Home / Romansa / BUKAN MEMPELAI IMPIAN / Bab 21. Status WA

Share

Bab 21. Status WA

Author: HaniHadi_LTF
last update Last Updated: 2025-05-23 10:30:36

Liam tersenyum sendiri saat memberi makan ikan. bayangan kelucuan Keya mengusiknya. Dia yang tadinya mau ke rumah Dania seperti ucapannya pada Rifki, berubah.

"Apa kamu ghak ke rumah Dania, Le?" tanya Maryam setelah sore tiba. Liam yang kebetulan memberi makan ikan di belakang, menoleh ke suara ibunya yang tengah di belakangnya.

'Tadinya juga berfikir begitu, Bu saat ingat dia ngambek tadi. Tapi kalau dipikir, lama-lama bosen juga apa-apa dia musti maunya menang sendiri.'

'Ya, nggak bisa begitu juga, Le. Di mungkin saat ini lagi sedih. dan kamu harus menghiburnya.'

"Sedih? memangnya kenapa harus sedih?"

"Kamu kok seolah nggak punya perasaan."

"Habisnya, kenapa juga, Bu. Sudah dibilangi jangan ikut ke KUA, masih juga ikut. Kalau ada apa-apa kayak gitu, dia ngambek. Masak iya, aku harus ke rumahnya, mau bilang apa coba?" kata Liam cuek. "Aku ghak ngerasa ada yang salah, Bu. Dai awal dia juga tau ini bukan pernikahan sesungguhnya."

"Memang iya, salah dia juga sih. Untung orang tuanya Ke
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • BUKAN MEMPELAI IMPIAN   Bab 21. Status WA

    Liam tersenyum sendiri saat memberi makan ikan. bayangan kelucuan Keya mengusiknya. Dia yang tadinya mau ke rumah Dania seperti ucapannya pada Rifki, berubah. "Apa kamu ghak ke rumah Dania, Le?" tanya Maryam setelah sore tiba. Liam yang kebetulan memberi makan ikan di belakang, menoleh ke suara ibunya yang tengah di belakangnya.'Tadinya juga berfikir begitu, Bu saat ingat dia ngambek tadi. Tapi kalau dipikir, lama-lama bosen juga apa-apa dia musti maunya menang sendiri.''Ya, nggak bisa begitu juga, Le. Di mungkin saat ini lagi sedih. dan kamu harus menghiburnya.'"Sedih? memangnya kenapa harus sedih?""Kamu kok seolah nggak punya perasaan.""Habisnya, kenapa juga, Bu. Sudah dibilangi jangan ikut ke KUA, masih juga ikut. Kalau ada apa-apa kayak gitu, dia ngambek. Masak iya, aku harus ke rumahnya, mau bilang apa coba?" kata Liam cuek. "Aku ghak ngerasa ada yang salah, Bu. Dai awal dia juga tau ini bukan pernikahan sesungguhnya.""Memang iya, salah dia juga sih. Untung orang tuanya Ke

  • BUKAN MEMPELAI IMPIAN   Bab 20. cincin yang tak bisa lepas

    Setelah kepergian orangtua Keya, Rifki pun ikut pamitan setelah berbisik ke Liam. "Aku lebih mendukungmu dengan semua ini menjadi sungguhan, Liam.""Banyak hal yang tak memungkinkan, Rif," kata Liam. Baru kemudian dia jadi teringat Dania yang pergi dengan ngambek tadi."Lho, iya, aku harus segera ke rumah Dania agar dia tak ngambeki aku. Kalau dia hatinya lega, dia tak akan mengusik Keya.""Iya, bener kamu, Liam. Kalau kamu biarkan hati wanita itu panas, dia bakal berulah yang bukan-bukan. Kayak nggak tau aja gimana pedasnya mulut dia. Di kantin aja, dia sempat-sempatin ngrumpi bahas yang bukan-bukan.""E, sok tau kamu.""Dari adik iparku yang juga jaga kantin pesantren. Kamu pikir aku cuma ngarang aja."Liam pun terkekeh."Kamu juga sih, mau-maunya dijodohkan sama dia. Udah wataknya begitu dia.""Orang bisa berubah, Rif. Aku harap kelak kalau jadi istriku bisa menjadi baik. Bukan bar-bar seperti itu."Rifki mendesah. "Ya, mudah-mudahan saja, Liam.""Hutang aku pada keluarganya begitu

  • BUKAN MEMPELAI IMPIAN   Bab 19. Berbakti padanya?

