Share

7. Pertahanan

Hari ketika Bianca mengkritik pelayanan di rumah keluarga Lagrave adalah hari ketika perubahan besar-besaran mulai dilakukan di rumah itu. Tidak hanya meja makan yang menjadi panjang dan mampu menampung hingga sepuluh orang, kini sofa di ruang tamu, ruang keluarga, bangku di balkon bahkan bangku di taman, berubah ukuran.

Bianca takjub pada perubahan itu, tapi ia tidak merasa segala hal perlu diubah, jujur saja. Seperti bangku di balkon saja, tidak semua mereka akan pernah berkumpul di sana, karena itu, perubahan tidak perlu dilakukan. Namun, malas memperpanjang masalah, Bianca memilih diam dan menikmati satu-persatu tirai di rumah itu terganti dengan warna baru.

"Rasanya seperti pergantian musim," kata Bianca, dia berbicara pada Junie yang berdiri di dekatnya.

Nyaris satu minggu Bianca menjadi menantu di rumah itu dan meskipun satu minggu sudah berlalu, Bianca masih merasa seperti ia baru sehari di sana. Sofa-sofa dan tirai di rumah ini bisa saja berganti, tapi perlakuan orang-orang di rumah ini terhadapnya masih sama. Gerald masih memandangnya seperti hama, Melisa dan Roman memperlakukannya penuh formalitas seperti dia adalah orang luar, dan jangan lupakan Erina..., gadis itu selalu menatapnya was-was. Itu menjengkelkan.

Seolah-olah Bianca akan menerkam dan menggigit kepalanya sampai putus saja!

"Apa pendapatmu pada perubahan ini, Miss. Bia?" Junie bertanya. Tanpa ada niat mengganti caranya memanggil Bianca, Junie masih melabeli nonanya tersebut dengan kata Miss. Bianca sudah malas menegurnya, jadi ia membiarkan Junie memanggilnya begitu.

"Hmmm? Nada." Nada, dalam artian bahasa Spanyol, tidak ada. Bianca tidak begitu peduli pada hal-hal yang terjadi di rumah ini.

"Sama sekali tidak ada? Bagaimana dengan warnanya? Apa ada hal yang tidak kau sukai?"

"Suka tidak suka..., apa aku berhak mengomentari hal seperti itu di sini? Maksudku..., ada beberapa hal yang dapat kukritik, tapi kalau menyangkut selera keluarga Lagrave, kupikir itu bukan hakku sama sekali."

"Tapi kau adalah bagian keluarga Lagrave juga."

Bianca tertawa kecil, "Sepertinya kau satu-satunya orang yang mengetahui hal itu, Junie. Waaah, apa kau jenius yang hanya terlahir seribu tahun sekali? Bagaimana bisa kau bekerja di sini?"

"Jangan menggodaku," tukas Junie, rautnya masih minim ekspresi. "Lagipula, semua orang tau kau adalah menantu keluarga Lagrave. Itu bukan rahasia."

"Hmmm, kurasa." Bianca tersenyum hambar di sana, jus jeruk yang disesapnya seperti tak berasa. "Aku hanya harus bertahan di sini," kata Bianca kembali. Lebih kepada dirinya sendiri. Ia menarik napas dan mengembuskannya panjang. "Adikku akan berangkat ke Stanford besok pagi, aku tidak boleh depresi."

"Eh, apa kau merasa depresi Miss. Bia?"

Menggeleng kuat dan memaksakan tawa, Bianca lalu berdiri dari tempat duduknya, dada membusung seperti superhero yang akan menyelamatkan dunia. "Aku? Depresi? Mustahil, Junie. Aku tidak akan pernah depresi. Aku adalah Bianca. Ingat ini baik-baik, Bianca tidak pernah depresi. Bianca adalah orang terkuat di muka Bumi. Hahahahaha!"

Sementara semangat Bianca berapi-api di balkon lantai dua itu, menciptakan keriuhan dengan tawa besarnya yang kekanakan, Gerald yang berada di lantai tiga, hendak menuju ke ruang kerja ayahnya, berhenti melangkah di depan jendela dan memperhatikan tingkah istrinya di bawah sana. Ia terpana. Sepasang manik hitamnya terpaku kepada Bianca yang kini merangkul Junie sambil bermanja-manja kepada pelayannya itu.

Dia terlihat begitu bebas, tawanya begitu lepas. Seakan-akan tidak ada beban di kepalanya, senyumnya mekar dengan ceria. Lesung pipinya yang tertanam dalam begitu ia tertawa seperti pemikat utamanya. Pesona yang membuatmu tidak mampu memalingkan kepala.

"Heeeh, ini pemandangan yang langka, bukan?" Ikut berdiri di samping Gerald, Olliver datang dan turut mengamati Bianca. "Bia kelihatannya sangat bahagia. Apa kira-kira yang sedang terjadi?"

"Kenapa kau mau tau urusannya?" Gerald mendelik ke arah kakaknya. Juga, siapa yang Olliver panggil Bia barusan? Namanya Bianca, asal tau saja, Bianca.

"Habisnya..., itu pemandangan langka." Olliver bersandar di bingkai jendela. "Aku jarang melihat orang seantusias itu sebelumnya."

Jujur saja, apa yang Olliver katakan adalah kebenaran. Keriuhan yang Bianca tunjukkan adalah sebuah pemandangan yang jarang mereka temukan di kediaman Lagrave. Bahkan di kantor pun, mereka lebih sering bertemu pada orang-orang berekspresi serius, tegang dan tenang.

