Pagi yang cerah di kota Seoul, Raydan Han duduk di dalam mobilnya dengan perasaan yang tak menentu. Hatinya berdebar-debar karena perlakuan yang baru saja dilakukannya terhadap Yoona malam itu.
Raydan Han masih teringat jelas saat tadi malam. Yoona terlihat begitu cantik dengan gaun hitamnya yang elegan, membuatnya sulit untuk tidak terpesona. Ketika tiba di rumah utama, Raydan Han spontan mencium kening istrinya dan memeluknya erat. Namun, setelah insiden tersebut, ia merasa seakan-akan ada yang salah dengan perilakunya. 'Sial! Kenapa aku mencium keningnya, dan kenapa tubuhku memeluknya erat?' gumamnya dalam hati sambil mengemudikan mobilnya menuju kantor. Dia merasa bersalah dan merasa seperti telah melanggar batas-batas yang seharusnya tidak ia langgar. Namun, pada saat yang sama, Raydan Han merasa bahwa sebagai suami, dia berhak untuk memperlakukan istrinya dengan cara apapun. Raydan Han tiba di kantor pengadilan dengan pikiran yang kacau. Dia seharusnya fokus untuk menyiapkan sidang penting yang akan dihadiri sebagai hakim ketua, namun pikirannya terus melayang ke permasalahan pribadi yang sedang dia hadapi. Masalah semalam dengan istrinya benar-benar mengganggu konsentrasinya. Saat dia duduk di meja kerjanya, asisten Park yang biasanya melihatnya bekerja dengan tekun mulai merasa gelisah. Ia melihat Raydan Han bertindak tidak seperti biasanya terlihat kurang fokus dan sering kali terdiam dalam pikirannya sendiri. Park mulai bertanya-tanya apakah hakim ketua tersebut sedang mengalami masalah yang serius. "Apakah ada yang bisa saya bantu, Hakim Han?" tanya Park khawatir. Raydan Han tersentak dari lamunannya dan menatap asisten Park dengan pandangan kosong. Dia merenung sejenak sebelum akhirnya menjawab. "Tidak apa-apa, Park. Saya hanya sedikit kurang fokus pagi ini." Park merasa tidak puas dengan jawaban itu, namun dia tidak berani bertanya lebih lanjut. Dia hanya bisa mengamati Raydan Han dari kejauhan, semakin yakin bahwa ada sesuatu yang tidak beres dengan hakim ketua mereka. *** Di ruang sidang yang megah, Hakim Ketua Raydan Han duduk di kursi jabatannya sambil menatap layar komputer dengan ekspresi serius. Asisten Park yang berdiri di sampingnya melihatnya dengan heran, merasa bahwa ada yang berbeda dengan sikap biasa hakim ketua yang selalu tenang tersebut. "Maafkan saya, Hakim Ketua. Apakah ada yang bisa saya bantu?" tanya Asisten Park lagi dengan sopan. Raydan Han menoleh ke arahnya dan mengernyitkan dahi, seolah baru sadar bahwa ada orang lain di ruangan itu. "Ah, tidak apa-apa, Park. Hanya sedang memeriksa beberapa dokumen untuk persidangan hari ini," jawabnya singkat. Asisten Park tidak yakin dengan jawaban tersebut. Sejak beberapa waktu terakhir, Raydan Han terlihat tidak konsentrasi dengan pekerjaannya. Sidang-sidang penting menjadi semakin rumit karena hakim ketua tersebut kerap membuat kesalahan kecil yang seharusnya tidak terjadi. Dan hari ini, mereka memiliki sidang besar yang sangat penting dan membutuhkan ketelitian serta fokus penuh. "Maafkan saya, Hakim Ketua. Tapi saya perlu bertanya, apakah ada yang mengganggu pikiran Anda akhir-akhir ini?" tanya Asisten Park lagi, kali ini dengan nada sedikit khawatir. Raydan Han memandang Asisten Park dengan tatapan dingin, sebelum akhirnya melemparkan senyum tipis. "Ah, tidak ada yang perlu dikhawatirkan, Park. Saya hanya sedang dalam pemikiran yang agak rumit akhir-akhir ini. Tidak ada hubungannya dengan sidang hari ini," ujarnya sambil menepuk bahu Asisten Park. Asisten Park