    "Teman, seperti juga saya, Bu," jawab Rifki segera melihat wajah Liam dan Dania yang kebingungan menjawab."Aku pikir tadi adiknya Liam. Kok tiap ada kesempatan selalu dekat Liam." Chandra berkomentar."Hanya kebetulan tadi dekat, Pak." kata Rifki lagi meyakinkan.Maryam dan Liam saling menatap bingung. Mereka tak mungkin menjelaskan siapa Dania dalam lingkup keluarga ini. Maryam kemudian pergi ke belakang, memberi arahan pada orang yang membantunya.Tak lama dia kembali lagi, kemudian ikut bergabung. "Maaf rencananya mendadak saja, jadi ya, begini. Yang penting nikah saja.""Bu, kami sudah berterima kasih sekali kepada Liam yang mau menerima Keya dengan kondisi seperti ini," kata Neina."Bagi kami, apa yang telah Liam berikan itu lebih dari cukup. Dia menyelamatkan harga diri Keya. Juga harga diri keluarga Chandra Darmawan. Untunglah kandungan Keya masih satu bulan, saat lahir nanti tidak terlalu jauh dari hari nikah ini.""Ini Ibu, cuma berdua dengan Liam?" tanya Chandra. Pertanyaa

  • BUKAN MEMPELAI IMPIAN   Bab 18. Dia,..

    "InsyaAllah, sudah, Pak," jawab Pak Hasan Modin dengan suara mantap."Bismillahirrahmanirrahim." Suara penghulu menggema di ruangan yang hening. Ia mulai membuka berkas-berkas pernikahan Liam dan Keya. Jemarinya yang sudah keriput tampak lincah membolak-balikkan halaman, lalu dengan suara tenang ia mulai membaca aturan-aturan yang harus dipahami sebelum ijab kabul. Sesekali matanya melirik ke arah Liam yang duduk tegak di hadapannya, kaku seperti patung.Liam hanya mengangguk ketika ditanya satu dua hal ringan. Nafasnya sedikit tak beraturan. Tangannya dingin. Ia menatap sekilas wajah Keya di seberangnya-perempuan itu tampak tenang, tetapi sorot matanya dalam, seakan menyimpan rahasia yang tidak ingin diungkapkan siapa pun.Dan pada titik terakhir, penghulu menggenggam tangan Liam erat. Suaranya mantap."Saudara Liam Thoriq Lazuardi bin Thoriq Abdillah, saya nikahkan dan kawinkan engkau dengan Keya Quensha Tasnim binti Adinata Chandra, dengan mas kawin seperangkat alat salat dan perh

  • BUKAN MEMPELAI IMPIAN   Bab 17. Nabil?

    "Nabil!... Nabil,...!"Keya berusaha memanggil, tapi suara itu seakan tersangkut di kerongkongan. Bibirnya hanya terbuka tanpa suara, hanya napasnya yang memburu. Dania yang duduk di sebelahnya segera menoleh, mengikuti arah pandangan Keya yang terpaku ke jendela mobil."Siapa itu?" gumam Dania pelan, lalu melongok keluar jendela.Ada seorang cowok berhenti bersama sepedanya di pinggir jalan. Angin pagi mengibaskan ransel di punggungnya. Sesaat dia menoleh, cukup lama untuk membuat dada Keya sesak. Nabil. Sosok itu adalah Nabil. Anak Haji Darman dari desa sebelah. Nama yang masih lekat di hati, walau bibir tak pernah mampu menyebutkannya lagi dengan lega.Sepeda itu kembali melaju cepat. Nabil memang seolah ada firasat dengan menoleh ke arah mobil yang dia lintasi. Namun saat dia mencari, dia tak menemukan apa-apa. Dia tak mengerti, kenapa tiba-tiba saja dadanya berdebar, padahal debar itu hanya bisa diciptakan saat dia menatap Keya."Keke, apa itu kamu?" gumannya. Namun Nabil hanya b

  • BUKAN MEMPELAI IMPIAN   Bab 16. Nabill,...!

