Share

Bab 62. Ketakutan

Penulis: HaniHadi_LTF
last update Terakhir Diperbarui: 2025-06-14 12:53:53

"Eh, kamar nomor dua belas, berarti... sini ya?"

Langkah Nabil terhenti di depan pintu kayu bercat coklat muda. Di atasnya tertempel pelat logam kecil bertuliskan angka 12. Sejenak ia menarik napas, lalu memutar kenop pintu perlahan. Kamar itu cukup sederhana. Dua tempat tidur tingkat berada di sisi kanan dan kiri, dilengkapi meja belajar kecil dan satu lemari baja warna abu-abu di tiap sudut.

Koper Nabil ia dorong masuk, lalu matanya mengamati jendela yang terbuka setengah, membiarkan angin masuk dan menggoyang gorden tipis warna cokelat.

"Dingin juga ya udaranya sore gini," gumamnya, lalu menarik kemeja dalam kopernya dan melemparkannya ke kasur bawah yang masih kosong.

Tak lama suara langkah mendekat dari lorong.

"Nabil?"

Nabil menoleh. Seorang cowok jangkung muncul dengan rambut rapi dan seragam kasual resmi yang disarankan panitia. Wajahnya familiar. Senyum Nabil mengembang.

"Edgar?"

Edgar tersenyum canggung. "Iya. Ternyata... kita sekamar?"

Nabil tertawa kecil. "Wah, asik banget
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • BUKAN MEMPELAI IMPIAN   Bab 63. Melalui hari

    "Aku hanya berandai-andai saja," ucap Edgar."Aku nggak tahu ya, Gar. Tapi kalau itu beneran terjadi, mungkin aku bakal sedih... marah... tapi ujung-ujungnya aku percaya, yang bener bakal tetap berdiri. Yang salah... ya tinggal nunggu waktunya jatuh sendiri."Edgar menatap Nabil tajam. "Yuk mandi dulu, sebelum Maghrib."Saat Nabil keluar kamar, Edgar terduduk di ranjang. Nafasnya pendek-pendek. Tangannya gemetar saat menyentuh dada sendiri.Dia harus bilang.Entah bagaimana, entah kapan, tapi kebenaran harus keluar.Kalau tidak... dia akan terus hidup dalam penjara yang dia bangun sendiri."Kita kayak balik ke zaman pesantren, ya? Tapi ini versi semi-militer. Disuruh bangun subuh, disuruh baris, disuruh hormat." Nabil tertawa pelan saat darikamar mandi, dia lalu duduk di atas ranjang atas sambil menggoyangkan kaki.Edgar hanya mengangguk, tangannya sibuk membuka resleting tas. Dari dalam, ia mengeluarkan kaos, handuk, dan botol minum. Semuanya dilipat rapi, nyaris kaku."Tadi kamu du

  • BUKAN MEMPELAI IMPIAN   Bab 62. Ketakutan

    "Eh, kamar nomor dua belas, berarti... sini ya?"Langkah Nabil terhenti di depan pintu kayu bercat coklat muda. Di atasnya tertempel pelat logam kecil bertuliskan angka 12. Sejenak ia menarik napas, lalu memutar kenop pintu perlahan. Kamar itu cukup sederhana. Dua tempat tidur tingkat berada di sisi kanan dan kiri, dilengkapi meja belajar kecil dan satu lemari baja warna abu-abu di tiap sudut.Koper Nabil ia dorong masuk, lalu matanya mengamati jendela yang terbuka setengah, membiarkan angin masuk dan menggoyang gorden tipis warna cokelat."Dingin juga ya udaranya sore gini," gumamnya, lalu menarik kemeja dalam kopernya dan melemparkannya ke kasur bawah yang masih kosong.Tak lama suara langkah mendekat dari lorong."Nabil?"Nabil menoleh. Seorang cowok jangkung muncul dengan rambut rapi dan seragam kasual resmi yang disarankan panitia. Wajahnya familiar. Senyum Nabil mengembang."Edgar?"Edgar tersenyum canggung. "Iya. Ternyata... kita sekamar?"Nabil tertawa kecil. "Wah, asik banget

  • BUKAN MEMPELAI IMPIAN   Bab 61. Salahkah harapanku?

