Share

Bab 6 Kupotong Gajinya

Author: NawankWulan
last update Last Updated: 2022-06-16 11:58:29

Lisha!" Panggilan Mas Dimas dari garasi cukup membuatku terkejut.

Aku bahkan hampir tersedak teh hangat karena mendengar teriakannya. Di luar, sepertinya dia mengomel entah apa. 

 

Tumben dia pulang kantor teriak-teriak begitu. Biasanya selalu berseri-seri apalagi kalau abis nelepon istri pertamanya atau dapat kiriman paket. Seperti yang dibilang Fina, wajahnya tampak berbeda, ada manis-manisnya. Manis ngeselin! 

Apa jangan-jangan dia sudah cek gajinya bulan ini yang sisa lima juta saja, sedangkan 20 jutanya sudah aku potong sekalian. Itu yang jadi jatah bulananku sekarang.

Mendadak aku tersenyum geli membayangkan ekspresinya saat tahu jatah bulanannya.

Biar kapok! Setahun lebih dia transfer 20 juta per bulan untuk istri pertamanya tanpa kuminta sepeser pun, sekarang gantian aku yang menikmati jatahku. 

Jika dia ingin memberi nafkah istrinya, bisa cari kerja sampingan. Aku tak peduli. Aku yakin Mas Dimas pasti sangat jengkel melihat rekeningnya yang hanya bertambah lima juta saja.

Itu masih cukup beruntung, Mas! Karena aku masih berbaik hati memberimu sisa meski hanya lima juta.

Setahun lebih kamu hamburkan uang papa, sekarang waktunya aku membalas semua yang kamu lakukan. Perlahan saja, sembari menunggu aku memiliki banyak bukti sandiwaramu. 

 

Sudah terlalu beruntung kamu memiliki mertua seperti papa yang begitu mempercayaimu. Hingga dia menyerahkan perusahaan di tangan menantu sepertimu yang ternyata bermuka lima. 

 

Pantas saja kamu selalu melarangku ke kantor dengan alasan nggak tega kalau kecapekan.

Pantas kamu selalu memintaku di rumah saja, latihan berjalan biar cepat sembuh, ternyata kamu di kantor seperti bos besar yang bisa melakukan apa saja semaumu.  

 

Bahkan baru kemarin aku dapat info dari Fina, kamu memakai uang perusahaan tiap bulan. 25 juta gajimu ternyata belum juga cukup, hingga kamu masih memakai uang perusahaan dalam jumlah cukup besar.

Padahal jika kamu mau berhemat gajimu bisa saja utuh karena kebutuhan harian sudah aku penuhi dari jatah bulanan papa. 

 

Kamu selalu bilang, gajimu buat tabungan masa depan nyatanya apa! Tiap bulan kamu hamburkan untuk istri pertamamu itu. Dasar benalu tak tahu malu! 

 

"Lis! Kenapa kamu potong gaji bulananku?" Mas Dimas datang dengan wajah kusut dan kesal. Membanting tasnya begitu saja di atas sofa. Aku hanya melirik sekilas, tak peduli. 

 

"Lisha! Kamu nggak tuli, kan?" Bentaknya lagi. Baru kupotong gajimu, Mas. Sifat aslimu sudah kelihatan. Kasar! 

 

"Aku juga istrimu. Aku ingin ikut merasakan bagaimana rasanya mendapatkan nafkah dari suami sendiri. Selama setahun lebih aku nggak pernah minta sepeser pun kan, Mas? Masak baru kali ini kuminta kamu sudah marah-marah?" tanyaku sembari menatapnya santai. 

 

Perang sudah dimulai, Mas. Tapi aku tetap memilih bersandiwara, pura-pura tak tahu apa yang kamu lakukan di belakangku. Akan kubuat kamu shock perlahan! 

Mas Dimas menjatuhkan bobotnya di sofa, lalu mengusap kasar wajahnya. 

"Apa-apaan kamu ini. Kenapa tiba-tiba minta nafkah dariku? Bukannya selama ini kamu sendiri yang bilang ngga perlu uang itu karena jatah dari papa sudah lebih dari cukup? Kamu sendiri yang memintaku agar gajiku ditabung saja untuk masa depan kita?" 

Aku hanya tersenyum sinis mendengar ocehannya. Masa depan kita, katanya? Dia pikir aku masih selugu dan sebodoh dulu. Dasar munafik! 

"Kenapa? Kamu mencurigaiku?" tanyanya sembari menatapku lekat.

 

"Curiga? Tentang apa? Apa kamu menyembunyikan sesuatu dariku hingga membuatku curiga?" tanyaku balik, membuat wajahnya memerah seketika. 

