"Pulang nanti dijemput siapa?" tanyanya, dengan senyuman di bibir mengandung arti.
Shelin mundur, agar tangan Wira tidak bisa menyentuh dirinya."Saya pulang sendiri," jawab Shelin tidak mau menentang tatapan mata pria tersebut. Sementara Sheila menarik tangan ibunya agar segera pergi meninggalkan tempat itu karena tidak suka dengan laki-laki yang bicara dengan ibunya.Namun, karena tidak ingin dianggap kurang ajar tidak mau menanggapi pembicaraan, Shelin terpaksa menahan diri untuk merasa tidak suka pada pria di hadapannya."Sama aku saja, ya? Aku antarin," tawar Wira, sambil mengedipkan sebelah matanya pada Shelin hingga Shelin makin merasa tidak nyaman."Enggak, makasih, saya-""Pakai aku saja, jangan pake saya, terasa kurang greget gitu, ya?" potong Wira cepat dan Shelin terpaksa mengangguk mendengar permintaan itu."Terimakasih untuk tawarannya, tapi aku dan anakku pulang sendiri aja, karena rumah kami tidak begitu jauh."Wajah Wira terlihat terkejut mendengar kata rumah tidak jauh yang diucapkan oleh Shelin."Rumah kalian dekat? Di mana?" tanyanya, dengan wajah semringah.Untuk sesaat, Shelin merasa salah sudah mengatakan bahwa rumahnya dekat, seharusnya agar pria itu tidak mengganggu, tidak perlu mengatakan masalah itu jika tidak ingin dibuntuti oleh pria yang sepertinya tidak begitu sopan tersebut.Namun, apa mau dikata, sudah terlanjur, Shelin tidak bisa lagi menarik kembali ucapannya."Di gang sebelah, maaf, aku pamit dulu, tidak enak hari pertama kerja enggak langsung bekerja."Shelin berusaha untuk mengakhiri percakapan, karena ia tidak mau membuat masalah di hari pertama ia bekerja dengan meladeni pria tersebut.Wira tersenyum penuh arti mendengar apa yang diucapkan oleh perempuan yang memiliki satu anak itu. Di matanya, Shelin sangat menarik itu sebabnya ia merasa tertarik.Tertarik pada pandangan pertama meskipun wanita itu adalah janda satu anak."Tidak masalah, Ibu Ani sangat percaya padaku jadi kau tidak perlu khawatir, aku bisa membuat kamu menjadi karyawan kesayangan kalau kamu mau mendengarkan apa kataku.""Maksudnya?" tanya Shelin tidak paham dengan kata patuh padaku yang diucapkan oleh Wira."Ya, kamu patuh, kalau enggak patuh, kamu akan menemukan masalah."Wira mencoba menjelaskan, meskipun sedikit tergagap."Patuh sama kamu? Ya, kalau sama senior, kan emang seharusnya begitu, patuh dengan arahan senior?"Shelin mencoba untuk membuat situasi jadi positif meskipun sebenarnya aura negatif sudah ia rasakan sejak tadi."Iya begitu, karena aku ini senior kamu jadi kamu harus patuh padaku, ohya, kamu panggil aku, Mas Wira ya? Biar enak kedengarannya?"Wajah Wira semakin memuakkan di mata Shelin, hingga Shelin benar-benar tidak tahan lagi berinteraksi dengan pria tersebut.Tidak tahan untuk meninggalkan saja."Baiklah, kalau begitu, aku pergi dulu, Mas Wira, enggak enak sama Ibu Ani!"Bibir Wira mengukir senyum ketika mendengar Shelin menurut memanggilnya dengan sebutan Mas.Rasanya, ia berubah menjadi pria tertampan di mata siapa saja karena hal itu. Dua tangannya terbentang untuk merangkul, akan tetapi Wira gagal merangkul karena dengan cepat Shelin pergi dari tempatnya sambil menggandeng tangan sang anak.Wira menatapi Shelin yang sudah pergi menjauh darinya. Sampai akhirnya, Bu Ani menemukan dirinya yang tersenyum-senyum sendiri sambil menatap Shelin."Ngapain kamu? Suka sama dia?" tanyanya, dan Wira terkejut karena si bos sudah berdiri di sampingnya."Tidak papa kan, Bu. Dia