mengangguk, meskipun masih merasa ragu dengan jawaban hakim ketua Han. "Baiklah, Hakim Ketua. Saya harap semuanya berjalan lancar hari ini, sidang akan segera dimulai. Apakah Anda siap?" tanyanya. Raydan Han mengangguk pelan. "Tentu saja. Mari kita mulai sidang," jawabnya sambil tersenyum kembali. Raydan Han melihat semua pengacara dan terdakwa sudah menunggu dengan gelisah sambil menatap sekeliling dengan penuh perhatian. Dia merasa harus memberikan yang terbaik meskipun pikirannya masih terpecah antara pekerjaan dan masalah rumah tangganya. "Saya memutuskan kasus ini dalam waktu dekat. Dan saya harap semua pihak bisa menerima keputusan ini dengan lapang dada," ucapnya tegas. Sidang berjalan lancar dan akhirnya selesai tanpa masalah. Semua pihak terlihat lega dan berterima kasih atas keputusan yang bijaksana dari hakim ketua. Raydan Han sendiri merasa lega bisa menyelesaikan sidang tanpa terlalu banyak masalah, meskipun sebenarnya hatinya masih terombang-ambing antara pekerjaan dan masalah rumah tangganya. Setelah sidang selesai, Asisten Park mendekati Raydan Han dengan wajah penuh tanya. "Hakim Ketua, sebenarnya apa yang terjadi dengan Anda akhir-akhir ini? Saya merasa ada sesuatu yang mengganjal," ujarnya. Raydan Han menghela nafas panjang sebelum akhirnya memutuskan untuk membuka diri pada Asisten Park. "Istri saya dan saya sedang mengalami masalah rumah tangga akhir-akhir ini. Itu membuat saya sulit untuk berkonsentrasi dengan pekerjaan," ungkapnya dengan jujur. Asisten Park terdiam sejenak sebelum akhirnya tersenyum. "Mungkin sebaiknya Anda bicarakan terbuka dengan istri Anda, Hakim Ketua. Komunikasi yang baik sangat penting dalam sebuah hubungan," ucapnya bijak. Raydan Han mengangguk pelan, menyadari bahwa Asisten Park benar. Dan ketika Asisten Park menanyakan perasaannya yang sekarang, Raydan hanya tersenyum dan menjawab. "Saya tidak pernah lebih fokus dalam pekerjaan seperti sekarang. Terima kasih atas dukunganmu, Park."Boy menyaksikan polisi memborgol Chloe. Suasana kafe sunyi, hanya terdengar suara langkah kaki polisi dan isakan Chloe yang teredam. Boy bergumam pada dirinya sendiri. "Selesai... akhirnya selesai." Ia menghela napas panjang, lega, namun terlihat kosong. "Aku... aku lega. Tapi..." Ia mengusap wajahnya, terlihat bingung. Rasanya aneh. Seperti kehilangan sesuatu. "Bukannya seharusnya aku merasa senang? Dia... dia adalah Chloe. Wanita yang pernah kucintai." Boy menyaksikan Chloe dibawa pergi, tatapannya dingin dan tenang. Tidak ada sedikitpun emosi yang terlihat di wajahnya. "Tersangka sudah diamankan, Tuan muda. Terima kasih atas kerjasamanya," ucap Yash. Boy dengan nada datar. "Bagus." Ia mengangguk pelan, tanpa ekspresi. "Semoga dia menda
Raydan Han, mantan seorang hakimketua yang snagat terkenal di korea. Pria sukses yang telah berusia lanjut, duduk di kepala meja makan bersama keluarga besarnya. Dia tersenyum bahagia melihat anak, menantu dan cucunya berbicara dan tertawa bersama. "Aku sangat bersyukur bisa memiliki keluarga yang bahagia dan sukses seperti ini. Aku tidak pernah menyangka bahwa aku bisa mencapai usia seperti ini dan masih bisa beraktifitas memegang perusahaan." Yoona Ri, istri Han, tersenyum dan memegang tangan suaminya. "Kamu telah melakukan yang terbaik, Han. Kamu telah membangun perusahaan yang sukses dan memiliki keluarga yang bahagia. Aku sangat bangga dengan kamu." Mereka semua menikmati makan malam bersama, berbicara dan tertawa bersama. "Aku ingin mengucapkan terima kasih kepada semua orang yang telah mendukung aku selama ini. Aku tidak bisa melakukan semua ini tanpa bantuan kalian semua." Semua orang di meja makan mengangguk dan tersenyum, menunjukkan rasa hormat dan penghargaan me
