Rachel mengikuti langkah Alex menuju ruang tamu dan saat melihat siapa yang datang ia pun langsung memeluknya.
“Kamu ke mana aja? Kenapa baru datang?” tanya Rachel, cemberut
Elang tertawa kecil dan memeluk Rachel dengan erat.
“Hei, jangan cengeng. Udah punya suami jangan gampang menangis, adik manis,” kata Elang sambil menepuk pundak Rachel dengan lembut dan penuh kasih sayang.
Melihat pemandangan di hadapannya Alex hanya diam, entah mengapa ia merasa jika hubungan Rachel dan Elang bukanlah hubungan antara mereka bukanlah hubungan antara adik dan kakak.
“Ehem!”
Mendengar deheman Alex, Elang pun mengurai pelukan dan memandang Alex.
“Ini suamiku, Alex,” ujar Rachel kepada Elang.
“Ya, tadi kami sudah bertemu dan berkat dia juga aku bisa masuk. Tadi aku ditahan di pos security. Susah sekali untuk bisa menemuimu,” kata Elang sembari mengacak rambut adik angkatnya.
Rachel hanya tertawa kecil.
“Penampilanmu seperti ini, siapa juga yang akan mengizinkan kamu masuk,” kata Rachel
Elang hanya tertawa kecil, ia baru menyadari jika penampilannya memang agak sedikit kacau. Dengan celana jins yang sobek di sana sini, kaus dengan warna yang sedikit lusuh, dan sepatu kets. Penampilan Elang mirip dengan berandalan. Padahal wajahnya cukup tampan.
“Aku terburu-buru ke sini, jadi pakaianku seadanya. Siapa yang menyangka jika kamu tinggal di istana seperti ini. Jika tahu kamu tinggal di istana aku pasti memakai pakaian yang lebih pantas,” jawab Elang.
Rachel hanya tertawa kecil. Dan pada akhirnya mereka pun berbincang-bincang dengan hangat. Sementara Alex tidak banyak bicara. Ia hanya mendengarkan obrolan di antara Rachel dan Elang.
Setelah merasa cukup lama berada di rumah Rachel, Elang pun pamit pulang.
“Kamu harus rajin menengokku ya,” kata Rachel sebelum Elang menghilang dari pandangan.
Saat Rachel menoleh, Alex sudah memasang wajah cemberut.
“Apa dia kakak kandungmu? Ibu dan ayahmu tidak pernah mengatakan jika kamu memiliki kakak lelaki,” kata Alex.
Rachel menoleh ke arah sang suami dan tersenyum lembut.
“Kamu cemburu kepada Elang?” tanyanya menahan tawa.
“Aku hanya tidak ingin orang lain melihatmu bermesraan dengan lelaki lain selain aku, suamimu,” kata Alex dingin.
Rachel menghela napas panjang dan mengembuskannya perlahan.
“Aku dan Elang berbeda enam tahun. Meski dia bukan kakak kandungku, tetapi sejak kecil keluarganya sering menjagaku jika kedua orang tuaku tidak ada. Waktu kita menikah, dia memang tidak ada di Indonesia. Dia sedang melanjutkan kuliah di Singapura. Jadi, kamu tidak sempat bertemu dengannya,” kata Rachel menjelaskan.
Alex menghela napas panjang, “Aku hanya tidak suka jika kamu dekat dengan lelaki lain selain aku.”
“Dia bukan orang lain, dia sudah aku anggap kakakku sendiri. Meski dia bukan kakak kandungku tetapi dia tetap adalah kakakku," kata Rachel dengan tegas.
Alex ingin membantah perkataan sang istri, tetapi ia sadar saat ini Rachel sedang hamil dan ia tidak mau membuat istrinya stres. Ia pun kembali menghela napas panjang dan mengembuskannya perlahan.
“Ya sudahlah kita masuk ke dalam. Kamu harus istirahat dan aku juga sebentar lagi harus ke kantor. Ada pekerjaan yang harus aku kerjakan,” kata Alex.
Rachel hanya mengangguk dan mengikuti langkah suaminya kembali ke kamar.
“Kamu makan siang dulu, ya. Mau dibawakan ke kamar atau makan di ruang makan?”
“Aku mau makan di sini saja. Bisa minta mbok Markonah menyiapkannya?” tanya Rachel.
Alex menganggukkan kepalanya, yang paling penting sekarang adalah membuat Rachel dan bayi mereka sehat selalu.
Tak lama kemudian Mbok Markonah pun masuk sambil membawakan makan siang untuk Rachel.
"Maaf saya merepotkan," kata Rachel.
