K-karin."Karin langsung bersimpuh dihadapan Danu."Ada apa? Jangan begini, malu dilihat orang." Danu beringsut mundur ke belakang."Mas, Mas Danu, tolong aku." tangis Karin mulai pecah.