Home / Rumah Tangga / BUKAN MENANTU MISKIN / Malaikat tak bersayap

Share

Malaikat tak bersayap

last update Last Updated: 2024-03-16 11:02:08

"Assalamualaikum."

Aku dan Ibu yang masih saling berpelukan dan larut dalam perasaan kami masing-masing, saling tersentak ketika tiba-tiba ada yang mengucap salam.

"Waalaikumsalam." Kami berdua menjawab hampir bersamaan.

Kami seketika menoleh ke arah pintu depan, dan terlihat Mas Lana berdiri di sana, menatap kami dengan pandangan heran.

"Loh, Lana? Kok kamu jam segini sudah pulang, Nak?" Ibu cepat-cepat mengusap wajahnya, mungkin agar putranya tidak menyadari jika dia baru saja menangis.

"Apa yang terjadi, Bu?" Mas Lana masih memperhatikan ibunya, lalu beralih menatapku.

"Ada apa ini, Dek? Mas lihat kalian berdua baru berpelukan, dan Ibu sepertinya menangis?" tanyanya lagi padaku.

"Gak ada apa-apa, Lana," sahut Ibu cepat. "Kamu sudah makan? Ibu sedang sarapan sama Nduk Dara."

Mas Lana terlihat membuang napas, lalu menatap ibunya lagi lebih lekat. Sepertinya dia tak menghiraukan Ibu yang berusaha mengalihkan pembicaraan.

"Para tetangga mengganggu Ibu lagi?"

"Ah, nggak kok, Lana. Ibu tadi cuma ...."

"Jangan bohong, Bu. Benar kan, Dek?" Mas Lana kembali menatapku.

"Ternyata memang setiap hari seperti itu ya, Mas?" Aku balik bertanya padanya.

Tatapan mata pria berjanggut tipis itu membulat sesaat, lalu berubah sendu. "Maaf ya, Dek? Mungkin tidak seharusnya Mas mengajak Adek tinggal di sini. Pasti Adek kaget melihat perlakuan para tetangga pada Ibu. Secara tidak langsung Adek juga terlibat."

"Jadi Mas Lana menyesal menikah denganku?"

Wajah Mas Lana terlihat kaget dengan pertanyaanku, lalu cepat-cepat ingin menjelaskan.

"Bukan. Bukan begitu, Dek. Maksud Mas ...."

"Kalau begitu mulai sekarang percayakan saja Ibu padaku. Tugas Mas Lana itu kerja. Gak usah memikirkan yang lain lagi," jawabku lagi.

Kedua mata Mas Lana membola, terlihat bingung dengan apa yang baru saja aku ucapkan. Ibu mendekat ke arah putranya, lalu merangkul lengannya sembari tersenyum.

"Ibu merasa istrimu ini malaikat tak bersayap yang Allah turunkan untuk menjadi pembela Ibu, Lana ...," ucapnya kemudian.

Mas Lana seketika tersenyum manis, sepertinya sudah mengerti apa yang sebenarnya terjadi.

"Maaf ya, Bu. Sebenarnya hari ini aku ijin pulang karena perasaanku tidak enak," ucapnya kemudian.

"Pasti khawatir kalau Nduk Dara juga ikut diganggu para tetangga, kan?" Ibu tersenyum lagi, dibalas dengan cengiran kuda Mas Lana.

Aku tersentak, lalu membuang muka yang menghangat. Mana mungkin Mas Lana mengkhawatirkan aku? Ah, kenapa ada debaran aneh dalam dada?

"Seharusnya kamu melihat wajah pucat Bu Siti dan Bu Dewi hari ini, Lana. Mereka bahkan sampai tidak bisa berkata-kata waktu Nduk Dara mengomeli mereka," ucap Ibu lagi.

"Masya Allah. Benarkah itu, Dek? Ternyata Adek berani juga, ya?" Mas Lana lagi-lagi tersenyum padaku.

"Aduh, Mas. Mulut pedas mereka itu harus dibalas dengan yang lebih pedas, biar kapok," jawabku, mencoba menyembunyikan debaran di dadaku yang semakin kencang saat melihat senyumannya. Astaga, apa-apaan ini?

"Alhamdulillah, kalau begitu Mas bisa tenang sekarang. Mas bisa berangkat kerja lagi," ucap Mas Lana kemudian.