"Ng-- nggak ada! Mana mungkin aku sembunyikan sesuatu padamu," ucapnya sembari melengos kesal. 

 

"Tapi nggak begini caranya, Lisha. Harusnya kamu ngomong baik-baik minta nafkah bulanan dariku bukan main potong begitu saja. Kamu pikir cukup uang lima juta untukku sebulan, ha?"

"Cukup. Kalaupun nggak cukup harus kamu cukup-cukupkan. Bukannya jatah bensin dan makan siang sudah dapat dari kantor? Jatah buat orang tua kamu pun sudah nggak punya, iya, kan? Lantas buat apa?"

 

"Kamu pikir aku nggak punya tanggungan lain?" 

 

"Apa? Ayu dan keluarganya lagi?" tanyaku sedikit emosi, namun berusaha kutahan. Aku tak ingin Mas Dimas curiga. 

"Iya. Kamu tahu kan kalau mereka adalah malaikat tak bersayap untukku sejak kecil dulu? Uang yang aku transfer tiap bulan tak akan bisa membalas jasa mereka untuk hidupku, Lisha. Kamu harus tahu itu," ucapnya sedikit mereda. Dia mulai ke tahap mencoba merayuku. 

 

"Sebenarnya apa yang sudah mereka bantu untuk hidupmu, Mas? Sampai kamu begitu memuja kebaikan mereka di depanku bahkan seringkali mengorbankan perasaanku dan perasaanmu sendiri demi mereka?" 

 

Kulihat wajah Mas Dimas sedikit berubah. Pias. Dari sorot matanya terlihat begitu jelas dia sedang berpikir untuk menjawab pertanyaanku. 

 

"Banyak, Lisha. Banyak sekali yang mereka korbankan untukku. Jika aku ceritakan satu-satu, akan menghabiskan banyak waktu," ucapnya lagi. 

Pintar sekali kamu bersandiwara, Mas! Mungkin dulu aku bisa luluh dengan dramamu itu. Bahkan menganggapmu laki-laki berhati mulia yang paham artinya balas budi.

 

Mungkin dulu aku menganggapmu laki-laki sempurna yang pantas dicintai karena hatimu begitu tulus dan suci. 

 

Arghh! Nyatanya kamu tak ubah seperti lintah yang menghisap darah makhluk yang ditumpanginya bahkan kalau perlu hingga dia terluka dan mati sia-sia. Memuakkan! 

"Ayolah, Lisha. Aku tahu hatimu begitu lembut, peka dan berwibawa. Karena itu pula dulu aku mencintaimu setulus hati, bahkan mau menikah denganmu meski kamu kekurangan. Aku yakin kamu tak egois dan mementingkan diri sendiri. Kamu mau kan mengembalikan gajiku seperti semula?" 

 

Kulihat Mas Dimas begitu memohon. Baru kali ini kulihat dia seperti itu di depanku, hanya demi perempuan itu? Perih sekali rasanya hati ini.

 

Dia rela merendahkan dirinya sendiri di hadapanku demi benalu itu. Memalukan. Benar-benar memalukan! 

 

Cinta tulus seperti apa yang dia maksudkan? Jika bukan karena aku kaya, aku yakin dia juga tak akan sudi menerimaku sebagai istri.

 

Lagi-lagi seperti yang dia banggakan, bahwa dia tampan, pintar dan banyak perempuan yang bahkan rela menyerahkan hidup mereka untuknya. 

 

Jika mengingat ucapannya saat itu, rasanya aku malu mengapa bisa jatuh hati pada laki-laki sepertinya. Tapi lagi-lagi cinta memang buta.

 

Meski dia begitu membanggakan dirinya, aku tetap melihat dari sisi lain hatinya yang begitu tulus dan peka karena paham artinya balas jasa.

Jarang ada laki-laki sepertinya yang masih mengingat orang lain di saat dia sudah mulai mapan da punya jabatan. 

Orang lain yang kupikir hanya sekadar saudara ternyata justru istri pertama dan mertuanya! Astaghfirullah ... hancur hati ini bila mengingat semua sandiwaranya selama ini.

Begitu rapi hingga aku terbuai dan tak juga menyadari ada benalu yang berdiri atas nama suami! 

 

"Lisha ... kembalikan uang itu, ya? Kamu sudah memiliki semuanya. Uang segitu tak ada apa-apanya dibandingkan jatah bulanan dari papa dan tabunganmu. Ada keluarga lain di sana yang sangat membutuhkan jatah itu, Lisha ...." 

Mas Dimas kembali mengiba, membuatku benar-benar muak rasanya. Kutatap matanya lekat. 

