Guyuran air dari shower kamar mandi menghujani tubuh Gerald yang kekar dan tinggi, aroma sabun mempenetrasi hidungnya, mengharumkan tubuhnya. Uap panas dari air hangat yang menguar di sana, membuat kaca di kamar mandinya, berembun. Berkabut seperti isi kepalanya. Ada banyak hal bergentayangan di kepala Gerald belakangan. Hal-hal yang tidak dapat ia tepikan. Hal yang sangat mengganggunya, mengacaukan isi kepalanya. Bianca.
Menatap cincin emas yang melingkari jari manisnya, Gerald kembali menghela napas gerah. Sosok Bianca kembali hadir di benaknya, mengingatkan ia tentang situasi yang sudah terjadi sore tadi. Tidak, tidak hanya sore tadi, setelah Bianca muncul di hidupnya, hari-hari Gerald menjadi kacau karenanya.
Semenjak gadis itu menjadi istrinya, menjadi hama di hidupnya, Gerald tidak pernah menemukan ketentraman. Bukan berarti Bianca sudah mengganggunya pagi dan malam, tapi..., kata-kata gadis itu, caranya bersikap dan raut eloknya yang arogan sudah menempel di benak Gerald seperti kuman.
"Demi melindungi adikku dari pedofil, aku terpaksa menikahi pedofil itu!" Ucapan Bianca kembali menyeruak ke kepalanya, seperti sebuah informasi yang datang kepadanya tanpa sengaja.
'Apa karena itu dia menikahiku? Karena adiknya?' Gerald bertanya-tanya.
Jika yang Bianca katakan adalah kebenaran, maka gadis itu sudah pasti sangat nekad, kan? Gerald sendiri, tidak peduli betapa besar ia mengapresiasi keberadaan Olliver, perasaan itu saja tidak akan cukup untuk membuatnya membuang hidupnya sendiri demi Olliver. Ia tidak akan pernah mengorbankan hidupnya demi Olliver.
Haaaa~
Gerald menghela napas sekali lagi, lebih lesu daripada tadi.
"Apa yang aku pikirkan?" Gerald menggeleng-gelengkan kepala, seperti berusaha menyingkirkan keberadaan Bianca yang sudah seperti kutu di kepalanya, menggerogoti benaknya.
Ketika Gerald mengira ia telah berhasil menepikan keberadaan Bianca dari benaknya, ia dikecewakan oleh suara lain yang muncul ketika ia mematut wajahnya di cermin.
"Kalau kau mau aku menjaga bicara, kau pastikan tindakanmu dan tindakan kekasihmu tidak memancing pembicaraan orang lain."
Suara Bianca yang jenaka, lengkap dengan cengiran sinisnya menyeruak di benak Gerald, mengingatkan ia kembali pada raut Bianca yang ternyata, memiliki lesung pipi. Gadis itu terlihat manis saat tersenyum, malangnya, senyumannya tidak pernah mekar dengan ketulusan. Ekspresinya selalu bercampur dengan kekesalan.
"Siapa yang dia bilang kekasihku?" Gerald mengeringkan rambutnya dengan handuk, sambil bicara sendiri, ia mengingat ucapan Bianca dengan sedikit kekesalan juga. Apa Bianca menarik kesimpulan kalau dirinya dan Erina berpacaran?
"Itu akan baik kalau benar, tapi..., haaa!"
Sayangnya, tidak seperti Gerald bisa berharap lebih kepada Erina, hubungannya dengan gadis berhati murni itu hanya sebatas sahabat. Erina mencintai Olliver, dan kendati perasaannya belum terbalaskan karena Olliver begitu apatis, Erina tidak pernah menyerah mengejar hati Olliver. Di mata Erina juga, ia tidak pernah menganggap Gerald lebih dari teman dekat.
"Aku harus meralatnya sebelum dia menciptakan kesalah-pahaman yang lebih panjang." Gerald membuat keputusan begitu ia selesai memasang kemeja putih longgar itu di tubuhnya. Ia menapak keluar dari kamar tamu dan menuju kamar Bianca.
Beberapa meter sebelum Gerald mencapai kamar Bianca, sosok Erina muncul dari sudut lain. Gadis yang sudah menjadi dambaan hatinya sejak lama, gadis yang ia cintai dan sudah memenuhi hatinya dengan kehangatan, muncul dengan seulas senyum ramah yang menenangkan. "Gerry, kau mau kemana?"
"Aku hendak ke kamar Bianca...," tadinya, tapi langkah Gerald terhenti sepenuhnya untuk mengajak Erina bicara. "Kau sendiri?"
"Aku bosan di kamarku, jadi aku berencana membaca di balkon."