"Oh iya, Mas. Besok aku mau mengajak Ibu pergi keluar sebentar, ya?" ucapku ketika Mas Lana hendak berpamitan pada Ibu.

"Mau kemana, Dek?" tanya Mas Lana sambil mengerutkan kening.

"Mau beliin Ibu baju buat ke kondangan," jawabku.

"Kondangan?" Kening Mas Lana semakin mengkerut, dia kemudian menatap ke arah Ibu.

"Adikmu, Nikita, Minggu depan akan menikah, Lana," jawab Ibu kemudian.

Mata Mas Lana seketika membulat sesaat ketika mendengar jawaban Ibu.

"Jadi itu sebabnya tadi Ibu menangis? Bu Sarah datang ke sini lagi?" tanyanya kemudian. "Penghinaan apa lagi yang wanita itu ucapkan pada Ibu?"

"Dia hanya menyampaikan pesan dari Papamu, Lana. Papamu ingin kita datang ke pernikahan Nikita," jawab Ibu lagi.

"Jangan datang, Bu. Aku tahu apa yang akan mereka lakukan jika kita datang." Mas Lana seketika berucap tegas.

"Mas Lana ini apa-apaan,sih," sahutku. "Sudah pasti kita harus datang, Mas."

"Kamu tidak tahu siapa mereka, Dek," ucap Mas Lana lagi. "Mas takut mereka akan membuat Ibu dan Adek terluka."

"Justru mereka yang tidak tahu siapa kita sekarang, Mas," sahutku lagi. "Memangnya mau sampai kapan Mas Lana membiarkan nama Ibu jelek terus di mata semua orang? Mau sampai kapan membiarkan mereka terus-terusan menginjak harga diri kalian?"

"Masalahnya bukan itu, Dek."

"Ibu tidak bersalah, tapi semua orang selalu menghakimi Ibu setiap hari. Apa Mas Lana tidak ingin membersihkan nama Ibu?"

Mas Lana terlihat terdiam mendengar ucapanku. Ibu juga terlihat menunduk, mungkin karena nada bicaraku terlalu tinggi.

"Dengar, Mas. Aku sudah menjadi bagian dari keluarga ini. Jadi mulai sekarang, tidak ada yang boleh merendahkan kalian lagi, terutama Ibu," ucapku lagi menegaskan.

"Ya Allah, Nduk ...." Air mata Ibu tiba-tiba terlihat berlinang, menganak sungai membasahi kedua pipinya. "Entah doa Ibu yang mana yang Allah kabulkan, sehingga mengirimmu untuk menjadi mantu Ibu ...."

Aku mendekat ke arah Ibu, lalu memegang kedua pundaknya. Aku yang selama ini selalu merasa paling menderita, nyatanya tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan penderitaan wanita di depanku itu. Bagaimana mungkin selama ini aku selalu berharap ingin m4ti, sementara ada orang yang harus berjuang begitu berat untuk bertahan hidup? Ampuni aku ya, Allah.

"Ibu tidak boleh menangis lagi mulai sekarang," ucapku seraya mengusap air mata Ibu dengan ujung jari, lalu mendekapnya dalam pelukan. Ibu kembali tersedu.

"Maafkan Mas, Dek. Mas tidak pantas disebut laki-laki," ucap Mas Lana kemudian.

Aku menarik napas panjang. Aku sangat mengerti posisi mereka saat ini, di mana orang yang mereka hadapi mungkin tidak sebanding dengan mereka. Mereka selama ini memilih diam, karena mungkin Mas Lana juga tidak ingin membuat ibunya semakin terluka. Seperti kebanyakan orang Jawa yang tak suka dengan keributan.

Setelah Mas Lana berangkat kembali kerja, aku segera menuju ke kamarku. Kuambil ponsel yang ada di sudut tempat tidur, lalu mengetik pesan untuk Papa.

[ Pa, bisakah kita bertemu sebentar saja? ]

Terkirim. Aku sengaja hanya mengirim pesan karena takut Papa tengah sibuk. Setelah beberapa lama menunggu, akhirnya ponselku berdering. Papa langsung menelpon, artinya dia tidak sedang sibuk.

