Share

Masa lalu

"Astaghfirullah, Mbak. Tolong jangan mengatakan hal yang tidak benar di depan menantu saya," jawab ibu ketika mendengar ucapan Bu Sarah.

"Mas Firman memang hanya menikahi saya secara siri, tapi kami menikah lebih dulu dibandingkan dengan kalian," lanjut Ibu lagi. "Lagipula bukannya saya sudah dengan ikhlas meminta talak darinya, meskipun saat itu saya sedang hamil? Kenapa ucapan Mbak Sarah masih seperti itu?"

"Halah, sok suci kamu, Aisyah. Di mana-mana yang namanya istri siri itu ya pelakor!" sahut Bu Sarah lagi.

"Ilmu dari mana itu, Bu?" Aku akhirnya menyahut. "Pernikahan siri tetap sah di mata agama."

"Kamu masih ingusan, gak usah ikut-ikutan!" Bu Sarah menatapku sengit. "Saya dan Mas Firman sudah lebih dulu dijodohkan. Jadi tetap saja si Aisyah ini pelakor. Sudah cerai pun masih mengemis uang untuk biaya melahirkan. Kamu gak tahu itu, kan?"

"Mbak, saya sudah berjanji akan menggantinya, dan melunasinya secepatnya," jawab Ibu lagi. "Jadi tolong, jangan bicara lagi tentang masalah kita di depan menantu saya."

Bu Sarah terlihat mendecih. Dengan angkuhnya dia kembali menatap Ibu.

"Minggu depan anak saya Nikita akan menikah," ucapnya kemudian. "Pastikan kamu dan Lana akan datang, Aisyah. Ini permintaan Mas Firman."

Ibu terlihat terdiam cukup lama, dan setengah menunduk.

"Tapi, Mbak, saya merasa tidak pantas untuk datang," jawab Ibu kemudian.

"Kenapa? Malu?" Bu Sarah tampak tersenyum mengejek. "Sebenarnya kalau bukan Mas Firman yang minta, saya juga tidak sudi mengundang kalian. Tapi apa boleh buat, kami juga tidak mungkin menyembunyikan aib keluarga di depan calon besan selamanya."

Aku ingin membuka mulut lagi, ingin membalas ucapan Bu Sarah yang benar-benar keterlaluan itu. Tapi Ibu memegang tanganku erat, menatapku sedih dan menggeleng pelan. Memintaku untuk tidak melawan wanita itu lagi.

"Jangan khawatir, Aisyah. Saya tahu apa yang kamu pikirkan." Bu Sarah mengulurkan tas besar yang dia bawa tadi pada Ibu. "Ini ada baju bekas yang masih layak pakai. Pakai saja ini untuk datang. Jadi kamu tidak perlu susah-susah memikirkan jika penampilanmu akan memalukan."

Aku benar-benar tidak tahan lagi dengan penghinaan itu. Jadi meskipun Ibu masih memintaku untuk tak membalas, aku mengabaikannya.

"Tidak perlu, Bu. Bawa kembali. Kalau hanya baju, saya mampu membelikan untuk ibu mertua saya!" ucapku kemudian.

"Wah, sombong juga menantumu ini, Aisyah. Baguslah kalau begitu. Saya tunggu kedatangan kalian," jawab Bu Sarah lagi sambil melenggang pergi.

Aku masih berdiri di tempatku bersama Ibu, sampai suara mobil wanita itu terdengar pergi meninggalkan rumah kami. Setelahnya, aku membuang napas kesal, merasa belum puas membalas ucapan Bu Sarah tadi.

"Maafkan Ibu ya, Nduk," ucap Ibu sambil menatapku sendu. "Baru sehari kamu tinggal di rumah Ibu, tapi sudah terlibat banyak sekali masalah."

Aku menarik napas panjang, lalu membalas tatapan ibu mertuaku itu.

"Bu, kenapa Ibu selalu mengalah jika dihina orang? Dengan para tetangga juga. Kalau Ibu tetap mengalah seperti itu, mereka jadi makin suka menginjak-injak Ibu. Padahal Ibu tidak melakukan kesalahan apapun," ucapku kemudian padanya.