seleranya saya, cantik, body-nya bagus, ya masa saya mau sendiri terus, usaha dikit kan boleh...."Wira cengengesan sambil mengatakan itu semua."Hak kamu, tapi awas jangan sampai karena suka kamu jadi melindungi dia saat melakukan kesalahan!"Bu Ani bicara demikian dan Wira hanya berjanji bahwa itu semua tidak akan pernah terjadi."Asal izinkan saya mengejar dia, saya akan pastikan dia bekerja di sini dengan baik!"Pria itu berjanji di hadapan Ibu Ani yang langsung ditanggapi Ibu Ani, bahwa dirinya memang harus membuat Shelin bisa bekerja dengan baik."Aku sebenarnya tidak yakin dia itu bisa kerja, wajahnya kurang meyakinkan, tapi kamu tau sendiri sekarang pekerjaan sedang banyak sementara yang lain selalu suka bermalas-malasan. Pusing aku! Jadi, buat dia agar dia bisa bekerja dengan baik di sini, jangan sebaliknya!""Siap, Bu! Saya akan membuat dia bisa bekerja dengan baik! Ibu jangan khawatir! Serahkan saja pada saya!"Ibu Ani hanya mengangguk mendengar janji Wira, lalu perempuan itu melangkah meninggalkan Wira yang sangat senang karena merasa didukung oleh si bos.Sebentar lagi, situasi menjomblonya akan segera musnah, begitu pikirnya. Sambil bersiul, pria itu meninggalkan tempat di mana ia sejak tadi berdiri, di dalam otaknya sudah terancang bagaimana nanti ia mencoba menarik perhatian Shelin sampai wanita itu nanti ia dapatkan!Langkah pertama yang dilakukan Wira adalah menarik perhatian Sheila anak Shelin. Saat itu, Shelin meminta sang anak agar duduk di kursi ketika ia sendiri sibuk memotong sayuran yang akan digunakan untuk membuat tumisan dalam jumlah besar untuk salah satu menu.Wira mendekati Sheila dengan sebungkus es krim di tangan. Lalu, ia membuat senyuman semanis mungkin, Wira mencoba terlihat ramah di hadapan Sheila meskipun sebenarnya ia tidak suka dengan anak kecil.Pria itu berjongkok di hadapan Sheila, sambil mengacungkan es krim itu di tangannya."Sheila mau?" katanya dengan wajah masih terlihat penuh semangat untuk mengambil hati Sheila.Shelin mengawasi sejenak Wira yang mendekati sang anak, berharap anaknya tidak ketakutan karena Sheila seperti tidak suka dengan pria itu semenjak Wira mencegatnya di toilet tadi.Sheila menggeleng, sambil menutup mulut dan hidungnya.Ini membuat Wira jadi mengerutkan keningnya saat melihat Sheila bersikap demikian di hadapannya."Sheila kenapa? Kok begitu sama Om? Om Wira ganteng, kan? Baik lagi!"Dengan penuh percaya diri, Wira mengucapkan kalimat itu pada Sheila."Danteng papa!" kata Sheila merespon perkataan Wira tentang kegantengan yang diucapkan pria itu pada dirinya sendiri. Wira sedikit tidak mengerti dengan kata 'danteng' yang diucapkan oleh bocah itu tadi."Danteng? Apa itu artinya?"Wira meminta penjelasan pada Sumi, salah satu karyawan Ibu Ani yang berada tidak jauh di dekatnya, sedang mengerjakan tugas yang lain menanak nasi dengan jumlah yang besar.Wanita hitam manis itu menghentikan kegiatannya mengaduk beras yang sebentar lagi akan kering airnya itu untuk kemudian ditanak agar bisa matang."Kamu nanya aku, Wir?" katanya sambil menyeka keringat yang memercik di dahinya."Iyalah! Lu yang dekat gue!"Wira berubah logat cara bicara dengan Sumi, setelah tadi ber-aku dan kamu dengan Shelin."Kata tu bocah, ganteng papa! Ganteng bokapnya dibandingkan lu, jelek!"Sumi menterjemahkan kata-kata Sheila pada Wira hingga Wira merasa tidak terima.Ia mengarahkan pandangan kepada Shelin, berharap, Shelin tidak sependapat dengan