Share

6. Sore Yang Tenang (2)

"BIANCA DAWSON!" Seruan Gerald mengheningkan suasana, mencekamkan atmosfir teduh di sore hari itu. Tidak ada suara menginterupsinya, seakan-akan seluruh waktu terjeda.

Gerald berseru keras dengan amarah yang sudah memenuhi ubun-ubunnya. "Jaga ucapanmu!" tekannya, tatapan meruncing berbahaya. Peringatan yang keluar dari bibir Gerald seperti sebilah pisau tajam, nada suaranya dingin dan menikam. Gerald sangat marah, tapi Bianca yang menatapnya seperti memantulkan kemurkaan yang sama.

"Lihat..." Bianca mendudukkan dirinya kembali, tangan mengipasi wajahnya yang memerah karena emosi. "Apa aku yang memulai ini?"

"Bi-Bianca..., aku tau kau sangat marah, tapi menuding Gerald sebagai pedofil adalah tindakan yang keterlaluan. Kau tidak seharusnya mengatakan itu pada suamimu." Erina mencoba mendamaikan dua suami istri yang baru saja bertikai sengit, tapi..., sebagai tanggapan untuk kelembutan suaranya, ia menerima lirikan kesal dari Bianca.

"Jangan ikut campur, Erina. Apa kau konseling pernikahan kami?" Bianca menghela napas jengah. "Apa yang aku lakukan, dan apa yang kukatakan, sebelum kalian mempertanyakan apakah aku pantas mengatakannya, kalian perlu bercermin terlebih dahulu, apa kalian sudah mengatakan hal yang pantas padaku?"

"Ma-maafkan aku." Erina menundukkan kepala, seperti terluka atas jawaban Bianca.

Gerald menatap Erina dengan iba.

"Aku mengatakan hal tadi karena aku tidak mau kau dan Gerald bertengkar. Sudah cukup kalian tidak menghabiskan malam pertama bersama, bertengkar lebih panjang hanya akan memperburuk hubungan kalian, kan?"

"Waaahhh..." Perhatian Bianca segera menikam Erina. "Bagaimana bisa kau tau kami tidak menghabiskan malam pertama bersama?"

Bianca lalu melirik kakak iparnya, "Apa kau tau informasi itu juga?"

"Aku tidak tau apa yang kalian bicarakan," jawaban Olliver penuh kejujuran. Setidaknya, ada satu orang yang waras di sana, pikir Bianca.

"Erina, bagaimana kau tau aku dan Gerald tidak menghabiskan malam pertama bersama?"

"Ah, oh, itu..."

"Berhenti mengganggu Erina, Bianca." Gerald kembali bersuara. Namun, tidak seperti ia berteriak keras sebelumnya, suara Gerald menjadi lebih rendah. Ia menahan amarah.

"Mengganggu? Aku hanya bertanya?" Bianca tersenyum miring dan jahil di sana. "Apa kalian menghabiskan waktu bersama malam itu, karena itu kau tau Gerald tidak bersamaku?"

"Mu-mustahil, aku tidak..." Mata Erina melebar terpana. Harga dirinya sedang dipertaruhkan di sana.

"Bianca, tudingan itu keterlaluan. Apa yang kau pikirkan?!"

"Apa yang aku pikirkan?" tanya Bianca balik, retoris. Begitu sinis. "Tudinganku barusan adalah pendapat yang akan keluar dari bibir orang-orang bila mendengar ucapan Erina barusan, Gerald Lagrave! Kita tidak sendirian di taman ini, kakakmu, pelayanmu ada di sini menyimak ucapan kita. Kalau kau mau aku menjaga bicara, kau pastikan tindakanmu dan tindakan kekasihmu tidak memancing pembicaraan orang lain."

Bianca beranjak dari meja, muak sudah memenuhi dadanya. Ia tidak bisa terus meladeni Gerald dan Erina, ia merasa dia bisa gila lama-lama di sana.

Ketika Bianca telah berlalu dari sana pula, Gerald merasakan tikaman tak kasat mata melanda jantungnya. Bianca tidak sepenuhnya salah di sana, tapi ia tidak mau membenarkannya. Ucapan Erina memang mampu menciptakan kesalah-pahaman bagi orang-orang yang mendengarkan, dan itu bisa mencoreng nama baik Gerald dan Erina sendiri. Gerald mengerti tapi...