"Menjelaskan pun percuma, Nduk. Bagi mereka, ucapan orang seperti Ibu ini hanya angin belaka," jawab Ibu.

"Orang seperti Ibu?" Aku menutup kedua mataku, miris.

Apakah benar di dunia ini hanya orang kaya saja yang dihargai? Apakah selamanya orang miskin hanya akan dipandang sebelah mata saja? Aku sempat menyesal karena terlahir kaya, hal yang membuatku kehilangan sesuatu yang paling berarti dalam hidupku. Tapi kali ini, aku seketika sadar akan aku gunakan untuk apa semua kekayaan yang aku miliki.

"Berapa jumlah utang Ibu pada Bu Sarah?" tanyaku kemudian, kembali menatap Ibu dengan pandangan serius.

Ibu terlihat sedikit terkejut mendengar ucapanku, tak langsung menjawab. Aku segera sadar jika pertanyaanku sedikit sensitif, jadi segera kuraih kedua tangan ibu mertuaku itu, menggenggamnya erat.

"Sekarang aku ini adalah mantu Ibu, artinya anak Ibu juga. Jadi semua masalah Ibu sudah menjadi tanggung jawabku," ucapku kemudian meyakinkan. "Ceritakan semuanya padaku, Bu."

"Tapi, Nduk, Ibu gak mau merepotkan kamu. Ibu juga malu kamu jadi tahu tentang masalah ini," jawab Ibu dengan wajah seperti menahan tangis.

"Ibu percaya padaku, kan?" Aku menatap Ibu lebih lekat.

Ibu membalas tatapanku, lalu mengangguk pelan. Akhirnya dia mau menceritakan semuanya. Rupanya dulunya Ibu bekerja sebagai asisten rumah tangga di rumah keluarga Pak Firman. Saat itu mereka masih sama-sama lajang. Entah bagaimana awalnya mereka saling jatuh cinta. Tapi tentu saja, hubungan mereka berdua ditentang keras oleh orang tua Pak Firman. Alasannya klasik, karena kasta mereka berbeda.

Saat mengetahui hubungan itu, keluarga Pak Firman akhirnya memecat Ibu, dan menjodohkan Pak Firman dengan Bu Sarah. Namun Pak Firman diam-diam menikahi Ibu, dan membelikan Ibu rumah untuk ditinggali. Bagaimanapun, hubungan keduanya akhirnya ketahuan juga. Pak Firman akhirnya menjatuhkan talak pada Ibu saat sedang mengandung Mas Lana.

"Saat itu Ibu sudah tidak punya apa-apa lagi untuk biaya melahirkan. Jadi Ibu terpaksa meminta bantuan pada mereka, dengan syarat akan mengembalikan semuanya, termasuk rumah yang Mas Firman belikan untuk Ibu. Jadi sampai sekarang kami belum sanggup melunasi." Ibu terisak di akhir ceritanya.

Aku menarik napas panjang, lalu merangkul wanita berjilbab lusuh di depanku itu. Sungguh kehidupan yang tidak adil untuk Ibu. Ibu hanya korban, namun harus menerima tuduhan dan penghinaan. Malang sekali nasibmu, Bu.

"Kita tidak perlu datang, Nduk. Ibu tahu mereka mengundang kita hanya untuk mempermalukan kita. Ibu gak mau kamu dan Lana malu gara-gara ibu," ucap Ibu lagi, sambil terus terisak.

"Tidak, Bu. Kita harus datang. Justru ini kesempatan bagus untuk membersihkan nama ibu di depan orang-orang sombong itu," jawabku.

"Tapi, Nduk ...."

"Ibu tenang saja. Serahkan semuanya padaku." Aku meyakinkan Ibu lagi.

Benar, akan kubuat orang-orang itu menyesal karena sudah membuat wanita berhati malaikat seperti Ibu menderita. Akan aku pastikan itu!

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status