“Kamu mau nikah, Farrel?” Emma, ibu Farrel tanpak terkejut mendengar putranya akan menikah dalam waktu dekat ini.
“Iya, Bu. Aku meminta restu darimu.” Farrel mendekap sang ibu.
“Tapi ... apakah Dinara bersedia kamu nikahi?” tanya Emma tampak cemas.
Farrel tersenyum. “Dia bersedia, Bu. Om Yandra meminta kami menikah akhir bulan ini.”
Farrel menceritakan segala yang terjadi pada ibunya. Pria itu tak tega menolaknya. Karena jasa-jasa Yandra dalam kehidupan mereka sudah cukup banyak. Bahkan, biaya sekolah Farrel hingga kuliah pun di bantu oleh Yandra. Jadilah, dia merasa berhutang budi.
Lagipula tampaknya menikahi gadis seperti Dinara pun tidak cukup buruk untuknya. Meskipun Dinara terlihat begitu kesal padanya, tetapi itu tidak masalah bagi Farrel. Dia sudah menyiapkan beberapa hal untuk bisa menjalankan tugasnya setelah menikah nanti.
“Baiklah. Semoga gadis itu memang jodoh terbaikmu.” Emma mendekap putranya.
Sementara di tempat lain, Dinara sedang mengamuk kesal di dalam kamar. Kalau gadis lain pasti akan menangis sesenggukkan memeluk guling di atas kasur ketika dijodohkan dengan lelaki yang tidak dicintai. Tapi tidak dengan Dinara. Berkali-kali dia meninju-ninju tembok. Dia mondar-mandir di dalam kamar dan meninju apa saja yang terlihat.
Kamar dengan nuansa monochrome itu lebih cocok menjadi kamar laki-laki daripada kamar seorang gadis. Poster-poster bergambar motor sport terpampang di segala sisi. Terdapat juga sebuah gitar di sisi tempat tidur yang beralaskan sprei berwarna abu-abu tua. Tidak ada sedikitpun kesan feminim dari kamar itu, sama seperti orangnya.
“Sialan!!! Kenapa gue harus terjebak kayak gini, sih! Kenapa juga Papa pake ngancem gue gak dapat warisan kalau gue gak nikah sama cowok itu!” Dinara geram sendiri.
Dia membanting tubuh di atas kasur sembari melempari bantal.
“Kalau bukan karena warisan, ogah banget gue nikah sama Kak Farrel! Huh. Lihat aja nanti, gue bakal buat dia nyesel udah nikahin gue!!” Dinara bergumam sendiri. Menyusun siasat demi siasat untuk mengerjai suaminya nanti.
Waktu berlalu begitu cepat, sebelum menikah, Dinara sangat di awasi ketat oleh orang-orang kepercayaan ayahnya. Tidak boleh ke mana-mana sampai tiba hari pernikahan.
Dalam benaknya, tidak pernah terbayangkan dia akan menikah secepat ini. Dia bahkan tak punya waktu untuk menjelaskan semuanya pada Theo—pacarnya itu. Dinara hanya sedang menyusun siasat cerdik agar perlahan membuat Farrel menyesal.
“Aku nggak mau pernikahan yang besar-besaran loh, Pa. Mau yang biasa aja. Toh, yang penting sah, kan?” ujar Dinara saat berada di ruang tamu bersama Yandra juga Farrel dan Emma.
“Saya juga setuju, Om. Lebih baik, pernikahan yang sederhana saja.” Farrel menambahkan. Hal itu pun disetujui oleh Yandra.
Tidak masalah bagi Yandra, yang jelas putri bungsunya sudah bersedia dinikahkan saja itu sudah hal yang luar biasa.
***
Tiba waktunya hari pernikahan. Semua tamu sudah siap di aula pernikahan. Farrel semakin gagah dengan setelan jas hitam ala pengantin. Dia di antar oleh ibu dan adik perempuannya, beserta kerabat dekat mereka. Sementara di ruangan lain, Dinara sedang dirias begitu cantik.