Perjalanan bulan madu mereka di Rusia sangatlah indah dan penuh kenangan. Mereka berdua menikmati setiap momen bersama, dari mengunjungi tempat-tempat wisata hingga menikmati keintiman mereka. Cinta mereka semakin kuat dan dalam setiap hari, dan mereka berdua tahu bahwa cinta mereka akan bertahan selamanya. Mereka berdua sangat bahagia dan puas dengan kehidupan mereka bersama. Sementara itu, Stevani dan Crush juga sangat bahagia bermain bersama. Mereka berdua seperti saudara yang terpisah, dan mereka sangat menyukai kebersamaan mereka. *** Stevani berlari ke arah Scot dan Preya dengan senyum lebar. "Ayah! Ibu! Selamat datang kembali!" Scot memeluk Stevani dengan h
Setelah tiba di Korea, Scot langsung melamar Preya dengan cincin yang indah dan lamaran yang romantis. Preya terkejut dan tersenyum, lalu menerima lamaran Scot. keluarga Preya pun menerima Scot dengan baik. Seminggu kemudian, mereka menikah dalam sebuah upacara yang indah dan romantis. Banyak tamu yang hadir, termasuk Maria dan Park, yang datang dari Dubai untuk merayakan hari bahagia Scot dan Preya. Raydan dan Yoona juga datang, mereka membawa hadiah yang indah dan menyampaikan ucapan selamat kepada pasangan baru itu. Rayno dan Bella juga datang bersama anaknya, Crush, yang gendut dan lucu. Crush yang berusia tiga tahun itu, langsung berlari ke arah Stevani dan memeluknya. "Kakak Stevani!" teriak Crush dengan suara yang kencang. Stevani tersenyum dan memeluk Crush. "Adik Crush! Aku
Pagi harinya, Stevani memanggil-manggil ayahnya dengan suara yang keras sambil mengetuk-ngetuk pintu. "Ayah! Ayah!" Scot yang masih berbaring di tempat tidur, berpelukan dengan Preya dan selimut yang masih menutupi tubuhnya, tersentak kaget karena kesiangan. Dia membuka mata dan melihat jam di atas meja, lalu dia terkejut karena sudah terlambat. "Ahh, kita kesiangan!" Scot berkata dengan suara yang panik, sambil melempar selimut ke samping dan berusaha untuk bangun dari tempat tidur. Preya juga terbangun dan memandang Scot dengan senyum. "Pagi, Scot. Kita hanya kesiangan?" Scot mengangguk dan berusaha untuk bangun dari tempat tidur. "Ya, jangan terlambat. Kita harus pergi sekarang dan menikmati hari bersama Stevani!" Stevani masih memanggil-manggil ayahnya dari luar kamar. "Ayah! Ayah! Ayo kita sarapan! Kita bisa telati ke taman nasional Hulhumale!"
Scot dan Preya berjalan di pantai, menikmati pemandangan laut yang indah dan angin yang sejuk. Stevani berlari di depan mereka, bermain dengan pasir dan air laut. Scot memandang Preya dengan senyum dan membalas. "Aku senang bisa membuat Stevani bahagia," katanya. Preya tersenyum dan membalas. "Aku juga senang, Scot. Stevani sangat menyenangkan dan aku senang bisa menjadi bagian dari hidup kalian." Scot memandang Preya dengan lebih serius dan berkata. "Aku juga senang kamu bisa menjadi bagian dari hidup Stevani, Preya. Kamu sangat baik dengan dia dan aku senang bisa melihatnya." Preya tersenyum menatap Scot. "Terima kasih, Scot. Aku senang bisa membantu dan menjadi bagian dari hidup Stevani." Scot memandang Preya dengan lebih dalam. "Aku rasa aku mulai menyukaimu, Preya. Kamu sangat berbeda dan aku senang bisa memiliki kamu di sampingku." Preya terkejut dan tidak siap untuk mendengar ungkapan cinta Scot. Dia memandang Scot dengan mata yang lebar dan tidak bisa mengucapkan ap