"Ma-maafkan aku!" tangis Erina meledak di sana, isi kepala Gerald segera terpenuhi oleh keberadaannya. "Aku tidak bermaksud menyebar rumor buruk tentang kita. Aku hanya...,hieks..., Gerry, maafkan aku..."

"Aku mengerti, Rinie. Tenang saja. Tidak akan ada yang berani menyebarkan rumor buruk tentangmu."

"Aku..., aku datang malam itu hanya karena aku mencemaskanmu..., ka-kalau aku tau situasinya akan menjadi seperti ini, hiekss..., aku tidak akan mengungkit masalah itu sama sekali..."

"Kau seharusnya tau." Olliver menjawab isakan Erina dengan ekspresi datar di parasnya. "Kau beruntung hanya mendapatkan kritikan dari Bianca, bila itu wanita lain..., kau mungkin sudah mendapat tamparan di muka."

"Ollie," Gerald menatap kakak laki-lakinya itu dengan sangsi. Bagaimana bisa dia mengatakan itu pada Erina yang menangis?

"Aku hanya bicara jujur, kau harus berhati-hati kedepannya, Erina. Kau dan Gerald mungkin sahabat dekat, tapi Gerald adalah suami orang sekarang. Jaga batasanmu."

***

Guyuran air dari shower kamar mandi menghujani tubuh Gerald yang kekar dan tinggi, aroma sabun mempenetrasi hidungnya, mengharumkan tubuhnya. Uap panas dari air hangat yang menguar di sana, membuat kaca di kamar mandinya, berembun. Berkabut seperti isi kepalanya. Ada banyak hal bergentayangan di kepala Gerald belakangan. Hal-hal yang tidak dapat ia tepikan. Hal yang sangat mengganggunya, mengacaukan isi kepalanya. Bianca.

Menatap cincin emas yang melingkari jari manisnya, Gerald kembali menghela napas gerah. Sosok Bianca kembali hadir di benaknya, mengingatkan ia tentang situasi yang sudah terjadi sore tadi. Tidak, tidak hanya sore tadi, setelah Bianca muncul di hidupnya, hari-hari Gerald menjadi kacau karenanya.

Semenjak gadis itu menjadi istrinya, menjadi hama di hidupnya, Gerald tidak pernah menemukan ketentraman. Bukan berarti Bianca sudah mengganggunya pagi dan malam, tapi..., kata-kata gadis itu, caranya bersikap dan raut eloknya yang arogan sudah menempel di benak Gerald seperti kuman.

"Demi melindungi adikku dari pedofil, aku terpaksa menikahi pedofil itu!" Ucapan Bianca kembali menyeruak ke kepalanya, seperti sebuah informasi yang datang kepadanya tanpa sengaja.

'Apa karena itu dia menikahiku? Karena adiknya?' Gerald bertanya-tanya.

Jika yang Bianca katakan adalah kebenaran, maka gadis itu sudah pasti sangat nekad, kan? Gerald sendiri, tidak peduli betapa besar ia mengapresiasi keberadaan Olliver, perasaan itu saja tidak akan cukup untuk membuatnya membuang hidupnya sendiri demi Olliver. Ia tidak akan pernah mengorbankan hidupnya demi Olliver.

Haaaa~

Gerald menghela napas sekali lagi, lebih lesu daripada tadi.

"Apa yang aku pikirkan?" Gerald menggeleng-gelengkan kepala, seperti berusaha menyingkirkan keberadaan Bianca yang sudah seperti kutu di kepalanya, menggerogoti benaknya.

Ketika Gerald mengira ia telah berhasil menepikan keberadaan Bianca dari benaknya, ia dikecewakan oleh suara lain yang muncul ketika ia mematut wajahnya di cermin.

"Kalau kau mau aku menjaga bicara, kau pastikan tindakanmu dan tindakan kekasihmu tidak memancing pembicaraan orang lain."