Gadis tomboy itu disulap menjadi pengantin perempuan yang sangat anggun dan cantik. Dinara mengenakan gaun pengantin yang mencetak lekuk tubuhnya menjadi tampak indah. Rambutnya di sanggul sedemikan rupa ditambah mahkota di atas kepalanya.
Yandra yang melihat itu pun semakin senang sekaligus terharu. Andaikan putrinya sehari-hari dapat berpenampilan cantik layaknya seorang perempuan.
“Kamu lebih cantik seperti ini, Nak.” Yandra memasuki ruangan itu setelah putrinya selesai di rias.
“Yaiyalah, Pa. Namanya juga perempuan apalagi pake make up kayak gini, pasti cantik!” kata Dinara sembari mengelap lipstik di bibir yang menurutnya lumayan tebal itu.
“Semoga setelah menikah dengan Farrel, kamu akan berubah ke arah yang lebih baik. Kamu harus nurut sama suamimu setelah ini!” ujar Yandra.
“Pa, kenapa sih Papa malah milih Kak Farrel? Dia itu kan bukan orang kaya raya loh, Pa. Cuma kerja di kafe sama minimarket aja, aku mau dikasih makan apa coba? Dia juga udah gak punya ayah, dan jadi tulang punggung keluarganya!” Dinara kembali mengeluh.
Yandra hanya tersenyum dan merangkul bahu putrinya. “Dia itu boss dari kedua tempat itu. Farrel pria yang bertanggung jawab, dia pasti bisa menafkahi dan membahagiakan kamu sesuai kemampuannya.”
Dinara melebarkan mata. “Jangan-jangan ini emang rencana Papa aja ya? Sengaja nikahin aku sama cowok bokek kayak dia, biar aku hidup susah begitu?!”
“Husttt! Kamu itu harus bisa menjaga sikap dan tutur katamu, Dinara. Pokoknya apa yang papa pilihkan untukmu, itu sudah yang terbaik!”
“Tapi kenapa Papa gak nikahin aku sama cowok yang kaya aja sekalian? Yang orang tuanya sepadan gitu sama Papa!” Dinara terus protes.
“Papa punya beberapa alasan kenapa harus Farrel yang menjadi suamimu. Pertama, dia anak sahabat baik papa. Kedua, dia pria yang mandiri dan bertanggung jawab. Kebaikannya gak usah diragukan lagi. Buat apa lelaki kaya tapi hanya memanfaatkan kekayaan orang tua saja?! Buat apa kaya tapi gak bisa mandiri dan bertanggung jawab! Udah, kamu gak usah banyak protes dan ngeluh, kalau kamu ngeluh lagi, papa tarik hak waris kamu!” ancam Yandra.
Tentu saja kalau sudah menyinggung warisan, Dinara terpaksa diam.
“Oh ya, apa Kak Indira gak bisa dateng, Pa?” tanya Dinara, mulai mengalihkan pembicaraan.
“Dia masih sibuk di London. Mungkin bulan depan dia baru bisa kembali,” ujar Yandra. “Ya udah, papa tinggal dulu ya. Nanti papa ke sini lagi buat jemput kamu ke altar.”
Tak lama ponsel Dinara bergetar. Ada sebuah pesan singkat yang masuk. Gegas dia mengusap layar dan membaca sebuah pesan itu.
“Kak Indira?” gumam Dinara. Tentu saja, pesan dari kakaknya itu membuat hatinya sedikit sedih.
‘Hai, Din. Happy wedding ya. Maaf banget aku gak bisa dateng, masih ada studi yang belum selesai di sini. Bahagia selalu adikku.’
Dinara menghela napas kemudian membalas.
‘Kamu udah tau aku mau nikah sama siapa, Kak?’
‘Sama siapapun aku percaya, kalau lelaki itu adalah lelaki yang beruntung karena telah meluluhkan hati adikku yang nakal ini. Aku yakin, keputusanmu untuk menikah adalah yang terbaik, karena pasti kalian saling mencintai.’
