Share

DANTENG PAPA!

"Pulang nanti dijemput siapa?" tanyanya, dengan senyuman di bibir mengandung arti.

Shelin mundur, agar tangan Wira tidak bisa menyentuh dirinya.

"Saya pulang sendiri," jawab Shelin tidak mau menentang tatapan mata pria tersebut. Sementara Sheila menarik tangan ibunya agar segera pergi meninggalkan tempat itu karena tidak suka dengan laki-laki yang bicara dengan ibunya.

Namun, karena tidak ingin dianggap kurang ajar tidak mau menanggapi pembicaraan, Shelin terpaksa menahan diri untuk merasa tidak suka pada pria di hadapannya.

"Sama aku saja, ya? Aku antarin," tawar Wira, sambil mengedipkan sebelah matanya pada Shelin hingga Shelin makin merasa tidak nyaman.

"Enggak, makasih, saya-"

"Pakai aku saja, jangan pake saya, terasa kurang greget gitu, ya?" potong Wira cepat dan Shelin terpaksa mengangguk mendengar permintaan itu.

"Terimakasih untuk tawarannya, tapi aku dan anakku pulang sendiri aja, karena rumah kami tidak begitu jauh."

Wajah Wira terlihat terkejut mendengar kata rumah tidak jauh yang diucapkan oleh Shelin.

"Rumah kalian dekat? Di mana?" tanyanya, dengan wajah semringah.

Untuk sesaat, Shelin merasa salah sudah mengatakan bahwa rumahnya dekat, seharusnya agar pria itu tidak mengganggu, tidak perlu mengatakan masalah itu jika tidak ingin dibuntuti oleh pria yang sepertinya tidak begitu sopan tersebut.

Namun, apa mau dikata, sudah terlanjur, Shelin tidak bisa lagi menarik kembali ucapannya.

"Di gang sebelah, maaf, aku pamit dulu, tidak enak hari pertama kerja enggak langsung bekerja."

Shelin berusaha untuk mengakhiri percakapan, karena ia tidak mau membuat masalah di hari pertama ia bekerja dengan meladeni pria tersebut.

Wira tersenyum penuh arti mendengar apa yang diucapkan oleh perempuan yang memiliki satu anak itu. Di matanya, Shelin sangat menarik itu sebabnya ia merasa tertarik.

Tertarik pada pandangan pertama meskipun wanita itu adalah janda satu anak.

"Tidak masalah, Ibu Ani sangat percaya padaku jadi kau tidak perlu khawatir, aku bisa membuat kamu menjadi karyawan kesayangan kalau kamu mau mendengarkan apa kataku."

"Maksudnya?" tanya Shelin tidak paham dengan kata patuh padaku yang diucapkan oleh Wira.

"Ya, kamu patuh, kalau enggak patuh, kamu akan menemukan masalah."

Wira mencoba menjelaskan, meskipun sedikit tergagap.

"Patuh sama kamu? Ya, kalau sama senior, kan emang seharusnya begitu, patuh dengan arahan senior?"

Shelin mencoba untuk membuat situasi jadi positif meskipun sebenarnya aura negatif sudah ia rasakan sejak tadi.

"Iya begitu, karena aku ini senior kamu jadi kamu harus patuh padaku, ohya, kamu panggil aku, Mas Wira ya? Biar enak kedengarannya?"

Wajah Wira semakin memuakkan di mata Shelin, hingga Shelin benar-benar tidak tahan lagi berinteraksi dengan pria tersebut.

Tidak tahan untuk meninggalkan saja.

"Baiklah, kalau begitu, aku pergi dulu, Mas Wira, enggak enak sama Ibu Ani!"

Bibir Wira mengukir senyum ketika mendengar Shelin menurut memanggilnya dengan sebutan Mas.

Rasanya, ia berubah menjadi pria tertampan di mata siapa saja karena hal itu. Dua tangannya terbentang untuk merangkul, akan tetapi Wira gagal merangkul karena dengan cepat Shelin pergi dari tempatnya sambil menggandeng tangan sang anak.

Wira menatapi Shelin yang sudah pergi menjauh darinya. Sampai akhirnya, Bu Ani menemukan dirinya yang tersenyum-senyum sendiri sambil menatap Shelin.

"Ngapain kamu? Suka sama dia?" tanyanya, dan Wira terkejut karena si bos sudah berdiri di sampingnya.

"Tidak papa kan, Bu. Dia seleranya saya, cantik, body-nya bagus, ya masa saya mau sendiri terus, usaha dikit kan boleh...."

Wira cengengesan sambil mengatakan itu semua.

"Hak kamu, tapi awas jangan sampai karena suka kamu jadi melindungi dia saat melakukan kesalahan!"

Bu Ani bicara demikian dan Wira hanya berjanji bahwa itu semua tidak akan pernah terjadi.

"Asal izinkan saya mengejar dia, saya akan pastikan dia bekerja di sini dengan baik!"