"Sangat tidak anggun sama sekali," keluhan Gerald keluar dengan iritasi. Walaupun ia sempat terpaku pada pemandangan Bianca yang nampak kekanakan di bawah sana, ia merasa lebih baik bila ia mengkritik gadis itu dan memakinya. Gerald membenci Bianca, dan itu adalah hal mutlak. Ia tidak akan melumer pada hal sepele semacam lesung pipi gadis itu yang mempesona. Tidak akan! Omong kosong itu hanya dapat terjadi pada pria murahan!

"Kenapa kau sangat jahat pada Bia? Padahal dia tidak pernah melakukan apa-apa padamu."

"Apa aku perlu alasan untuk membenci orang yang sudah merebut kebebasanku?"

"Kau tau Bianca juga kehilangan kebebasannya karena menikahimu, kan? Kau dengar sendiri kalau dia menikahimu demi adiknya. Jadi jangan menyalahkannya terlalu."

"Aku tidak mempercayainya," tukas Gerald.

"Hah?"

"Dia tidak terlihat terpaksa saat memaksaku menciumnya di altar."

"Gerald, kau memang harus menciumnya."

"Tsk," malas mendebat Olliver, Gerald lalu menarik pundak saudaranya itu menjauhi jendela. Sudah cukup untuk Olliver memantau istrinya. "Lupakan saja. Membicarakan gadis itu sama sekali tidak berguna."

***

Di malam hari, Gerald diseret paksa oleh Melisa menuju ruang kerjanya. Awalnya Gerald menolak panggilan ibunya karena ia lelah sehabis bekerja, tapi karena Melisa begitu persisten, di sinilah Gerald sekarang. Ia duduk di sofa dengan lengan tersilang di depan dada. Ia sangat tidak sabar pergi dari sana.

"Aku tidak tau apa alasan Ibu memanggilku kemari, tapi aku harap Ibu menyampaikannya dengan cepat. Aku mau tidur lebih awal malam ini."

"Tidur lebih awal..., di kamar tamu?"

"Kenapa? Apa ada yang salah dari itu?"

"Gerald, kau sudah beristri sekarang. Mau sampai kapan kau mengabaikan Bianca? Dia adalah istrimu, kau tidak boleh menelantarkannya begitu."

"Karena dia adalah istriku, terserah aku mau memperlakukannya seperti apa."

"Gerald!" Melisa menggeram. "Apa Ibu pernah mendidikmu seperti itu cara memperlakukan wanita?"

"Apa ini yang ingin Ibu bicarakan? Masalah tempat tidurku?" Gerald menarik napas, "Begini, hanya karena aku menikahi Bianca, setuju mengikuti perintah Ayah untuk menikahinya, bukan berarti aku akan mengabdikan diriku sebagai suaminya. Aku sudah memenuhi tugasku untuk menikahinya, jangan harap aku akan tidur bersamanya dan mencintainya. Itu omong kosong! Hubungan kami murni hanya terjadi di atas kertas. Aku tidak akan berpura-pura melebarkan tanganku untuknya."

"Ibu memahami apa yang kau katakan, tapi Gerald..., ada nama baik yang harus kau jaga juga."

"Ugh!" Apa lagi sekarang yang ibunya inginkan?! Haruskah ia menjilat kaki Bianca sekalian agar mereka semua senang?!

"Kau tidak perlu mencintainya, tidak perlu bermesraan dengannya. Hanya...,"

"Hanya apa?"

"Perlakukan dia dengan baik, Gerald. Kau tau apa yang wanita itu pikirkan selama di sini? Dia merasa bukan bagian keluarga kita sama sekali! Dia depresi, kau tau, depresi!"

"Depresi my head, dia tidak terlihat depresi sama sekali tadi siang."

"Seseorang bisa tersenyum ceria dan masih terbenam dalam depresi, Gerald. Junie mengatakan kalau Bianca seperti nyaris gila belakangan ini. Dia tertawa sendiri, bicara sendiri, dia bahkan membenturkan kepalanya ke meja beberapa kali."

"Kedengarannya lebih seperti dia sudah gila daripada nyaris gila."

"Gerald!"

"Aku akan mengeceknya nanti, Ibu tidak perlu mencemaskan sesuatu yang tidak perlu. Wanita itu hanya sinting. Juga..., apa Ibu menanam mata-mata padanya? Bagaimana bisa Ibu memperoleh seluruh informasi tadi?"

"Ah..., itu..."

"Ibu memintaku memperlakukannya dengan baik, tapi Ibu yang men-stalking kesehariannya tidak lebih baik daripada aku yang mengabaikannya."

"Ibu hanya tidak mau ada hal buruk yang terjadi," Melisa membela diri. "Habisnya, dia sendirian datang kemari..., mengirimkannya teman untuk bicara lebih baik, kan? Junie juga seumuran dengannya, mereka menjadi akrab."

"Kalau Ibu tidak mau dia kesepian, Ibu seharusnya lebih sering mengunjunginya juga." Gerald menyandarkan punggungnya di bahu sofa, kepalanya mengingat kembali ekspresi wajah Bianca. Bagaimana gadis itu selalu tampil kuat di depannya, dan menjengkelkan. Dia selalu penuh pertahanan, seperti orang-orang akan menyerangnya. Mungkin itu yang sesungguhnya dia rasakan di sini.

Haaaa..., mendengar ucapan ibunya hanya menambah beban kepala!

"Apa ada lagi yang ingin Ibu katakan? Jika tidak ada..., aku akan kembali sekarang."

"Oh..., satu lagi." Melisa mengulum senyum kikuk ketika mata Gerald menatapnya curiga.

"Besok," kata Melisa, "Ayah menginginkanmu menemani Bianca mengantar adiknya ke bandara."

"Hah?"

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status