Share

Perjanjian Gaib

Bingung, entah ke mana tempat yang harus Kenanga tuju untuk mencari keluarganya. Terlalu banyak tumpukan mayat di sejauh mana matanya memandang.

Terutama yang dibentuk serupa bukit kecil. Ia melihat ke kiri dan ke kanan. Membalikkan tubuh demi tubuh untuk mengenali Ayah, Mak dan cut kaknya bahkan, berharap masih ada warga kampung selamat. 

Gadis bisu itu memasuki rumah guru ngajinya. Kosong. Ranjang kayu bahkan telah bermandikan darah. Di lantai berserakan beberapa benda tajam yang digunakan untuk melawan serdadu Belanda. Ia turun lagi dari rumah tersebut. 

Saat melangkah, sebuah tangan memegang kaki Kenanga. Gadis itu jongkok, seseorang yang sangat dikenali masih hidup. Teman sepermainan dan seperlatihan, Nur. Nampak jelas di matanya perut Nur tertancap pisau. 

Dengan bahasa isyaratnya Kenanga meminta agar Nur bertahan sebentar lagi. Ia akan mencari tumbuhan obat-obatan. Akan tetapi, Nur hanya menggeleng saja.

Kenanga memandang dengan penuh iba. Nur memintanya agar lebih dekat. Gadis itu menurut, ia membawa kepala sang teman dalam pangkuannya. 

Sekuntum bunga cempaka yang telah layu dan menguning Nur berikan padanya. Sebagai isyarat mengabarkan berita tentang cut kaknya.

Dengan sisa tenaga yang ada setelah berjuang menahan sakaratul maut beberapa hari, Nur mencoba menggerakkan bibirnya. 

“Cut Kak, di-diba-wa penjajah.” Nur meringis menahan nyeri di perutnya, “Se-selamatkan dia.” Tak lama kemudian kepala gadis itu terkulai, ia menutup mata untuk selama-lamanya usai menyampaikan pesan terakhir. 

Kenanga meletakkan jenazah Nur setelah wajahnya ditutup kerudung. Ia tak sempat untuk bersedih lama-lama. Bergegas adiknya Cempaka menelusuri wilayah kampungnya mencari keberadaan keluarganya yang lain. Meski isi kepala gadis itu terus mendesak untuk menyelamatkan kakaknya saat ini juga. 

Kenanga memandang tumpukan jasad manusia yang serupa bukit kecil. Batinnya ingin mengubur semuanya tapi, akan memakan waktu yang sangat lama. Ia bingung sendiri harus bagaimana, sedangkan ia merasa sangat tak beradab jika membiarkan jenazah para syuhada membusuk dan hancur begitu saja. 

Satu buah benda yang begitu ia kenali membuatnya menyentuh tangan yang terlentang begitu saja di antara mayat yang telah dibakar. Tangan itu berhiaskan gelang dengan ukiran bunga sebagai tanda pemiliknya adalah istri Kepala Kampung Rikit Gaib, orang yang sangat disegani. 

Lagi, gadis itu duduk memegang tangan maknya. Ia tak jijik sedikit pun mencium dan menyentuhnya meski telah hangus dibakar api. Berkali-kali bibirnya bergerak memanggil maknya. Gadis itu duduk di sana cukup lama tanpa tahu berbuat apa-apa hingga ia tertidur. 

*** 

Tubuh Cempaka diguyur air hujan. Sementara yang lain berlindung di dalam tenda menghalau dingin malam yang begitu menusuk tulang.

Kakak Kenanga membuka mulutnya, ia meminum tetes demi tetes air sebagai rezekinya hari ini. Sejenak tenggorokannya yang sangat kering dan perutnya yang lapar luar biasa terisi oleh berkat yang dikirimkan Allah untuknya.

Selepas itu ia salat di dalam jeruji, seadanya, semampu yang ia bisa meski kedua tangannya diikat tali. 

“Meneer, mengapa kau biarkan mevrouw kedinginan? Bukankah kau bilang menyukainya?” tanya wakil Daalen padanya. 

“Benar, aku memang menyukainya,” jawabnya sambil memakan sepotong apel, “tapi aku juga ingin melihat kesombongannya runtuh, hingga ia memohon dan berlutut di bawah kakiku. Dia juga perlu sedikit didandani. Sampai di kediamanku nanti akan kuserahkan ia pada kepala pelayan. Gadis itu harus mau memakai sutra mahal dari negara kita.” 

“Dank je wel, Menerr,” sahut bawahannya ketika Daalen menuangkan segelas air padanya. 

Tak lama usai makan malam, terdengar riuh suara para serdadu. Lelaki berkumis tebal dan bawahannya keluar. Petinggi Belanda itu memanggil dan menanyai bawahan lainnya.

Penyebab keributan yang terjadi adalah Cempaka yang berhasil membobol penjara. Gadis itu bahkan mencoba lari di hari hujan lebat ke dalam hutan. 

Daalen dipayungi oleh wakilnya memerintahkan agar lima orang serdadu lain turut bersamanya. Ia memerhatikan sendiri bagaimana sekuat tenaga Cempaka mencoba berlari dalam keadaan lemah dan terpeleset karena licinnya medan yang ia tempuh. 

Dengan kode dari tangan Daalen, para serdadu menyiagakan senapannya. Mereka membidik Cempaka yang masih mencoba untuk bangkit.

Saat tangan itu diayunkan lima buah timah panas dilepaskan tepat mengenai tubuh Cempaka. Gadis itu langsung jatuh lemas di tanah dengan berlumuran darah.

*** 

Kenanga bangun dengan napas terengah-engah. Mimpi tadi terasa begitu nyata baginya. Kakaknya ditembak lalu mayatnya dibiarkan begitu saja. Gegas gadis bisu itu berdiri. Ia ingin mengejar dan menyelamatkan Cempaka. 