"Halo, Dara? Kamu baik-baik saja kan, Nak?" Terdengar suara Papa dari seberang telepon. "Apa yang terjadi?"

"Dara baik-baik saja, Pa," jawabku. "Aku hanya ingin minta sedikit bantuan dari Papa."

"Bantuan apa, Nak?"

Aku terdiam sebentar, sebelum akhirnya menjawab.

"Tolong bantu carikan informasi tentang orang yang bernama Firman Sadewa, juga keluarga yang akan menjadi besan mereka."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • BUKAN MENANTU MISKIN   Akhir ( END )

    Mereka semua benar-benar terkejut, karena ternyata yang berdiri di depan mereka rupanya adalah Pak Firman. Penampilannya telah berubah 180 derajat dari sebelumnya. Dia tampak lebih kurus, dengan setelah baju koko yang dia kenakan."Aisyah ...." Kata pertama yang keluar dari bibirnya, diiringi oleh kedua matanya yang berkaca. Tampak sekali dia merindukan sosok mantan istrinya itu."Ya Allah, Mas. Mas Firman menghilang begitu saja, dan ternyata ... di sini?" ucap Bu Aisyah, belum mampu mengungkapkan perasaannya ketika akhirnya bertemu kembali dengan sang mantan suami.Pak Firman tak langsung menjawab. Dia menatap satu-persatu orang-orang yang amat dia kenal itu. Wajah mereka masih diliputi perasaan kaget, juga penuh tanda tanya. Kemudian pandangannya kembali jatuh pada mantan istrinya itu."Alhamdulillah, aku menemukan kedamaian di tempat ini, Aisyah," jawab Pak Firman kemudian seraya tersenyum simpul."Masyaa Allah, Mas." Bu Aisyah tak bisa menahan rasa haru, melihat Pak Firman yang se

  • BUKAN MENANTU MISKIN   Pada akhirnya

    "Astaghfirullah, apa yang terjadi?" Dara ikut khawatir melihat keadaan Bu Sarah."Suster! Tolong, Suster!" Lana akhirnya memanggil Suster dengan panik.Tak berapa lama kemudian, beberapa orang petugas rumah sakit akhirnya datang, dan langsung melakukan pertolongan pada Bu Sarah."Ya Allah, semoga semuanya baik-baik saja," ucap Bu Aisyah kemudian."Pasti berat bagi Bu Sarah melihat kondisi putrinya seperti itu," ucap Lana seraya mengelus pundak ibunya. "Apalagi secara tidak langsung, Bu Sarah sudah memaksakan jalan yang salah pada Nikita.""Semoga setelah ini Mbak Sarah menyadari semua kesalahannya," ucap Bu Aisyah lagi, turut membayangkan apa yang Bu Sarah rasakan."Mereka terlalu menganggap enteng keluarga Heryawan," sahut Bu Laila. "Dan rupanya mereka memang dalang di balik apa yang dialami Dara tiga tahun yang lalu. Tidak bisa dimaafkan!"Dara hanya bisa terdiam. Memang semua yang telah terjadi tidak bisa dikembalikan lagi. Namun setidaknya, Rafka sudah dengan berani membongkar kej

  • BUKAN MENANTU MISKIN   Pengorbanan

    "Siapa, Dek?" tanya Lana ketika melihat ekspresi wajah istrinya yang begitu kaget."Ini ... Rafka, Mas," jawab Dara dengan suara bergetar."Rafka?" Bu Sarah seketika menyahut dalam tangisnya. "Dia pasti tahu sesuatu! Tapi dia tidak mau mengatakannya padaku! Dia pasti bersekongkol dengan Papanya!""Tenanglah, Mbak. Nikita pasti baik-baik saja," ucap Bu Aisyah, berusaha menenangkan Bu Sarah yang dari tadi histeris."Aku tidak bisa tenang, Aisyah. Tolong, aku tidak tahu harus minta tolong pada siapa lagi." Badan Bu Aisyah ambruk, dia duduk berlutut dengan kedua tangan menangkup di dada."Jangan seperti ini, Mbak. Kita akan berusaha membantu." Bu Aisyah membantu Bu Sarah berdiri.Dara seketika mengetik balasan pada Rafka, memintanya untuk memberitahunya di mana lokasinya saat ini."Ayo, Mas, kita pergi sekarang juga," ucap Dara kemudian pada Lana."Ibu ikut ya, Nduk?" sahut Bu Aisyah."Jangan, Bu. Ibu di rumah saja bersama Bu Sarah. Tunggu saja kalau kami sudah mendapatkan kabar baik," ja