Suara Bianca yang jenaka, lengkap dengan cengiran sinisnya menyeruak di benak Gerald, mengingatkan ia kembali pada raut Bianca yang ternyata, memiliki lesung pipi. Gadis itu terlihat manis saat tersenyum, malangnya, senyumannya tidak pernah mekar dengan ketulusan. Ekspresinya selalu bercampur dengan kekesalan.

"Siapa yang dia bilang kekasihku?" Gerald mengeringkan rambutnya dengan handuk, sambil bicara sendiri, ia mengingat ucapan Bianca dengan sedikit kekesalan juga. Apa Bianca menarik kesimpulan kalau dirinya dan Erina berpacaran?

"Itu akan baik kalau benar, tapi..., haaa!"

Sayangnya, tidak seperti Gerald bisa berharap lebih kepada Erina, hubungannya dengan gadis berhati murni itu hanya sebatas sahabat. Erina mencintai Olliver, dan kendati perasaannya belum terbalaskan karena Olliver begitu apatis, Erina tidak pernah menyerah mengejar hati Olliver. Di mata Erina juga, ia tidak pernah menganggap Gerald lebih dari teman dekat.

"Aku harus meralatnya sebelum dia menciptakan kesalah-pahaman yang lebih panjang." Gerald membuat keputusan begitu ia selesai memasang kemeja putih longgar itu di tubuhnya. Ia menapak keluar dari kamar tamu dan menuju kamar Bianca.

Beberapa meter sebelum Gerald mencapai kamar Bianca, sosok Erina muncul dari sudut lain. Gadis yang sudah menjadi dambaan hatinya sejak lama, gadis yang ia cintai dan sudah memenuhi hatinya dengan kehangatan, muncul dengan seulas senyum ramah yang menenangkan. "Gerry, kau mau kemana?"

"Aku hendak ke kamar Bianca...," tadinya, tapi langkah Gerald terhenti sepenuhnya untuk mengajak Erina bicara. "Kau sendiri?"

"Aku bosan di kamarku, jadi aku berencana membaca di balkon."

"Hmm," ketika Gerald hendak menimpali ucapan Erina, suara orang berbicara yang berbaur dengan tawa menyapa telinga Gerald begitu saja. Suara familiar itu muncul dari Bianca, tawa renyahnya yang jenaka menarik perhatian Gerald seketika.

Saat itu, Bianca sedang mendengar sebuah cerita dari Junie, Bianca menyimak cerita itu dengan keceriaan di parasnya sampai akhirnya, keceriaan itu menguap di udara. Sepasang manik hitam Bianca menemukan keberadaan Gerald dan Erina tidak jauh dari depan kamarnya.

'Apa-apaan? Apa mereka sengaja bermesraan terang-terangan di depanku sekarang? Menjijikkan.' Bianca membatin menahan kegelian, situasi sekarang begitu menggelikan. Bianca merasa ia lebih baik tidak menaruh perhatian pada keduanya, karena ia sudah memenuhi kuota bertengkarnya hari ini. Bianca sudah bertengkar dengan keluarga Lagrave sebanyak tiga kali hari ini. Tadi pagi saja dia bertengkar dua kali dengan keluarga Gerald dan Gerald, lalu tadi sore juga.

Jika ia menciptakan pertikaian lebih dari tiga kali hari ini, Bianca mungkin akan diusir.

'Abaikan saja, Bia. Abaikan.' Bianca menyugesti dirinya sendiri, berulang-ulang kali di dalam kepalanya. Sementara isi kepalanya merapalkan mantra penenang diri, langkah Bianca terus terbuka, melenggang lebih dekat kepada Gerald dan Erina. Bianca tidak mau menggubris keduanya, tapi berpura-pura buta adalah kemustahilan juga, jadi Bianca memberikan mereka lirikan ringan. Seharusnya itu lirikan ringan, tapi Bianca memberikan mereka tatapan sinis menahan kejengkelan.

Anyway, setelah melewati keduanya, Bianca pun menghampiri Olliver yang duduk sendirian di sofa ruang keluarga.

Saat ini, di pikiran Bianca, orang yang bisa dia jadikan teman hanya kakak iparnya itu saja.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status