ucapan Sumi yang mengatakan itu padanya."Lin, masa anak kamu ngomong begitu sama aku? Ganteng mantan suami kamu gitu? Masa?"Shelin menghela napas ketika dengan ributnya Wira melontarkan pertanyaan itu padanya hingga para karyawan Ibu Ani yang ada di sekitar mereka langsung merespon dengan tawa dan ejekan karena mereka sependapat dengan Sheila bahwa Wira tidak ganteng!Sementara Shelin? Bingung apa yang harus ia ucapkan sekarang, karena apa yang dikatakan oleh Sumi benar, arti dari ucapan sang anak memang begitu adanya. Mengatakan bahwa sang ayah lebih ganteng daripada Wira, hingga bayangan Pram berkelebat di otak Shelin dan itu membuat tangannya tidak sengaja memotong wortel dengan cara acak-acakan."Shelin! Apa yang kamu pikirkan? Cara memotong wortel kamu itu salah! Kamu mau ngasih makan ayam dengan potongan semrawut seperti itu?"Suara Ibu Ani membuat Shelin tersadar dari lamunannya!Perasaan Shelin jadi tidak karuan ketika mendengar apa yang diucapkan oleh Pram. Beberapa kali mantan suaminya itu bicara demikian tentang dirinya yang bukan pembawa sial, Pram selalu mengatakan, bahwa yang membawa sial itu dirinya sendiri."Masalah siapa yang sial, aku tidak mau tahu, karena bagiku, semua yang terjadi itu ada hikmahnya, kejadian buruk sekalipun, rasa trauma karena sudah membuat kehidupan orang lain jadi terpuruk membuat aku berpikir banyak tentang itu, dan yang mempermasalahkan ibu kamu....""Kita bahas ini di depan ibuku? Kamu mau?""Untuk apa?""Aku hanya ingin ibuku tahu aku yang ingin rujuk dengan kamu, bukan kamu, biar beliau tidak menyalahkan kamu."Shelin menghela napas. Ditatapnya Pram saat pria itu bicara demikian, hingga akhirnya perempuan itu setuju dengan apa yang diusulkan Pram, dan mereka melanjutkan perjalanan pulang khawatir Sheila mencari mereka karena sudah pergi terlalu lama.***"Julie?" Sumi terkejut ketika saat ia membuka pintu rumahnya, Julie
Sang ustadz menghela napas panjang mendengar isi pertanyaan Pram. Ia menatap Pram, Shelin dan Galih bergantian."Orang yang memberikan perintah pada seorang dukun untuk melakukan kejahatan, akan menerima balasannya sendiri, Nak. Jadi, lambat laun, Allah akan memberikan balasannya, kau tidak perlu repot untuk membalas.""Tidak perlu diperkarakan?" "Kamu memperkarakan dengan kondisi dia yang seperti itu, hukumannya juga tertunda, kepolisian akan membuat dia sembuh dulu baru proses dijalankan, biasanya hal-hal seperti itu tidak akan bisa sembuh kecuali ada mukjizat dari Allah dan orang itu sendiri bertobat, jika tidak entahlah....""Begitu, ya. Baiklah, terima kasih, Ustadz, kalau begitu kami pamit dulu, terima kasih sekali lagi." Pram, Shelin dan juga Galih akhirnya pamit dari hadapan ustadz tersebut. Mereka berpikir mungkin akan lebih baik ke rumah sakit untuk mengetahui bagaimana keadaan Ratna sebelum kembali ke kost Shelin. Shelin menghubungi Sumi untuk memastikan apakah sang ana
Galih, Pram dan juga Shelin manggut-manggut mendengar penjelasan pria tersebut. Lalu, mereka mempersilahkan orang itu untuk memanggil seorang ustadz terdekat agar bisa memeriksa keadaan pemilik rumah yang dibayar Ratna untuk praktik ilmu tak lazimnya. Beberapa saat kemudian, orang itu sudah kembali bersama ustadz yang dimaksud dan mereka langsung masuk ke rumah dukun yang dibayar Ratna untuk memeriksa apa yang terjadi, akan tetapi, ketika mereka baru saja sampai di ambang pintu, dukun itu berteriak agar mereka tidak masuk.Ustadz itu meminta yang lain untuk tetap di luar, karena pria pemilik rumah itu menatap tajam ke arahnya dengan mata yang merah entah karena apa."Pergilah kamu dari raga orang itu, jangan mengganggu manusia, kau punya dunia sendiri, jangan mengacaukan kehidupan manusia!"Ustadz itu bicara dan Pram, Galih, Shelin serta laki-laki yang memanggil ustadz itu memperhatikan dengan raut wajah yang demikian tegang. "Aku tidak akan pergi! Dia harus bertanggung jawab atas k