  • BUKAN MENANTU MISKIN   Lancang

    "Minumlah, Nduk."Bu Aisyah mengulurkan secangkir teh hangat untuk Dara. Sejak bertemu dengan dengan Rafka dan Nikita di rumah sakit, menantunya itu lebih banyak diam, tidak seperti biasanya. Semua itu membuatnya cemas saja."Terima kasih, Bu." Dara menerima cangkir teh itu, lalu menyeruputnya. Rasa hangat seketika mengalir ke arah tenggorokannya."Nduk Dara baik-baik saja, kan?" tanya Bu Aisyah lagi, seraya menatap menantunya itu dengan tatapan sedih."Aku baik-baik saja, Bu," jawab Dara seraya mencoba tersenyum.Memang dia tak bisa berbohong, jika hatinya tengah kalut, mungkin juga terlalu sakit hati. Bahkan mungkin dia seharusnya merutuki kebo--dohannya sendiri. Dulu dia terlalu naif, menjalin hubungan dengan pria yang jelas-jelas berasal dari keluarga yang menjadi musuh besar keluarganya. Berharap jika suatu saat mereka bisa menyatukan kedua keluarga itu."Dek ...." Lana memegang pundak Dara, membuyarkannya dari lamunan. "Apa tidak sebaiknya kita bicara pada Mama dan Papa mengenai

  • BUKAN MENANTU MISKIN   Para Penjahat

    "Katakan padaku, Rafka!" Dara mengulangi ucapannya.Rafka menatap ke arah Dara. Bibirnya bergetar, seperti ingin mengatakan sesuatu, tapi dia tidak punya keberanian. Dia kemudian menepis tangan Dara, kemudian membuang muka."Aku tidak tahu apapun!" ucapnya kemudian."Kejadian tiga tahun yang lalu?" Lana ikut menatap Rafka tajam. "Apa benar semua itu ulah keluarga Heriyawan?""Jangan ikut campur kamu, Lana! Sudah kubilang aku tidak tahu apapun!" jawab Rafka lagi."Sudah pasti saya harus ikut campur! Dara istri saya, dan apa yang terjadi padanya adalah tanggung jawab saya juga," sahut Lana kemudian."Keluargaku tidak ada kaitannya dengan kejadian apapun! Harus berapa kali aku menjelaskan?" Rafka tetap menyangkal.Dara menggertakkan rahang. Dia tahu Rafka berbohong. Dia pasti menyembunyikan sesuatu. Dara ingat dengan benar, malam itu Rafka yang sedang punya janji dengannya, dan dia tidak datang tanpa alasan. Tanpa kabar. Dara yang berusaha melupakan kejadian mengerikan itu, kini mulai in

  • BUKAN MENANTU MISKIN   Iman

    "Astaghfirullah, Bu. Jangan seperti ini," ucap Lana kemudian sambil membantu Hajah Saidah berdiri."Saya tidak tahu lagi apa yang harus saya lakukan pada Syifa, Lana. Tolong, Lana. Cuma kamu yang bisa menolong anak saya," ucap Hajah Saidah lagi."Istighfar, Bu Hajah. Pasti ada jalan keluar yang lebih baik. Serahkan sepenuhnya pada Allah, Bu," sahut Bu Aisyah, turut merasa sedih melihat Hajah Binti.Hajah Saidah tidak mempedulikan ucapan Bu Aisyah. Dia justru beralih menatap ke arah Dara."Saya tahu kamu adalah istrinya Lana, tapi kamu juga perempuan. Anak saya sudah mencintai Lana lebih dulu. Jadi tidak bisakah kamu membagi cinta Lana dengan putri saya?" ucapnya, yang langsung membuat Dara membulatkan mata."Astaghfirullah, Bu. Tolong jangan mengajukan permintaan yang tidak mungkin pada istri saya," sahut Lana. "Saya akan bicara dengan Syifa. Saya akan menjelaskan semuanya, agar dia bisa segera melupakan perasaannya pada saya.""Itu benar, Bu Hajah." Bu Aisyah menimpali. "Pasti Syifa

