"Pak, bisa cepat enggak?"Dania masih lantang bicara. Keya jadi sadar, ternyata watak wanita itu kembali ke asalnya.Pak Sani lalu memasukkan barang-barang ke mobil dibantu Keya."Jangan lupa, nanti kunci mobil kasihkan ke saya," titah Dania. Lalu masuk ke rumah dan menutup pintunya."Pak, tolong jangan bilang Pak Liam soal semua ini," kata Keya setelah mobil sampai di rumah yang dituju.Pak Sani mengangguk sambil hatinya trenyuh melihat Keya. Dipandanginya rumah lama yang akan ditempati Keya. Rumah milik Bu Sarah yang kini tinggal di rumah putrinya setelah ditinggal suaminya meninggal setahun yang lalu.Keya dibantu Pak Sani menurunkan barang-barang. Pintu rumah dibuka. Rupanya Bu Sarah, pemilik rumah sudah di dalam."Walau tiap hari dirawat, sekarang masih saya bersihkan dulu, Bu. Saya gak enak hati, biasanya Bu Keya tinggal di rumah besar kok sekarang tinggal di rumah gubuk.""Makasih, Bu. Maaf merepotkan," kata Keya segan.Sepertinya cepat sekali Bu Aisyah membersihkan rumahnya. Mu
Setelah itu, dia berjalan ke pintu belakang dan membukanya. Udara malam yang dingin menerpa wajahnya. Langit gelap tanpa bintang. Suasana sunyi menyelimuti pekarangan.Di depan kolam ini, dulu dia sering bercanda dengan Liam. Di sini pula dia mengakui bahwa dia nyaman dekat lelaki itu. Bahwa dia tak ingin berjauhan dengan Liam. Tapi semua itu hanya bagian dari masa lalu yang mungkin sulit diraih kembali.Keya memandang jauh ke sawah yang terhampar di depannya. Angin malam berembus membawa aroma tanah basah. Tapi tak bisa menyejukkan hatinya yang panas oleh luka.Dalam hati dia teramat berat meninggalkan rumah ini. Di rumah ini, Keya menemukan banyak hal. Kasih sayang dari Bu Maryam. Sentuhan lembut Liam. Doa-doa pertamanya. Air matanya yang tumpah di sajadah.Dulu, dia tak tahu arti sholat. Kini, dia tak bisa hidup tanpa sholat.Dulu, hijab terasa gerah. Kini, hijab adalah bagian dari dirinya.Dan kini , semua itu harus ditinggalkan?Dia teringat kata-kata sahabatnya yang baru saja pe
"Iya, ini aku sudah di rumah. Katamu aku harus nemenin Keya."Sejenak tak terdengar apa-apa saat Keya menghentikan langkahnya. Napasnya tercekat. Matanya membulat. Nada suara itu begitu akrab."Kamu kenapa sih telepon aku terus? Kamu jangan khawatir. Walau rumah ini jauh dari tetangga, kami aman kok, ya. Kan ada aku."Deg!Seketika hati Keya terasa perih. Tubuhnya seolah limbung. Suaranya... suara siapa ya? Kata-katanya,. .Napasnya tertahan. Tak terasa tangannya menyentuh pot bunga di sampingnya. Pot itu miring, lalu jatuh dan mengeluarkan bunyi pecahan."Keya?"Suara lantang Dania menyusul tak lama kemudian. Perempuan itu melangkah cepat keluar kamar dan menatap Keya dengan mata tajam penuh selidik. Rambutnya setengah terurai, dan wajahnya tampak kesal karena terganggu."Kamu lagi ngapain ke sini?""Aku cuma mau lewat ke dapur, Kak. Ambil makanan," jawab Keya cepat sambil menunduk, menyembunyikan air matanya yang hampir jatuh.Dania mengerutkan kening, mencermati raut wajah Keya yang
Seharian teman Keya bercanda dan berjalan ke sawah di belakang rumah, membantu Bi Ira menangkap Bebek untuk makan mereka. Mereka juga jalan Minggu pagi menikmati suasana desa itu, hinggah tak terasa sore menjelang."Sorry ya, Key,... kalau selama kita di sini ngrepotin kamu," pamit Rina dengan memeluk Keya. Isya' baru saja berlalu."Siapa bilang ngrepoti? Aku, juga Kak Liam malah senang kalian di sini. Dia malah berharap, selama dia pergi kalian mau temani aku.""Idih, tadi malam telponan ya kok tahu kita di sini? So sweet,.. jadi ngiri nih," canda Lesti."Makanya, cowok kamu yang ngacir itu biarlah ngacir, ngapain dipikirin? Cari yang baru biar bisa sweet-sweet," oceh Lili."Iya, juga, Beb!" Senyum Lesti mengembang.Namun saat mereka sudah mau beranjak pergi, sebuah motor matic keluaran terbaru datang. Lili yang lagi berjalan sambil mengambil jambu air di depan rumah, mengerling ke Keya."Lho..." Lili menghentikan tangannya yang menggapai jambu. "Itu... siapa, Key?"Keya mengerutk
"Aku,.. kayaknya aku pulang duluh, ya. Aku ngerasa salah bawa Sheryn ke tempat gini. Kak Liam nggak suka." Keya berusaha tersenyum agar teman-temannya tidak sakit hati dengan ucapannya.."Dia marah ya, Key?" tanya Rina."Gimana juga, dunia dia beda dengan dunia kita. Seharusnya aku yang maklum.""Jadi ngerasa salah nih, Key. Sorry ya?" sesal Mila."Nggak apa, nggak segitu juga kali," Keya tersenyum samar, "kalau kalian masih suka di sini, aku bisa naik grap kok.""Aku ikut kamu deh, Key. Takut kamu tiba-tiba pingsan di jalan," canda Rina sambil menyambar jaket denimnya."Aku juga deh," sahut Lesti. "Bentar, aku mau bangunin Sheryn duluh."Rina dan Mila hanya saling pandang."Kayaknya Liam itu agamis orangnya,"komentar Rina."Iya, aku bisa lihat dari Keya, seolah dia takut gitu ya, padahal kita kan nggak ngapa-ngapain, seneng aja, cuma cengar cengir nyanyi. Tempat ini juga nggak macam diskotik kok ya?""Udah, ayo, namanya orang nggak sama juga kayak kita yang abu-abu."Saat Keya sudah
"Aku... pingin ngomong sesuatu," suara Liam terdengar pelan dari layar ponsel.Keya menahan napas. Tangannya mengepal di atas pangkuan. Dia sebenarnya juga ingin ngomong ke Liam, kenapa Liam membohonginya dengan bilang hanya kapan hari itu saja terpeleset menghabiskan hasrat bersama Dania, namun kenyataannya Dania bilang seolah-olah mereka tak hanya sekali saja. Namun sebelum ia sempat bicara, suara lain menyela dari samping."Eh, itu siapa? Ganteng juga!" Lili tiba-tiba muncul di samping Keya dan menatap layar ponsel dengan mata membulat.Keya buru-buru memiringkan layar, tapi terlambat. Wajah Liam sudah terpampang jelas dan Lili langsung berseru, "Wah, beneran cakep! Ini yang katanya suami kamu itu, ya?""Lili, jangan..." Keya berbisik, menahan malu."Kamu masih muda, Mas. Yang aku dengar kalian beda jauh." Lili ikut bicara ke layar. "Sumpah, mukanya kayak seumuran Andra. Atau malah lebih muda, ya?""Aku sepuluh tahun lebih tua dari Keya," jawab Liam, mencoba tetap sopan walau jelas