"Nggak apa-apa, Non. Tadi tuan sudah pesan kalau non perlu sesuatu kasi tau mbok aja," kata Markonah sambil tersenyum.
Rachel hanya tersenyum dan menganggukkan kepalanya.
"Makasih banyak ya, Mbok," ujarnya.
Markonah hanya tersenyum lalu meninggalkan Rachel dan segera kembali ke dapur untuk melanjutkan pekerjaannya.
Sementara itu, Alex yang memang hendak pergi menyempatkan untuk makan siang bersama Sheila.
“Ke mana Rachel? Dia tidak makan siang?” tanya Sheila saat ia tidak melihat kehadiran Rachel di sana bersama mereka.
Alex yang sedang menyuapkan nasi, menghentikan suapannya.
“Tadi dia minta untuk makan di kamar. Tidak apa-apa, biarkan saja. Dokter tadi memang mengatakan jika dia harus banyak beristirahat dan makan makanan yang bergizi. Dia juga tidak boleh terlalu lelah, usia kandungannya masih sangat rentan.”
Maharani yang juga sedang makan hanya mencibir.
“Jangan terlalu kamu manjakan wanita itu, nanti dia besar kepala,” kata Maharani.
Alex tidak menanggapi perkataan ibu sambungnya itu. Ia memilih melanjutkan makannya.
“Kamu mau ke mana setelah makan siang?” tanya Sheila.
“Aku harus ke kantor, ada yang harus aku kerjakan. Kenapa?” Tanya Alex
“Aku mau bicara sebentar saja. Ada yang perlu kita bicarakan,” sahut Sheila.
Alex hanya menganggukkan kepalanya perlahan.
Setelah selesai makan, ia langsung menuju ke kamar Sheila diikuti oleh istri pertamanya itu.
“Ada apa, Sayang? Apa yang ingin kamu bicarakan?” tanya Alex setelah mereka berada di kamar.
Sheila mengerucutkan bibirnya lalu duduk di sofa sambil menatap Alex dengan tatapan penuh harap.
“Aku nggak suka kamu terlalu memanjakan perempuan itu. Benar apa yang mamimu katakan. Jika dibiarkan dia bisa menjadi besar kepala dan manja,” ujar wanita itu sedikit kesal.
Alex menghela napas panjang dan mengembuskannya perlahan. Alasan utamanya menikah dengan Rachel bukan atas dasar cinta. Ia hanya menikahi gadis polos itu karena Sheila tidak bisa memberikan keturunan. Sementara ia perlu keturunan yang merupakan darah dagingnya untuk melindungi hartanya. Papinya baru akan memberikan perusahaan kepadanya jika ia bisa memiliki seorang anak. Jika tidak maka perusahaan akan diberikan kepada adik tirinya. Dan Alex tentu saja tidak mau.
“Aku tidak pernah mencintai Rachel seperti aku mencintaimu,” jawab Alex.
Sheila menarik napas dalam-dalam. Jujur saja ia merasa takut jika cinta Alex akan terbagi terlebih dengan adanya bayi dalam kandungan Rachel.
“Dia sedang hamil dan aku memiliki tanggung jawab untuk menjaganya juga anak kami,” kata Alex sambil merengkuh Sheila dalam pelukannya.
Ia dan Sheila sudah lama saling mengenal dan mencintai. Sejak mereka masih kuliah. Bukan waktu yang sebentar untuk Alex bisa berpaling dengan mudah ke lain hati.
Ia akui jika dulu ia dulu yang membuat Rachel jatuh hati kepadanya dan tidak bisa menolak lamarannya.
“Aku hanya takut jika cintamu kepadaku akan berpaling,” kata Sheila sambil memeluk Alex dan menyandarkan kepalanya di bahu suaminya itu.
"Aku tidak pernah berubah, Sayang. Sampai kapan pun juga hanya kamu yang mengisi hatiku," kata Alex lembut penuh cinta.
Sheila tersenyum dan mencium pipi suaminya itu. "Kalau begitu, kamu akan menyingkirkan wanita itu jika anak kalian sudah lahir, bukan?"