Pendapat Galih akhirnya diterima oleh Pram. Shelin meminta maaf pada Sumi karena sudah merepotkan wanita itu untuk membuatnya menjaga Sheila, namun Sumi meyakinkan pada Shelin bahwa ia tidak keberatan sama sekali untuk menjaga anak temannya tersebut. Alhasil, mereka segera berangkat ke tempat di mana Pram mendapatkan informasi tentang dukun yang dimaksud. Mereka berharap, informasi itu benar, karena mereka ingin masalah bisa selesai secepatnya.Setelah menempuh perjalanan yang lumayan melelahkan lantaran terjebak macet, akhirnya mereka sampai di sebuah rumah yang dikatakan rumah di mana Ratna sering terlihat datang di waktu waktu yang tidak biasa. Saat mereka mengetuk pintu rumah tersebut, cukup lama mereka menunggu pintu itu dibuka, sampai akhirnya, seseorang membukakan pintu dan terlihat heran melihat beberapa orang berdiri di depannya seperti itu. "Ada perlu apa kalian ke sini?" tanyanya dengan wajah kurang bersahabat."Ada perlu untuk mengetahui apa yang dilakukan seseorang yan
Sang ibu terenyuh mendengar apa yang diucapkan oleh sang anak angkat, ia tidak bisa berkata-kata, meskipun ada kekhawatiran yang ia simpan di dasar hati jika nanti Prima justru kembali pada keluarga aslinya, namun wanita itu tidak bisa melarang apa yang diinginkan oleh sang anak. Karena baginya, kebahagiaan Prima yang terpenting."Jaga anakku dengan baik, Julie, apapun kesalahan yang pernah kau lakukan, aku harap kau tidak melakukannya kembali terlebih pada putraku, kalau kau menyakitinya, aku orang pertama yang sangat ingin memberikan kamu pelajaran, ingat itu."Begitu pesan ibunya Prima pada Julie sebelum akhirnya perempuan itu keluar dari ruangan untuk mengurus administrasi perawatan Prima.***"Selamat ya, aku ikut senang ternyata kalian itu berjodoh, jangan ditunda untuk menikah, kalian cocok!" Shelin bicara demikian ketika mengetahui Galih dan Sumi akhirnya resmi berpacaran dan sebentar lagi akan menikah setelah meyakini kasus Pram dan juga Shelin yang terbelit masalah berkaita
Karena terkejut dengan apa yang menimpa Prima, Julie berteriak minta tolong. Ibunya Prima yang kebetulan ada di rumah segera ke ruang tamu. Tanpa berpikir panjang, ia berteriak memanggil tukang kebun agar bisa membantunya untuk membawa Prima ke rumah sakit. Julie menawarkan bantuan untuk memakai mobilnya saja. Ibunya Prima mengiyakan, dibantu tukang kebun, mereka segera membawa Prima ke mobil milik Julie dan setelah memasukkan tubuh Prima ke mobil, Julie dan wanita itu segera masuk pula ke dalam mobil. Sesampainya di rumah sakit terdekat, mereka meminta bantuan para petugas medis untuk membawa Prima ke IGD.Wajah ibunya Prima tidak tenang meskipun anak angkatnya itu sudah ditangani oleh dokter yang bertugas. "Apa yang kau lakukan pada anakku?" tanya wanita itu pada Julie. Mereka sedang menunggu dokter yang memeriksa Prima, hingga perempuan itu memutuskan untuk mengintrogasi Julie. "Aku minta maaf, Tante. Aku tidak bermaksud membuat Prima seperti itu, aku hanya ingin meluruskan se