Beranda / Romansa / BUKAN MEMPELAI IMPIAN / Bab 40 Kamu benci polisi, aku masuk AKPOL

Share

Bab 40 Kamu benci polisi, aku masuk AKPOL

Penulis: HaniHadi_LTF
last update Terakhir Diperbarui: 2025-06-02 11:37:10

Nabil terdiam sejenak. Ada gumpalan di tenggorokannya yang ingin meledak, tapi ia tahan. Ia menunduk, lalu menjawab pelan, "Ba, jangan marah Aku ingin bivara baik-baik."

"Bicara apa kamu baru saja?""

Nabil menatap ayahnya dengan sorot mata yang berbeda, seolah dia telah tau apa yang akan dia katakan akan membuat abanya naik pitam. "Ba, aku mau keluar dari ITS. Aku ingin masuk Akpol."

Suasana seketika membeku. Ummi menutup mulutnya dengan tangan. Sementara H. Darman menatap anaknya seperti baru melihat hantu.

"APA?" suara H. Darman membelah ruang tamu. "Kamu ngomong apa barusan?!"

"Aku serius, Ba. Aku ingin jadi polisi. Dulu, aku selalu ingin cita-cita itu kan waktu kecil? Sekarang aku ingin benar-benar mewujudkannya."

"Dan kamu pikir Aba main-main dengan memotong mimpimu itu sejak kecil?"

"Ba,."

"Lebih baik kamu nyupir komben saja sama kayak masmu daripada jadi polisi."

"Segitunya Aba tidak menyukai seorang polisi!"

"Kamu pikir, ada polisi yang benar di Indonesia ini?"

"Itu hanya seb
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • BUKAN MEMPELAI IMPIAN   Bab 71. Bingung

    "Terimakasih, Mbak,"ucap Hanafi pada suster itu.Nabil masih tak sanggup berkata-kata. Dia hanya mengatupkan kedua tangannya. Bayi dengan hidung sedang seperti hiungnya dan terlihat cantik itu tergambar jelas di matanya.Suster mengangguk. Lalu mengembalikan bayi Keya ke boxnya. Bayi itu terlihat tidur kembali. Nabil melangkah keluar dirangkul Hanafi. Berbagai perasaan hancur lebur dalam hatinya. Inginnya dia berhenti di sana dan menatap Keya seperti yang sering dia lakukan beberapa bulan lalu sebelum dirinya masuk AKPOL. Namun dia menyadari betapa Liam teramat mencintai Keya. Kenyataan itu yang sekarang seolah membuatnya terpuruk."Keya dan putriku pasti bahagia bersama Kak Liam," bathinnya pilu. "Aku sudah mundur dari ITS. Aku tak mungkin kembali mundur dari AKPOL. Jika jkali ini aku mundur, unia akan mengecap aku sebagai orang yang tak punya pendirian.""Yakin ke Semarang?" tanya Hanafi tak bermaksud mempengaruhi adiknya dengan perkataan apapun.Nabil mengangguk.Mobil pun mela

  • BUKAN MEMPELAI IMPIAN   Bab 70. Jangan pergi!

    Di luar, Liam berdiri kaku. Neina menatapnya tak percaya."Kau gila? Kau biarkan dia bersama istrimu?"Liam menghela napas panjang. "Keya lebih butuh hidup daripada aku butuh cemburu."Neina terdiam. Pandangannya kembali ke ruang ICU. Dalam keheningan itu, bunyi mesin jantung bergulir stabil... lalu tiba-tiba—Tangan Keya bergerak pelan."Keke...?" Nabil menegakkan tubuhnya.Kelopak mata Keya bergetar, lalu terbuka perlahan. Pandangannya samar, tapi satu kata lirih keluar dari bibirnya:"Nabil...?" Keya tersenyum membalas tatapan Nabil. Kerinduannya yang begitu lama dipendamnya, kini telah terobati."Ke, akhirnya kamu bangun." Dengan wajah berbinar, Nabil menatap wajah lelah di depannya. "Terimakasih, ya Allah, Engkau telah kembalikan Keke-,ku!"Nabil segera memencet tombol untuk memberi isyarat pada dokter.Pintu ICU terbuka. Seorang perawat masuk terburu-buru."Dokter! Pasien sadar!"Namun di detik berikutnya, alarm mesin berbunyi kencang. Tiba-tiba monitor jantung menunjukkan irama

  • BUKAN MEMPELAI IMPIAN   Bab 69. Ini aku,...bukalah matamu, Ke!