    Sementara itu, di rumah keluarga Nabil, pagi terasa berat. Bu Aisyah duduk di ruang makan, matanya sembab. Ia belum sepenuhnya ikhlas melepas anak lelakinya. Meskipun ia bangga, tetap saja hati seorang ibu sulit menyembunyikan sedih."Nabil benar-benar berangkat hari ini?" guman Bu Aisyah pada suaminya.H Darman menatap istrinya dengan wajah datar. "Dia keras kepala seperti biasa. Sudah kutanya berapa kali, bahkan aku rela mengucurkan uang berapapun agar dia mengurungkan niatnya dan masuk universitas swasta saja, tetap pilih jadi polisi, karena katanya dia sudah mantap dengan pilihan masa kecilnya itu Dan apa yang terjadi katanya itu hanya jalan yang dipilihkan Allah untuknya.""Tapi dia mencintai Keya, Ba. Dia tak mungkin bisa membawa gadis itu ke rumah, kalau benar Liam menikahi Dania," suara Bu Aisyah lirih, nyaris tak terdengar. Matanya memandang bingkai foto Nabil yang masih tergantung di dinding."Memang siapa yang mau bawa gadis itu ke rumah kita? Apa kata tetangga, kata oran

  • BUKAN MEMPELAI IMPIAN   Bab 60. Aku titipkan hatiku padamu

    "Titip jaga dia, Keke. Aku pergi dulu." Ucapan dengan panggilan kesayangan untuknya itu menggantung di kepala Keya. Ia berdiri mematung, masih tak percaya dengan kata-kata Nabil. Ia hanya bisa menatapnya saat lelaki itu membuka kaca helm teropongnya, menampakkan senyum manis yang selama ini menggetarkan hatinya. Lalu, Nabil melajukan motornya menjauh, membelah pagi yang masih berembun.Keya masih terpaku di depan rumah, menatap punggung Nabil yang makin mengecil. Ada rasa sesak di dadanya, semacam kehilangan yang tak bisa ditahan. Ia menggenggam ujung tuniknya erat-erat, warna hijau kering yang sengaja ia kenakan hari ini, warna kesukaan Nabil. Ia tak menyadari ada seseorang yang berdiri di belakangnya.Ketika Keya berbalik, tubuhnya menabrak dada Liam yang bersidekap. Pria itu berdiri tegak, dengan wajah tak bersahabat."Sudah selesai acara perpisahannya?" cibir Liam dengan nada tajam. Keya hanya menatapnya sejenak, tak berani menjawab. Ia melangkah masuk ke rumah, menuju kamarnya.

  • BUKAN MEMPELAI IMPIAN   Bab 59. Punggung yang menjauh

    Pagi itu, Keya keluar dari rumah mengenakan tunik warna hijau kering—warna yang entah kenapa, sejak dulu selalu membuatnya merasa dekat dengan seseorang: Nabil. Tunik itu menggantung longgar, menutupi tubuhnya yang mulai membesar. Ia tak tahu kenapa hari ini ia merasa gugup. Mungkin karena semalam, tidurnya diganggu mimpi yang tak ia mengerti—mimpi tentang perpisahan.Di seberang jalan, di depan warung sawah, Nabil berdiri bersandar pada motornya. Seolah-olah sudah menunggu sejak subuh. Wajahnya mendung, seolah ini adalah perpisahan panjang saat dia harus empat tahun digembleng di AKPOL.Kemeja warna hijau keringnya menyembul di balik jaket kulit hitam favoritnya. Celana jeans gelap membingkai kakinya yang tegap. Tas rangsel hitam yang dikenalnya sejak SMA masih menempel di punggung.Keya mematung. Bahkan sekadar melambaikan tangan pun ia ragu. Ingin bertanya, “Mau ke mana, Nabil?” tapi yang keluar hanya napas yang tak utuh.Agak jauh, Keya melihat Nabil melangkah pelan menghampiri m

  • BUKAN MEMPELAI IMPIAN   Bab 58. Terlanjur

    "Kak, lepaskan aku! Keya mendorong tubuh Liam hinggah lelaki bertubuh tinggi besar yang tak siap itu hampir membentur almari di belakangnya."Kamu pikir aku buta? Kamu pikir aku enggak lihat gimana kamu mandang dia barusan?" suara Liam parau, nadanya tinggi, tapi tak meledak. Ada luka dalam nadanya.Keya mendongak. "Kak, kita ini cuma... kita nikah karena keadaan. Kamu sendiri memiliki Dania.""Jangan kausebur wanita itu di dekatku lagi. Aku mencintaimu. Aku hanya mencintaimu.""Kak, ini tidak benar. Kamu,.""Kamu pikir aku enggak lihat, ya?""Tadi kamu senyum ke dia. Ke Nabil. Masih juga kamu kayak gitu meskipun udah jadi istri orang?"Keya memalingkan wajahnya. Wajahnya letih, tapi tatapannya tegas. "Jangan mulai lagi, Kak Kita ini cuma nikah karena keadaan. Kamu sendiri yang bilang mau bantu nutupin semuanya. Jadi jangan sok jadi pengatur hidupku."Liam menatap Keya lembut, nadanya tak lagi tinggi. "Aku memang bilang gitu. Tapi waktu berjalan, Key. Aku... berubah."Keya menunduk.

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status