  • BUKAN MENANTU MISKIN   Rahasia

    "Apa yang kamu lakukan di sini, Niki?!"Nikita seketika menoleh, dan mendapati Rafka sudah berdiri di sana dengan wajah gusar. Dia cepat-cepat menarik tangan Nikita keluar ruangan, mematikan lampu ruangan itu, lalu menutupnya kembali dengan rapat. Setelah itu, dia kembali menatap tajam ke arah istrinya itu."Kamu tidak mendapat peringatan dari Bik Rubi?" ucap Rafka kemudian."M-maaf ... Mas. Aku ... aku tadi cuma ...." Tubuh Nikita belum berhenti gemetar. Dia sungguh-sungguh ketakutan melihat apa yang ada dalam ruangan tadi.Rafka kembali menarik tangan Nikita dengan kasar, membawanya kembali masuk ke dalam kamarnya."Dengar ya, Niki! Kalau kamu masih mau bernapas besok, lebih baik diam dan bersikap tidak tahu apa-apa di rumah ini! Apalagi nanti ketika Mamamu ikut tinggal di sini! Pastikan kalian berdua tidak sedikitpun membuat keributan!" ucap Rafka lagi.Nikita mengangguk pelan, masih berusaha untuk menghilangkan rasa ketakutannya. Rafka kemudian membanting pintu, membiarkan dia sen

  • BUKAN MENANTU MISKIN   Terungkap

    "Mama!" Nikita terus menggoncang tubuh Mamanya yang tak juga sadarkan diri."Astaghfirullah, Bu Sarah baik-baik saja?" Bu Aisyah ikut berdiri, lalu mendekat ke arah mereka.Begitu pun dengan Dara dan Lana, ikut khawatir juga melihat Bu Sarah sampai pingsan seperti itu."Jangan mendekat kalian!" Teriak Nikita sambil menatap mereka tajam. "Ini pasti rencana kalian, kan? Kalian sengaja mau membuat kami malu! Sengaja menghasut Papa untuk membuat kami kehilangan semuanya!""Jangan bicara sembarangan, Niki," jawab Lana. "Kami semua benar-benar tidak tahu apa-apa tentang hal ini.""Bohong kalian! Sekarang kalian sudah puas, kan? Pergi dari tempat ini sekarang juga!" teriak Nikita lagi."Maaf, Nona Nikita," sahut Pak Notaris. "Tapi perusahaan ini sekarang susah sepenuhnya jadi milik Pak Lana. Jadi yang seharusnya meninggalkan tempat ini adalah Nona Nikita dan Bu Sarah."Wajah Nikita seketika merah padam mendengar ucapan Notaris itu. Dia kemudian mengambil ponselnya, lalu menghubungi Rafka sua

  • BUKAN MENANTU MISKIN   Wasiat

    "Sekarang katakan, di mana suami saya, Aisyah!" ucap Bu Sarah lagi."Dia tidak ada di sini, Bu! Lagipula Bu Sarah kan istrinya. Masa suaminya pergi ke mana tidak tahu, sih?" jawab Dara."Sudah jelas dia datang ke sini beberapa hari yang lalu, kan? Pasti kamu menghasutnya untuk kembali padamu kan, Aisyah!""Astaghfirullah, Bu. Istighfar," sahut Bu Aisyah. "Kalau saya mau melakukan hal itu, pasti sudah sejak dulu saya lakukan.""Halah, kamu tidak pernah berubah, Aisyah! Tetap sok suci seperti dulu!" Bu Sarah semakin menggebu-gebu."Sudahlah, Bu Sarah. Kami sudah bilang Pak Firman tidak ada di sini. Sebaiknya Bu Sarah pulang saja. Jangan membuat keributan di rumah kami," ucap Dara kemudian."Punya hak apa kamu mengusir saya? Dengar, ya? Kalau bukan karena kebaikan hati saya, rumah ini tidak akan pernah menjadi milik kalian!" Bu Sarah menunjuk ke arah Dara."Rumah ini adalah hak Mas Lana sebagai pewaris sah keluarga Sadewa. Jadi Bu Sarah juga tidak punya hak untuk mengungkit masalah itu l

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status