"Kenapa kamu diam? Aku hanya bertanya apa kamu mau menceraikan Rachel jika dia sudah melahirkan? Ingat, tujuanmu menikahi wanita itu hanya untuk anak!" kata Sheila dengan tegas.Alex menghela napas panjang lalu mengembuskannya perlahan. "Apakah harus aku pisahkan antara anak dengan ibunya?" "Kamu tidak perlu peduli dengan Rachel. Bukankah kamu tidak pernah mencintai dia? Soal anak, aku bisa mengurus anak itu nantinya," kata Sheila dengan tegas. "Kita lihat saja nanti, Sayang. Kamu jangan khawatir."Sheila mengerutkan dahinya, dengan mata memicing ia menatap Alex dengan kesal. "Bagaimana aku tidak khawatir? Sekarang saja kamu sudah memperhatikan perempuan itu. Apa lagi jika dia nanti sudah memberimu keturunan. Bukan tidak mungkin kamu akan mendepakku dari hatimu dan rumah ini," kata Sheila dengan tajam. "Apa selama ini aku tidak cukup mencintaimu? Sudahlah, Sheila ... aku tidak akan mungkin memilih dia dibandingkan kamu," jawab Alex sambil mencium kening Sheila dengan lembut. Me
Pagi itu, Alex dan Sheila bangun dengan wajah ceria. Walau dalam lubuk hatinya yang terdalam, Alex merasa bersalah karena seharusnya semalam ia tidur bersama dengan Rachel. Tetapi, istri pertamanya itu selalu membuatnya candu. "Bagaimana kalau kita melakukan perjalanan bulan madu kedua, Sayang?" kata Sheila tiba-tiba. "Bulan madu?" "Iya. Sudahl lama kita tidak bersama dan menikmati waktu. Anggap saja ini hadiah karena aku sudah mengizinkan kamu menikah lagi. Apalagi Rachel sekarang sedang hamil. Aku yakin nanti kamu akan lebih memperhatikannya selama masa kehamilan. Jadi, ayo kita honeymoon lagi," pinta Sheila dengan manja. "Baiklah, tapi sekarang kita sarapan pagi dulu," kata Alex. Sheila pun mengangguk dan keduanya pun segera keluar menuju meja makan.Suara Alex dan Sheila yang saling bersahutan membuat Rachel yang hendak sarapan mengurungkan niatnya. Dia paling malas jika berhadapan dengan istri pertama sang suami itu sebenarnya.Seandainya saja dia tidak terjebak dengan kebaik
Sheila masuk ke dalam kamar Rachel setelah berhasil membujuk Alex untuk meminjamkan kunci cadangan kamar Rachel sebentar padanya. Matanya menajam memperhatikan kamar luasnya tidak seberapa tapi tetap terasa nyaman bila ditempati.Melihat Rachel yang baru saja keluar dari kamar mandi membuat Sheila segera menutup pintunya agar tidak ada yang bisa melihatnya berada di sana. Rachel yang tidak tahu menahu motif Sheila datang ke kamarnya pun hanya bisa menatap wanita itu malas.Sheila duduk di depan meja rias Rachel, posisinya menghadap pada pemilik kamar. "Ada apa?" tanya Rachel ketika Sheila tak kunjung bicara padanya.Sheila menghela napasnya kasar, "Kenapa kamu menolak ajakan kami untuk ikut honeymoon? Suami aku 'kan suamimu juga, kamu tidak perlu takut jika Alex akan selalu bersamaku selama dua puluh empat jam.""Bukan masalah Alex akan ada atau tidak untukku, tapi aku cuma tidak mau jadi nyamuk di antara kalian. Toh, tujuan kalian ke sana buat bulan madu 'kan? Bukan untuk membuatku
Sheila keluar dari kamar mandi dengan lingerie hitam melekat di tubuhnya. Menghampiri Alex yang berniat pergi ke kamar Rachel untuk tidur bersamanya malam ini. Namun, Sheila tak akan membiarkan hal itu terjadi. Dia harus bisa menarik perhatian Alex agar bisa tidur bersamanya lagi.Sheila tidak bisa membiarkan Alex menjadi lebih perhatian kepada Rachel sekali pun wanita itu sudah mengandung anak dari Alex.Alex bangkit dari tempat tidurnya, belum menyadari kehadiran Sheila yang tengah berdiri di depan meja rias. Tepat ketika kepalanya mendongak, Alex akhirnya melihat tubuh seksi Sheila yang sontak membangunkan junior miliknya.Sheila menerbitkan senyumnya saat menyadari Alex terpesona dengan tubuhnya dari pantulan cermin. Spontan Sheila membalikkan badannya dan menghampiri Alex membuat empunya terkesiap pelan.Tangan Sheila mengalung di leher Alex dengan mata mengerling genit, tak lupa dia memainkan bibir bawahnya agar suaminya semakin goyah. Hal itu tentu saja membuat Alex tergoda mel