 

"Maaf, Mas. Nggak bisa. Mulai sekarang jatah bulananmu hanya lima juta. Sisanya jatahku, untuk mencukupi kebutuhan bulanan kita. Sedangkan jatah bulanan dari papa akan aku tabung semua tanpa sisa. Kalau kamu mau transfer saudaramu itu, kamu bisa cari kerja sampingan. Bukankah kamu pintar? Gunakan kepintaranmu itu untuk mencari uang tambahan," ucapku serius, menatapnya beberapa saat tanpa berkedip. 

Kulihat Mas Dimas begitu kaget mendengar jawaban yang kuucapkan. Rasakan, Mas! Mulai sekarang hidupmu tak akan tenang di rumahku.

 

Kenyamanan yang kuberikan dulu ternyata kamu balas dengan sebuah cinta semu. Bukankah ini seperti pepatah? Apa yang kamu tanam, itulah yang kamu tuai! 

***  

 

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Tri Wahyuni
yes gitu Lisa jangan kasi kesempatan tuk nya sedikit pun kmu hrs tegas dn g boleh lemah menghadapin s benalu yg merepotkan biar dia kapok sekarang ..
goodnovel comment avatar
Yati Syahira
depak sampah pada tempatnya lisa ,ayo thoor terapinya jlnya biar lisa cepet sembuh lagi dan bisa berjln normal lagi
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • BUKAN SUAMI ALIM TAPI DZALIM   Bab 45. Menerima TakdirNya (Tamat)

    POV : Dimas Aku tak tahu siapa yang harus kucurigai perihal foto menjijikkan itu kecuali Brama. Namun sepertinya dugaan Nila ada benarnya. Ayu bukan tipe perempuan yang mudah menyerah, dia bahkan tipe perempuan ambisius yang menghalalkan segala cara demi impiannya. Ketiga istriku, hanya dia yang memiliki sifat paling berbeda. Dia terlalu kasar sementara istriku yang lain cenderung lembut dan lebih sopan. Setidaknya, mereka masih lebih menghargai statusku sebagai suami dan tak semena-mena. Kebetulan hari ini ada interview di sebuah perusahaan yang bergerak di bidang jasa. Aku berharap kali ini lamaranku diterima, sebab telah puluhan email kukirimkan ke sana-sini tapi sia-sia. Sebagian perusahaan menginginkan calon karyawan yang berpengalaman dengan lampiran surat pengalaman kerja masing-masing, sayangnya aku tak memiliki itu sebab dipecat begitu saja oleh Lisha. Perusahaan lain menginginkan karyawan yang fresh graduate, sementara aku justru sebaliknya. Aku hanya bisa pasrah dan per

  • BUKAN SUAMI ALIM TAPI DZALIM   Bab 44. Fitnah Menjijikkan

    POV : Dimas Beban hidup terasa semakin berat serang. Ekonomi belum stabil ditambah harus menuruti kemauan Ayu yang terkadang kelewat batas. Dia semakin menjadi sejak berpisah dengan mantan suaminya itu. Kesakitan karen pengkhianatan yang dilakukan suaminya, seolah dia lampiaskan padaku yang tak tahu apa-apa. Harusnya aku tak perlu menghidupinya, tapi Adam tetaplah anak kandungku. Bagaimana mungkin aku tega melihat dia kedinginan dan kelaparan bersama ibunya, sementara aku bisa tidur lelap dengan perut kenyang sekalipun banyak beban pikiran. Mau tak mau aku mengontrakkan Ayu dan Adam tak jauh dari kontrakanku. Di sana Ayu bekerja sebagai tukang cuci gosok, cukup buat makan sehari-hari sementara uang kontrakan tetaplah aku yang membayarnya. Awalnya Nila menolak, tapi mau tak mau dia harus mengiyakannya sebab nggak mungkin juga meminta Ayu dan Adam untuk tinggal satu atap di sini. Kasihan juga dia kalau nggak kucarikan kontrakan. Ayu sudah tak memiliki rumah di kampung dan ta

  • BUKAN SUAMI ALIM TAPI DZALIM   Bab 43. Malaikat Kecil

    POV : Lisha Sejak menikah dengan Bang Akbar, hari-hariku semakin bahagia. Dia tulus, tak seperti mantan suamiku yang ternyata hanya modus. Perhatian dan cinta yang diberikan Bang Akbar membuat duniaku terasa lebih indah. Aku lebih bisa menghargai diri sendiri dan semakin yakin jika Allah memberikan sesuatu di saat yang tepat bukan terlambat. Kehamilan ini masuk minggu ke-18. Menginjak trimester dua yang tak lagi mual dan pusing seperti trimester sebelumnya. Aku sudah mulai mau makan dan tak lagi pusing jika mencium aroma menyengat. Syukuran empat bulanan sudah digelar beberapa hari yang lalu dengan dihadiri para tetangga dan saudara. Mereka mengucapkan selamat dan mendoakan kebaikan untukku dan janin yang ada dalam rahimku. Teringat kembali ucapan mereka saat itu. "Mbak Lisha, selamat berbahagia akhirnya merasakan hamil yang begitu mendebarkan dan menggemaskan. Aku yakin nanti kalau anaknya cewek, pasti bakal cantik seperti mamanya dan kalau cowok pasti tampan seperti papan