    "Sudah dapat, Dok! Darahnya sudah kami temukan!" suara Chandra terdengar nyaring saat ia dan Liam masuk terburu-buru ke ruang operasi.Dokter menoleh cepat. "Golongan darah Keya memang langka. Bagus sekali kalian bisa mendapatkannya."Chandra mengangguk sambil terengah. "Ada seorang relawan yang baru saja datang. Sungguh keberuntungan."Liam menunduk, matanya merah. "Saya... saya sudah cari ke seluruh PMI. Untung Papi bertemu dia. Mudah-mufahan ini pertanda kalau Allah masih menyelamatkan Keya.""Insyaallah, Pak. Kita berdo'a saja.Beberapa menit kemudian, seorang perawat mendorong ranjang Keya perlahan keluar dari ruang operasi. Dokter berjalan mendampingi sambil membuka masker."Bu Keya stabil, tapi maaf, dia belum sadar. Kami akan memindahkannya ke ICU."Langkah Liam goyah. Ia terduduk di kursi, wajah tertunduk dengan bahu terguncang. Chandra diam, lalu menepuk pundaknya pelan.Seorang suster datang dari ruang bayi. "Keluarga Bu Keya, tolong, siapa yang mau mengazhani putrinya."Se

  • BUKAN MEMPELAI IMPIAN   Bab 68. Merasa bersalah

    "Aba, saya tinggal ke dalam dulu ya?" tanya Liam dengan nada pelan, matanya tak lepas dari wajah H Darman.H Darman mengangguk pelan, diikuti anggukan lembut dari Aisyah. "Iya, Nak. Temani istrimu. Kami tunggu di sini."Langkah Liam ringan namun terburu. Ia kembali ke dalam ruang perawatan, mendapati Keya berbaring lemah dengan infus yang menusuk punggung tangannya. Raut wajahnya pucat, namun tetap tampak tenang. Meski matanya menatap ke arah jendela, Liam tahu pikirannya tak sepenuhnya di sana."Kamu benar nggak sakit?" tanya Liam, mencoba menyamarkan nada panik dalam suaranya. Ia duduk di kursi di sebelah ranjang, tangan kanannya menggenggam tangan Keya yang terasa dingin.Keya menoleh sedikit. "Bener. Cuma agak pegal saja."Liam tersenyum canggung, namun matanya tak bisa menyembunyikan kekhawatiran. "Aku yang salah waktu itu... soal memaksamu itu...aku minta maaf,"Keya menarik tangannya perlahan, cukup halus untuk tidak menolak, tapi cukup jelas untuk memberi jarak."Kita jangan b

  • BUKAN MEMPELAI IMPIAN   Bab 67. Luruh

    "Aku mandi dulu, kotor dari sawah," kata H Darman sambil melirik sekilas ke arah Keya.Tanpa menunggu jawaban, dia langsung melangkah masuk ke dalam rumah. "Terima kasih ya Allah... Kau telah melunakkan hati suamiku," bisik Aisyah lirih, nyaris seperti doa yang lepas begitu saja dari bibirnya. Air mata menetes tanpa bisa dicegah. Diam-diam ia teringat pada bisikan Santi tadi pagi."Aba pasti akan menerima Keya, apalagi kalau cucunya perempuan," ujar Santi sambil berbisik saat Aisyah resah di dapur tadi.Aisyah menggandeng tangan Keya. "Ayo duduk, Nak," ajaknya.Keya menunduk, tak tahu harus berkata apa. Matanya sembap, wajahnya masih pucat. Aisyah menatapnya lekat-lekat, lalu bertanya dengan suara nyaris bergetar, "Boleh Ummi menyentuh perutmu?"Keya mengangguk pelan.Aisyah menempelkan telapak tangannya ke perut Keya. Ada getaran halus, ada denyut kehidupan di sana. Air matanya jatuh, tidak bisa ditahan. "Maafkan kami ya, Dhuk...," bisiknya dengan suara parau.Keya menghela napas.

  • BUKAN MEMPELAI IMPIAN   Bab 66. Ketuban

    "Selamat pagi, anak-anak! Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh!" seru Keya dengan semangat khasnya saat memulai hari pertama kembali mengajar setelah beberapa bulan cuti karena kehamilan."Selamat pagi Bu Guru! Waalaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh!" jawab anak-anak serempak, penuh keceriaan.Keya tersenyum. Rasa rindu mengalir deras di hatinya saat melihat wajah-wajah kecil yang begitu antusias. Ia kembali berdiri di hadapan kelasnya, setelah sekian lama menepi untuk menanti kelahiran buah hatinya."Karena ini hari pertama kita masuk sekolah, kita santai dulu, ya. Kita jalan-jalan di sekitar lingkungan sekolah, bersama adik-adik dari TK.""Horeeee!" sorak anak-anak, bersorak gembira. Wajah-wajah mereka bersinar cerah di bawah sinar matahari pagi yang hangat.Keya mengangguk pelan, lalu berdiri di depan, memimpin barisan. Di belakangnya, dua puluh anak berbaris dua-dua sesuai arahan, dan di belakang mereka tampak ibu-ibu yang ikut mengantar, termasuk Ibu Aisyah yang terli

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status