"Hmm," ketika Gerald hendak menimpali ucapan Erina, suara orang berbicara yang berbaur dengan tawa menyapa telinga Gerald begitu saja. Suara familiar itu muncul dari Bianca, tawa renyahnya yang jenaka menarik perhatian Gerald seketika.
Saat itu, Bianca sedang mendengar sebuah cerita dari Junie, Bianca menyimak cerita itu dengan keceriaan di parasnya sampai akhirnya, keceriaan itu menguap di udara. Sepasang manik hitam Bianca menemukan keberadaan Gerald dan Erina tidak jauh dari depan kamarnya.
'Apa-apaan? Apa mereka sengaja bermesraan terang-terangan di depanku sekarang? Menjijikkan.' Bianca membatin menahan kegelian, situasi sekarang begitu menggelikan. Bianca merasa ia lebih baik tidak menaruh perhatian pada keduanya, karena ia sudah memenuhi kuota bertengkarnya hari ini. Bianca sudah bertengkar dengan keluarga Lagrave sebanyak tiga kali hari ini. Tadi pagi saja dia bertengkar dua kali dengan keluarga Gerald dan Gerald, lalu tadi sore juga.
Jika ia menciptakan pertikaian lebih dari tiga kali hari ini, Bianca mungkin akan diusir.
'Abaikan saja, Bia. Abaikan.' Bianca menyugesti dirinya sendiri, berulang-ulang kali di dalam kepalanya. Sementara isi kepalanya merapalkan mantra penenang diri, langkah Bianca terus terbuka, melenggang lebih dekat kepada Gerald dan Erina. Bianca tidak mau menggubris keduanya, tapi berpura-pura buta adalah kemustahilan juga, jadi Bianca memberikan mereka lirikan ringan. Seharusnya itu lirikan ringan, tapi Bianca memberikan mereka tatapan sinis menahan kejengkelan.
Anyway, setelah melewati keduanya, Bianca pun menghampiri Olliver yang duduk sendirian di sofa ruang keluarga.
Saat ini, di pikiran Bianca, orang yang bisa dia jadikan teman hanya kakak iparnya itu saja.
***
"Apa?" tanya Bianca, delikan matanya menyerang Gerald yang nampak kesusahan menahan senyuman.Iya, Gerald Lagrave yang terkenal dingin dan tak berperasaan itu sekarang cekikikan di sampingnya, meliriknya dengan tatapan jenaka yang menggoda. Jika saja Bianca tidak sedang kesal dengan Gerald, dia mungkin akan menganggap ekspresi pria itu begitu menawan dan memukaukan sekarang. Namun...Namun...Kekesalannya terhadap pria itu lebih mendominasinya, dan kekesalan tersebut bukan muncul tanpa alasan.Gerald Lagrave, suaminya yang memiliki energi dan stamina layaknya binatang buas di hutan sabana, sudah mengerjainya kemarin pagi, kemarin sore, kemarin malam dan oh, jangan lupakan tadi pagi juga. Dia terlalu bersemangat, demi Tuhan, dan semangatnya itu menakutkan.Permainan yang awalnya menyenangkan bagi Bianca, sesuatu yang menurutnya luar biasa, sekarang berubah menjengkelkan dan sangat melelahkan. Itu berubah menakutkan.Bianca jengkel setengah mati karena Gerald susah dibuat berhenti!Apa
"Kalian dari mana?"--merupakan pertanyaan yang menyambut Bianca dan Gerald begitu mereka sampai di rumah. Si penanya--Erina--berdiri di ruang tamu, menyambut mereka dengan penampilan yang begitu segar dan mengagumkan. "Kami baru saja selesai berjalan-jalan," Gerald berujar sambil merangkul Bianca rapat ke arahnya. Rangkulan itu pula membuatnya berujung disikut. Bianca masih kurang nyaman melakukan kontak fisik dengan Gerald, ia merasa nyalinya melunak dan jantungnya akan meledak. "Awww, kalau aku tau kalian akan berjalan-jalan, aku akan ikut." Erina mengerucutkan bibir. "Aku sangat suka jalan-jalan pagi." "Kau masih bisa jalan-jalan," Bianca menimpali. "Sekarang masih jam setengah tujuh, bukan? Gerald..., kau mau menemani Erina?" "Huh?" reaksi Gerald menyiratkan keterkejutan dan sedikit..., penolakan? Dia nampak tidak menyukai ide tersebut. "Aku baru saja berjalan-jalan denganmu. Aku berencana tidur kembali setelah ini." "Tidur lagi?" "Aku kurang tidur semalam." Semalam, ya? O