Dinara mendadak berkaca-kaca. Padahal dia merasa sangat kesal karena pernikahan ini begitu mendadak dan dia tidak menikah dengan pria yang dicintai.
***
Pengantin pria sudah memasuki altar, rangkaian demi rangkaian acara pun mulai berlangsung. Dinara berjalan bersama Yandra menuju tempat di mana ia akan diserahkan pada orang lain untuk dijadikan istri.
Pengucapan sumpah pernikahan pun berlangsung. Meski sempat ragu-ragu, Dinara tetap menjalankannya dengan baik.
Sepasang pengantin itu mulai menyematkan cincin. Setelah selesai bertukar sumpah dan cincin, lalu tatapan mereka beradu, saat tiba waktunya mereka harus saling menautkan bibir sebagai ciuman pertama dalam pernikahan.
Farrel menaikkan sebelah alis menatap Dinara yang kini jantungnya berdebar-debar. Bahkan tak sanggup menatap wajah suaminya. Kemudian tanpa ragu, Farrel langsung mendaratkan kecupan di bibir sang istri.
Next...
Renata dan Emma terkikik melihat ekspresi Dinara yang tampak malu-malu.“Cemburu itu wajar loh. Katanya kalau cemburu itu tanda sayang!” kata Emma dengan senyuman lembut.Dinara sendiri hanya bisa tersenyum, karena tujuan utamanya adalah untuk mencaritahu siapa seseorang dibalik kejadian yang menimpanya malam itu. Entahlah, kalau melibatkan keluarga pastinya akan seperti ini. Pikiran mereka melayang jauh. Tapi biarlah.“Ren, langsung berangkat yuk. Aku udah hampir telat nih!” Dinara langsung berdiri dan memilih untuk bergegas.Renata pun mengangguk dan setelah berpamitan, mereka langsung menuju teras. Renata dan Dinara memilih untuk naik motor berboncengan agar lebih cepat sampai ke kampus sekaligus menghindari kemacetan.Kali ini Dinara yang membawa motor berjenis matic itu. Renata sangat terkejut ketika pertama kali di bonceng oleh Dinara yang mengendarai dengan kecepatan tinggi sekaligus tak segan salip-menyalip.&
Dinara merasa serba salah, di bagian hatinya yang lain ia seperti bisa merasakan kalau Theo tidak sepenuhnya bersalah, tapi di sisi lain, bukti kejahatan Theo sudah sangat jelas terlihat.“Aku gak tau apa mauku. Andaikan aku mau sesuatu, tentu saja aku tidak akan pernah mendapatkannya lagi.” Entah mengapa Dinara mendadak jadi melankolis. Matanya mulai pun berembun.“Aku tau kamu masih sangat mencintainya, Dinara. Aku hanya orang ketiga yang hadir di antara kalian. Aku yang harusnya minta maaf, karena sampai aku berada di ambang kematian pun, nyatanya perasaanmu tetap miliknya!” Farrel pun menjadi sangat perasa saat ini.Mungkin ada kalanya ia merasa lelah karena memperjuangkan cintanya itu. Sejauh ini, ia pikir Dinara akan benar-benar melupakan Theo, tapi kenyataannya Dinara masih mendengar baik apa yang dikatakan oleh mantan kekasihnya itu.“Aku gak seperti itu, Kak. Dia gak akan datang lagi. Dia sudah pergi!” tegas Di