Rachel menatap pantulan wajahnya dari cermin. Mata sembap, bibir sedikit pucat, dan hidungnya yang sedikit merah akibat semalaman menangisi Alex yang sudah memberi janji palsu padanya. Rachel kira, Alex tidak akan mengecewakan dirinya hanya demi memuaskan gairahnya dengan Sheila.Mungkin memang benar Rachel tak bisa memberikan jatah sampai beberapa bulan ke depan pada Alex. Namun, dia tidak mengira Alex akan melakukan hal sejahat ini hanya untuk kepentingannya sendiri. Kalau saja Rachel tidak hamil, dia juga pasti akan memberikan kehangatan setiap malamnya pada Alex.“Aku akan membahagiakan kamu seperti aku juga membahagiakan Sheila. Dia tidak bisa memiliki keturunan karena sakit,” kata Alex saat dulu Rachel mempertanyakan alasan Alex untuk menikah lagi.Dan, Alex pun sudah melunasi hutang-hutang keluarga Rachel kepada rentenir. Sehingga Rachel mau tidak mau menerima pernikahan itu dan menjadi istri kedua.Pagi ini, Rachel memilih diam di kamar. Tak berniat keluar untuk membantu Mbok
Di dalam kamar, Rachel hanya bisa menangis sambil menutup mulutnya agar tidak mengeluarkan suara. Semalam, Rachel meminta Pak Maman- security di rumah mereka untuk membuatkan penghalang pintu. Hal itu dia lakukan agar Alex atau siapa pun itu tak bisa masuk ke dalam kamar kecuali atas izinnya.Rachel juga tidak bisa keluar dalam keadaan berantakan seperti saat ini. Dia memang sudah mandi dan mengganti pakaiannya, tapi wajah pucat yang tak terpoles make up sedikit pun membuatnya terlihat seperti mayat hidup."Rachel, buka pintunya, please."Jauh dari lubuk hati Rachel, dia ingin sekali membuka pintunya dan memeluk Alex untuk meluapkan kekesalan serta kekecewaan yang dia pendam sejak kemarin malam. Namun, bisa Rachel tebak jika di luar kamarnya bukan hanya ada Alex. Melainkan Sheila yang pastinya tidak akan membiarkan suaminya terus membujuk dirinya.Alex terdiam sejenak, lalu tanpa pikir panjang dia berlari sekencang mungkin menuju ruangan yang ada di samping kamar istrinya. Dia baru i
Rachel, Alex, dan Sheila sama-sama terdiam membuat suasana malam yang sepi semakin hening seolah tak ada seorang pun di sana. Mereka bertiga sedang berada di kamar Rachel untuk merundingkan masalah honeymoon Alex dan Sheila yang terpaksa dibatalkan gara-gara kondisi Rachel yang kurang sehat.Selain itu, Alex juga tidak bisa mengambil keputusan saat istri pertama dan keduanya tak bisa disatukan dalam satu opini. Sejak awal memang dia yang bersalah. Dan Alex tidak bisa memaksakan kehendak kepada Rachel.Sheila berdehem kecil guna memecah keheningan, "Jadi, bagaimana?""Aku ikut keputusan Alex saja," sahut Rachel tanpa basa-basi.Rachel dan Sheila memusatkan perhatiannya pada Alex membuat pria itu semakin dilanda kebingungan. Kedua istrinya saja pusing memikirkan jalan keluar dari masalah mereka, apa lagi Alex."Keputusanku sudah bulat, aku dan Sheila tidak akan pergi ke mana pun untuk sementara waktu. Kondisi kandungan Rachel masih sangat rentan dan kesehatan Sheila juga harus selalu d
Sheila dengan segelas coklat hangat di tangannya tampak heran saat melihat Alex masih saja leha-leha di kamarnya. Padahal, malam ini seharusnya menjadi malam yang tidak boleh disia-siakan olehnya dan Rachel. Karena kesepakatan selama satu bulan itu baru akan berlaku besok."Sayang?" panggil Sheila.Alex menoleh dengan alis terangkat satu, "Kenapa?""Kamu, kenapa masih di sini? Kenapa tidak bersama Rachel?" tanya Sheila membuat Alex spontan mengubah posisinya menjadi duduk tegap."Bukannya malam ini sampai satu bulan ke depan aku harus bersamamu?"Sheila berdecak pelan lantas duduk di samping Alex. Menggenggam kedua tangan suaminya dengan senyum manis yang sedari tadi terukir di bibirnya. Malam ini, Sheila akan menyusun sebuah rencana untuk memulai aksi penghancurannya. Makanya, dia membiarkan Alex tidur dengan Rachel malam ini."Oh Honey, kesepakatannya berlaku mulai besok. Jadi, malam ini kamu tidur bersama Rachel saja, aku tidak masalah tidur sendiri untuk malam ini," ujar Sheila,