"Ugh..."Langit masih gelap di luar sana ketika Bianca terbangun dari tidurnya. Waktu menunjukkan pukul 5. Ketika ia seharusnya kembali memejamkan mata, tidur dan membiarkan hangat selimut dan lengan Gerald melingkupinya, Bianca malah memutuskan bangun.Ia beranjak perlahan-lahan dari posisi berbaringnya, berusaha lepas dari dekapan Gerald tanpa membangunkan singa tidur tersebut.'Sialan,' pikir Bianca. Nyeri di ototnya, merah di kulitnya, membuat Bianca bertanya-tanya kegilaan macam apa yang sudah terjadi semalam? Apa yang sudah ia lakukan sampai memancing Gerald menciumnya dan menuntun mereka ke dalam pergelutan buas yang kalau Bianca ingat-ingat kembali, sangat memalukan?'Gerald adalah binatang,' Bianca sangat yakin sekarang.Pria itu mungkin mempunyai wujud manusia dengan raut tampan yang memukau dan mempesona. Namun, di balik ketenangan yang rautnya tunjukkan, ada binatang bersemayam di tubuhnya. Dia begitu liar dan tidak tau kapan harus berhenti. Tidak, mungkin dia memang tidak
Mungkin karena terlalu asik dengan dunia menggambarnya, Bianca tidak menyadari sesosok pria yang kini berdiri di depan pintu kamarnya, memantaunya. Atau, mungkin karena musik yang menyumpal kupingnya juga, Bianca tidak mendengar dan menyadari kedatangan pria itu.Pria itu--atau tepatnya--Gerald Lagrave."Dan di sini aku menembus badai salju karena mencemaskannya sendirian." Gerald menghela napas panjang.Di hatinya, ia merasa lega melihat Bianca baik-baik saja sendirian di kamarnya. Sebelum ini, Gerald mencemaskan Bianca, takut gadis itu akan diliputi kesedihan karena kesepian. Habisnya, siapa yang bisa berbahagia ketika di hari orang-orang berparade di pusat kota dengan senyum sumringah ceria, dia malah terjebak sendirian di kamarnya tanpa teman untuk diajak bicara.Setelah mendengar kabar Bianca tidak pergi kemana-mana, Gerald segera meninggalkan pesta alumninya. Perjalanannya pulang sempat terhambat karena salju yang menumpuk tebal di jalanan. Ia tidak mempunyai pilihan lain selain
Pergantian tahun tinggal hitungan jam lagi. Ketika orang-orang kerap berkumpul di pusat kota, merayakan tahun baru dengan kembang api yang menghiasi angkasa, berkumpul dengan keluarga, pergi ke restoran dan menikmati beragam hiburan, Bianca Lagrave--malangnya--terjebak di mansion keluarga Lagrave karena badai salju yang terjadi di luar.Alih-alih bergembira dan berpesta, ia terjebak di kamarnya, menatap langit-langit kamar dengan satu mug cokelat panas tergeletak di atas meja. Sendirian tanpa Junie, karena pelayannya itu mengambil cuti akhir tahun.Di luar kamarnya pun, mansion keluarga Lagrave begitu sunyi karena Melisa dan Roman Lagrave berangkat ke Newyork untuk merayakan tahun baru bersama kolega bisnis mereka di sana. Olliver, Erina dan Gerald di sisi lain, menghadiri selebrasi tahun baru yang dirayakan teman alumni sekolah mereka.Bianca--sebenarnya--bisa saja menempeli Gerald dan ikut menunjukkan wajahnya di pesta tersebut. Namun, demi mengikuti rencananya yang ingin menjadi 'i
"Mau bagaimana lagi," adalah gumaman Bianca begitu ia masuk ke kamarnya dan menemukan pot pemberian Liam sudah pecah di lantai.Junie berada di lokasi pecahan tersebut, mata bergetar gugup. Setelah Bianca datang, Junie langsung bersimpuh di kakinya penuh drama, memohon ampun karena sudah tidak sengaja memecahkan hadiah natal Bianca."Aku tidak sengaja menyenggolnya ketika sedang membersihkan meja, Miss. Bia. Aku sudah bersalah. Maafkan aku, aku tidak tau mengapa aku bisa selalai ini dalam bekerja. Aku benar-benar berdosa..."Bianca ingin marah, sebenarnya. Mengingat pot tembikar pemberian Liam adalah sebuah mahakarya yang hanya ada sedikit di dunia.Pot tersebut mungkin berharga puluhan juta dan sangat berarti bagi Bianca juga, karena itu adalah hadiah dari sahabatnya. Namun, bagaimana bisa ia menyalahkan Junie ketika wanita itu mengaku tidak sengaja?Ketidak-sengajaan bukanlah kesalahan. Terkecuali ia melakukannya berulang-ulang, dan ini adalah kali pertama Junie melakukan kesalahan.