    Pagi menyusup lewat sela jendela kamar. Keya masih meringkuk di balik selimut tebal, sementara lantunan adzan subuh sudah lama reda. Biasanya Maryam akan membangunkannya, tapi pagi ini kamar tetap sunyi. Entah Maryam sengaja atau tahu bahwa Keya semalaman tak bisa tidur."Keya, nanti setelah salat, langsung mandi, ya. Yang mau rias kamu sebentar lagi datang," suara Maryam terdengar dari luar pintu."Iya, Bu..." sahut Keya lemah.Mendengar kata "rias" saja membuat perut Keya bergejolak. Make up bukan dunianya. Saat wisuda dulu, maminya bahkan geleng-geleng kepala melihat betapa rewel dan susahnya Keya saat dirias. Dia jadi teringat maminya. Hatinya mendadak nyeri. Setelah maminya tak lagi membela di depan papinya, Keya merasa sendirian. Seperti perahu hanyut yang tak tahu harus berlabuh ke mana.Ketukan lembut membuyarkan lamunannya."Assalamualaikum..." suara Maryam.Keya berdiri pelan, membuka pintu. Dua perempuan muda berdiri di ambang, salah satunya membawa koper besar bertuliskan

  • BUKAN MEMPELAI IMPIAN   Bab 15. Gelisah menanti

    "Diangkat, Keya," suruh Maryam saat mendengar handphone Keya berbunyi berkali-kali. Keya yang merasa enggan karena pasti Liam yang hanya tahu nomor itu. Hanya satu-satunya dia yang ada di kontak Keya. Untuk apa menelpon setelah tadi pergi pagi sekali? bathinnya. Dia sudah jengkel sama Luam, kapan hari ke Gresik, seolah terlalu mengatur Keya, kemarin sore bahkan menertawai Keya yang katanya lucu berlumuran lumpur karena kecebur empang pas ambil telor bebek di dekat tanaman padi."Assalamualaikum, Keya!" Keya kaget. Terdengar dari jauh Neyna menelpon. Kali ini Keya makin jengkel pada Liam, bisa-bisanya dia ngasih nomer Keya itu ke maminya Siapa lagi kalau bukan Liam yang kapan hari memberi nomornya ke Mami, pikir Keya."Waalaikumussalam, Mi," kata Keya malas. "Tumben Mami telpon Keya?""Kenapa Keya ngomong gitu, Sayang?""Bukankah Keya bagi Mami–Papi, sudah mati?""Keya!" terdengar suara Neyna meninggi. "Kenapa kamu berpikir seperti itu?""Keya sudah bilang berkali-kali, bukan sa

  • BUKAN MEMPELAI IMPIAN   Bab 14. Mencoba menjadi lebih berguna

    "Kamu kenapa ini, Keya?" tanya Maryam yang melihat pakaian Keya basah kuyup."Dia kecebur di empang, Bu," jawab Liam yang baru datang dan langsung menjelaskan, bahkan sambil cekikian, sementara Keya menatapnya dengan jengkel. Sejak di sawah belakang tadi, Liam sudah tertawa, padahal dia justru jijik belepotan lumpur."Biar Ibu ambilkan baju di kamar. Kamu mandi di kamar mandi belakang," kata Maryam sambil beranjak menuju kamar yang ditempati Keya. Dipilihnya baju milik Ratna dengan warna yang mirip yang tadi dikenakan Keya."Terima kasih, Bu," kata Keya sambil menerima baju dari Maryam. Keya masuk ke kamar mandi, dan cukup lama ia di sana. Jangankan membersihkan lumpur yang baru pertama kali ia alami selama 18 tahun hidupnya, mandi biasa saja dia memang selalu lama. Sampai Liam yang menunggu di luar hampir kehilangan kesabaran denganb berkali-kali menggedor pintu"Keya, kalau kelamaan mandinya, aku masuk lho, ya," ancamnya membuat Keya bergidik. Di belakang memang hanya ada satu kamar

  • BUKAN MEMPELAI IMPIAN   Bab 13. Pria menjengkelkan

    Melihat sikap maminya yang seolah lunak, Keya ingin mengurungkan pernikahan itu. Namun, saat melihat mata papinya, hatinya menjadi ciut.Sebelum pulang, Keya mengajak Liam berhenti sebentar di sebuah butik busana muslim yang sering dijadikan langganan oleh mamanya jika ada acara-acara keagamaan, termasuk saat lebaran dan harus memakai busana muslim. Setahu Keya, di butik ini juga menjual baju muslim untuk remaja.Keya melangkah masuk dengan menyuruh Liam menunggu di luar. Bagaimanapun Keya mengerti jika Liam ikut masuk, dia akan merasa tidak enak hati kalau tidak membayar pembelian Keya. Sedangkan kalau mau, pakai uang apa coba? Gajinya yang mengajar di sekolah desa itu bahkan dua bulan pun tak yakin bisa membayar baju yang akan dibeli Keya. Dia memang ingin membeli baju yang berkualitas agar tidak kepanasan kalau memakainya nanti. Bagaimanapun juga dia belum terbiasa memakai baju yang tertutup. Tentunya kalau tak benar-benar memilih bahan yang berkualitas, akan terasa gerah. Hanya ka

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status