  • BUKAN SUAMI ALIM TAPI DZALIM   Bab 42 Kehidupan Berbeda

    Pov : Dimas Hari-hari buruk akan mulai menyapaku lagi. Aku yang baru mulai bangkit, kembali diterpa badai karena kedatangan Ayu tiba-tiba. Iya, Niken Rahayu. Dia mantan istri pertamaku yang kini kembali ke Jakarta untuk menemuiku bersama Ahmad, buah hatiku dengannya yang kini berusia dua tahunan. Mau tak mau, bisa tak bisa aku mengajak Ayu ke kontrakan. Tak mungkin tega membiarkan dia lontang-lantung dengan Ahmad di kota sebesar ini, bukan? Jelas aku tak tega, sekalipun aku dengannya sudah tak memiliki hubungan apa-apa. Kecuali sebatas mantan dan orang tua kandung Ahmad saja. "Itu kontrakanku bersama keluarga Nila. Tolong jangan jaga sikapmu pada mereka, sebab aku tak ingin membuat masalah lagi," ucapku setelah mematikan motor dan meminta Ayu untuk turun. "Harusnya aku yang bilang begitu, Mas. Kalau kamu nggak banyak tingkah, hidup kita juga aman saja. Nggak berantakan," balas Ayu sengit. "Sudah. Sudah. Nggak ada gunanya saling menyalahkan. Semua ini salah kita karena memanfaa

  • BUKAN SUAMI ALIM TAPI DZALIM   Bab 41 Masalah Baru

    Pov : Dimas Kehidupan jungkir balik mulai kulalui. Tenggelam dalam sesal jelas kurasakan. Namun hidup terus berjalan. Aku ngga mungkin selalu dirasuki rasa bersalah berlarut-larut. Lisha sudah bahagia dan aku harusnya juga begitu. Sama-sama bahagia meski dari ekonomi jelas berbeda. Tak mengapa, aku benar-benar ingin belajar dari nol hingga sukses. Lagipula, sebelum bertemu Lisha aku juga hidup dengan sangat sederhana. Aku bekerja keras untuk membahagiakan Ibu dan Niken. Iya, Niken. Entah bagaimana kabarnya. Terakhir kali aku mengiriminya uang tiga bulan yang lalu. Sampai sekarang aku belum transfer lagi karena memang nggak ada dana yang bisa dikirim. Buat makan sekeluarga aja sangat susah dan amat seadanya. Aku nggak mungkin kirim uang untuk Niken jika keluarga di sini masih sangat kekurangan. Biarlah. Lagipula suaminya juga bertanggungjawab, InsyaAllah dia nggak kekurangan jika sekadar makan. Nanti setelah ekonomi ku stabil, aku janji akan mengiriminya uang lagi untuk Ahmad.

  • BUKAN SUAMI ALIM TAPI DZALIM   Bab 40 Semakin Hancur

    POV : Dimas Aku tak tahu apa yang kurasakan detik ini saat kembali membayangkan Lisha bersanding dengan dokter itu di pelaminan. Rasanya benar-benar sulit dijelaskan. Sakit dan nelangsa. Teringat kembali ucapan Lisha waktu itu bahwa ada kalanya dia kecewa dan terluka karena pengorbanan dan kesetiaannya selama ini aku sia-siakan. Nyatanya kini roda itu benar-benar berputar. Dia sudah menemukan kebahagiaan dan cinta sejatinya, sementara aku justru sebaliknya. Aku tenggelam pada deretan masalah pelik yang selama ini belum pernah kurasakan. Depresi Nila belum sepenuhnya sembuh, ditambah masalah baru tentang tunggakan rumah ibu. Empat juta yang harus kulunasi minggu ini. Tak hanya itu saja, hutang ibu pun semakin menumpuk di warung karena memang hanya mengandalkan aku sebagai tulang punggung. Sebenarnya tak masalah hanya aku yang mengurus keuangan rumah, etidaknya bapak dan ibu lebih menghargai kerja kerasku. Tak selalu menuntut ini itu bahkan seolah meremehkan usaha yang sudah kul

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status