Namun, ia bimbang. Lalu bagaimana dengan mayat-mayat ini? Kenanga mondar-mandir ke sana kemari sambil terus berpikir mencari akal. Hingga, kedua matanya membulat.

Ada sebuah cara untuk mengatasinya. Cara yang dari dulu berkali-kali diucapkan oleh guru ngajinya agar dijauhi dan dilupakan. Cara yang bisa menyebabkan aqidah melenceng. 

Gadis berkerudung hitam itu berlari ke bawah rumahnya. Ia mengambil cangkul lalu menggali sekuat tenaga hingga kedalaman beberapa meter. Di bawah rumahnyalah harta kekayaan Kampung Rikit Gaib turun-temurun dikuburkan. Harta yang diincar oleh dua serdadu yang ia bunuh. 

Sebuah kotak kayu berwarna hitam ia tarik keluar. Kotak yang diganti setiap berapa tahun sekali dan dilapisi kain berwarna hitam. Terburu-buru Kenanga membuka ikatan kain dan menghancurkan gembok besi dengan cangkulnya. 

Ia membuka kotak tersebut, ada beberapa emas dan perhiasan berharga yang dipercayakan warga kampung oleh ayahnya. Namun, bukan emas itu yang ia incar.

Setelah semua perhiasan Kenanga keluarkan akhirnya ia mendapatkan apa yang dicarinya. Sebuah kitab berukuran kecil yang berisikan mantra kuno untuk memanggil bantuan dari alam gaib. 

Gadis bisu yang tengah kebingungan melupakan pesan penting dari gurunya agar tak bermain-main dengan hal gaib. Ia buka kitab itu.

Kitab yang berisi kisah-kisah makhluk gaib dan konon jika seorang gadis membaca mantra yang tertulis di halaman belakang maka, makhluk terkuat akan datang memenuhi permintaannya. 

Kenanga duduk bersila dengan kitab di tangan. Ia membaca mantra dengan bahasa kuno di dalam hati. Beberapa saat menunggu tak ada yang berubah. Ia menarik napas panjang, mungkin makhluk yang disebut di dalam kitab memang tak ada.

Gadis itu lalu menyusun kembali kitab dan beberapa perhiasan di dalam peti, menutupnya dan ingin kembali menguburnya. 

Namun, saat ia menoleh kebelakang dan ingin mengambil cangkul. Kenanga dikejutkan oleh kehadiran seorang laki-laki berbadan tinggi dengan pakaian serba hitam. Merasa tak mengenal siapa dia, gadis tersebut kemudian menyiagakan diri dengan rencongnya. Khawatir jika lelaki itu menyerang terlebih dahulu. 

“Kau yang memanggilku? Ada keperluan apa?” Kenanga membaca gerak bibir lelaki itu. Gadis itu kemudian bingung sendiri. 

“Aku Datok Panglima makhluk bunian di tengah hutan yang kau panggil dengan mantra kuno itu. Apa kau ingin membuat kesepakatan denganku?” Adiknya Cempaka menegakkan bahu ketika menangkap maksud kedatangannya. Tak berpikir panjang lagi lekas gadis itu mengangguk saja tanpa memikirkan akibatnya. 

Dua makhluk beda alam itu saling berjabat tangan walaupun Kenanga sempat meragu. Berulang kali bisikan nuraninya memperingat agar mengabaikan bantuan dari alam lain.

Biarlah segala yang sudah terjadi menjadi ketetapan takdir Ilahi. Jasad yang sudah hangus terbakar tidak akan mengurangi nilai amal yang telah ditorehkan para syuhada. 

Akan tetapi, lagi-lagi Kenanga meragu. Ia melakukan pembicaraan batin bersama laki-laki yang menyebut dirinya Datok Panglima agar mengubur semua jenazah dengan layak. Dengan satu syarat yang harus diiyakan oleh Kenanga. 

Datok Panglima dengan kemampuan gaibnya menginjak tanah lapang tempat anak-anak Kampung Rikit Gaib biasa bermain. Pada pijakan ketiga banyak lubang kubur telah siap.

Makhluk yang menyerupai wujud manusia itu merentangkan dua tangannya. Melakukan sebuah gerakan dan mayat warga beterbangan begitu saja satu per satu memasuki liang lahat. 

Sebuah gelang jatuh di kepala Kenanga. Gelang yang dipakai oleh maknya. Ia lalu mengikuti jenazah yang ia yakini sebagai wanita yang telah melahirkannya. Kenanga mengikuti hingga tubuh itu tertutup oleh tanah berkat bantuan Datok Panglima. 

Beberapa saat gadis bisu itu duduk diam dan mengirimkan doa untuk ayah, mak, Yusuf, Nur juga warga lainnya. Ketika bahunya ditepuk oleh Datok Panglima gadis itu menyudahi semuanya. 

“Saat kau meminta bantuanku yang ketiga kalinya maka, kau akan menjadi milikku selamanya. Akan kubawa kau tinggal di alamku. Kau paham perjanjian yang kita sepakati tadi, bukan?” tanya Datok Panglima dan dijawab iya oleh Kenanga dengan bahasa isyarat. 

“Aku tunggu dua permintaanmu lagi.” Lelaki berpakaian serba hitam itu menghilang begitu saja dari hadapan Kenanga setelah memberikan satu benda padanya. 

Gadis itu mengembuskan napas panjang, ia harus berhati-hati dengan segala kejadian yang akan ia temui nanti. Jangan sampai ia mengucapkan dua permintaan lagi, jika tidak, habislah sudah. Ia tak tahu ke mana hidupnya akan berakhir.

Bersambung

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status