Pria itu berjanji di hadapan Ibu Ani yang langsung ditanggapi Ibu Ani, bahwa dirinya memang harus membuat Shelin bisa bekerja dengan baik.

"Aku sebenarnya tidak yakin dia itu bisa kerja, wajahnya kurang meyakinkan, tapi kamu tau sendiri sekarang pekerjaan sedang banyak sementara yang lain selalu suka bermalas-malasan. Pusing aku! Jadi, buat dia agar dia bisa bekerja dengan baik di sini, jangan sebaliknya!"

"Siap, Bu! Saya akan membuat dia bisa bekerja dengan baik! Ibu jangan khawatir! Serahkan saja pada saya!"

Ibu Ani hanya mengangguk mendengar janji Wira, lalu perempuan itu melangkah meninggalkan Wira yang sangat senang karena merasa didukung oleh si bos.

Sebentar lagi, situasi menjomblonya akan segera musnah, begitu pikirnya. Sambil bersiul, pria itu meninggalkan tempat di mana ia sejak tadi berdiri, di dalam otaknya sudah terancang bagaimana nanti ia mencoba menarik perhatian Shelin sampai wanita itu nanti ia dapatkan!

Langkah pertama yang dilakukan Wira adalah menarik perhatian Sheila anak Shelin. Saat itu, Shelin meminta sang anak agar duduk di kursi ketika ia sendiri sibuk memotong sayuran yang akan digunakan untuk membuat tumisan dalam jumlah besar untuk salah satu menu.

Wira mendekati Sheila dengan sebungkus es krim di tangan. Lalu, ia membuat senyuman semanis mungkin, Wira mencoba terlihat ramah di hadapan Sheila meskipun sebenarnya ia tidak suka dengan anak kecil.

Pria itu berjongkok di hadapan Sheila, sambil mengacungkan es krim itu di tangannya.

"Sheila mau?" katanya dengan wajah masih terlihat penuh semangat untuk mengambil hati Sheila.

Shelin mengawasi sejenak Wira yang mendekati sang anak, berharap anaknya tidak ketakutan karena Sheila seperti tidak suka dengan pria itu semenjak Wira mencegatnya di toilet tadi.

Sheila menggeleng, sambil menutup mulut dan hidungnya.

Ini membuat Wira jadi mengerutkan keningnya saat melihat Sheila bersikap demikian di hadapannya.

"Sheila kenapa? Kok begitu sama Om? Om Wira ganteng, kan? Baik lagi!"

Dengan penuh percaya diri, Wira mengucapkan kalimat itu pada Sheila.

"Danteng papa!" kata Sheila merespon perkataan Wira tentang kegantengan yang diucapkan pria itu pada dirinya sendiri. Wira sedikit tidak mengerti dengan kata 'danteng' yang diucapkan oleh bocah itu tadi.

"Danteng? Apa itu artinya?"

Wira meminta penjelasan pada Sumi, salah satu karyawan Ibu Ani yang berada tidak jauh di dekatnya, sedang mengerjakan tugas yang lain menanak nasi dengan jumlah yang besar.

Wanita hitam manis itu menghentikan kegiatannya mengaduk beras yang sebentar lagi akan kering airnya itu untuk kemudian ditanak agar bisa matang.

"Kamu nanya aku, Wir?" katanya sambil menyeka keringat yang memercik di dahinya.

"Iyalah! Lu yang dekat gue!"

Wira berubah logat cara bicara dengan Sumi, setelah tadi ber-aku dan kamu dengan Shelin.

"Kata tu bocah, ganteng papa! Ganteng bokapnya dibandingkan lu, jelek!"

Sumi menterjemahkan kata-kata Sheila pada Wira hingga Wira merasa tidak terima.

Ia mengarahkan pandangan kepada Shelin, berharap, Shelin tidak sependapat dengan ucapan Sumi yang mengatakan itu padanya.

"Lin, masa anak kamu ngomong begitu sama aku? Ganteng mantan suami kamu gitu? Masa?"

Shelin menghela napas ketika dengan ributnya Wira melontarkan pertanyaan itu padanya hingga para karyawan Ibu Ani yang ada di sekitar mereka langsung merespon dengan tawa dan ejekan karena mereka sependapat dengan Sheila bahwa Wira tidak ganteng!

Sementara Shelin? Bingung apa yang harus ia ucapkan sekarang, karena apa yang dikatakan oleh Sumi benar, arti dari ucapan sang anak memang begitu adanya. Mengatakan bahwa sang ayah lebih ganteng daripada Wira, hingga bayangan Pram berkelebat di otak Shelin dan itu membuat tangannya tidak sengaja memotong wortel dengan cara acak-acakan.

"Shelin! Apa yang kamu pikirkan? Cara memotong wortel kamu itu salah! Kamu mau ngasih makan ayam dengan potongan semrawut seperti itu?"

Suara Ibu Ani membuat Shelin tersadar dari lamunannya!

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status