Pada malam harinya, Farrel merasa ada yang berbeda dengan istrinya. Harusnya Dinara gegas ke meja makan, karena sedari tadi Emma dan Renata sudah menunggu mereka. Namun, sampai setengah makanan Renata dan Emma hampir habis, Dinara belum juga keluar kamar.“Farrel, ke mana istrimu?” tanya Emma.Farrel yang sedang melahap puding pun hanya menggeleng. “Tadi sih lagi mandi. Nggak tau kalau sekarang.”“Panggilkan gih. Emang gak mau makan malem?” kata Emma.Farrel pun mengangguk dan beranjak dari ruang makan menuju kamarnya. Sementara Renata memperhatikannya dengan tatapan aneh. Tentu saja dia berpikir kalau Farrel dan istrinya tengah bertengkar karena masalah tadi pagi.“Bu, tau nggak?” Renata berbicara pelan-pelan. Sembari menilik ke arah pintu kamar Farrel yang sudah tertutup.“Ada apa?” Emma penasaran.“Itu loh, tadi pagi ada cowok datang ke rumah. Nanyain Kak Dinara,&rdq
Dinara termangu mendengarnya. Melihat cara Theo menyampaikan itu semua, membuat Dinara jadi berpikir. Sejauh ini pria itu terus bersikeras membuktikan bahwa ia tidak bersalah atas kejadian malam itu, dan mungkin saja yang dikatakannya benar.Sementara di tempat lain, Renata rupanya tidak benar-benar bergegas ke sekolah. Ia berputar arah dan memilih untuk memperhatikan dari kejauhan apa yang sebenarnya terjadi dengan pria itu dan kakak iparnya. Perasaannya mendadak tidak enak, tentu saja pikirannya melayang jauh.“Keterlaluan kalau sampai lelaki itu beneran pacarnya Kak Dinara! kalau dulu Kak Dinara berani kabur, artinya gak menutup kemungkinan sekarang juga mereka ada niatan untuk kabur. Duh, semoga aja Kak Farrel cepat datang!” Renata bersembunyi di balik tembok rumah tetangga dan terus mengawasi.Sebelumnya, gadis itu pun sudah menghubungi Farrel, dan memberitahukan kalau ada seorang lelaki yang mengaku kekasihnya Dinara datang ke rumah mereka. Ten
Theo langsung terdiam dengan mata yang melotot.“Apa? jadi anak ingusan ini adiknya si Farrel?” gumam Theo masih tak percaya. Berarti semua sesuai dugaan awalnya, kalau gadis berseragam SMA ini adalah adiknya Farrel.Renata masih menatap tajam ke arah Theo yang malah bergeming. Mungkin masih syok dan merasa bersalah karena main tuduh begitu saja. Sudah salah, berani ngotot pula.“Kenapa diem?” gertak Renata.Theo mengerjapkan mata. “Siapa yang diem.”“Idih, dasar orang nggak jelas. Emang situ siapa sih muncul terus di depan saya?” Renata masih tak kalah geram.Theo jadi bingung harus berkata apa. Faktanya gadis yang menantangnya ini ternyata pemilik rumah itu juga. Dia jadi mati kutu.“Lah, malah bengong! situ cari siapa sih?” tanya Renata tak sabaran.“Lo seriusan adiknya si kacung itu?” Tanpa berpikir, Theo langsung bertanya demikian, bahkan tak segan men
Theo masih berdiri menyaksikan perbincangan ayahnya yang sangat mencurigakan itu. Namun, dia tidak terlalu bodoh untuk bisa menyimpulkan apa yang sudah terjadi ini.“Tidak salah lagi. Papa benar-benar ada kaitannya dengan kejadian di klub malam itu. Dan, sepertinya dia tidak bekerja sendiri. Melainkan ada seseorang yang turut terlibat dalam masalah ini.” Theo bergumam dengan mata yang awas.“Sudahlah. Lebih baik kau istirahat saja, Nyonya. Kumpulkan tenagamu untuk rencana besar nanti. Kali ini aku memang tidak akan banyak terlibat, tapi aku akan tetap memantau. Aku yakin, ide yang satu ini pasti akan membuat hubungan Dinara dan Farrel segera berakhir.” Marva terkekeh.“Tapi apa kau tidak takut, kalau Dinara berpisah dengan suaminya, lalu perempuan itu akan kembali pada putramu?” tanya wanita itu di seberang panggilan.Marva tergelak. “Tidak akan terjadi. Theo akan segera berangkat ke New York. Dia akan bahagia di