BUNDA, PULANGLAH KAMI TAKUT SAMA AYAH BAG 3.
**
Terakhir aku menghubungi Liana setelah itu dia memblokir nomor teleponku sehingga aku tidak bisa lagi menghubunginya. Aku benar-benar g e r a m dengan wanita itu yang sudah merebut segalanya dariku. Dalam hal ini Mas Emran juga perlu dipertanyakan karena dia lah yang membuka akses untuk menikahi Liana.
Saat ini, aku sedang menyusuni pakaianku. Akhirnya aku bisa juga menyelesaikan semua pekerjaanku di sini aku tidak tahu apakah aku akan kembali lagi ke negara ini atau tidak. Tapi yang paling terpenting adalah keadaan anakku. Suasananya sudah tidak kondusif lagi aku bekerja pun tidak tenang.
Aku hanya ingin segera kembali ke tanah air untuk melihat keadaan anak-anakku yang sudah sangat kurindukan. Tiba-tiba gawaiku ku bergetar dan aku melihat panggilan dari Mas Emran. Akhirnya dia menghubungiku juga. Mungkin dia curiga dari mana aku bisa mengetahui nomor Liana. Pasti lelaki itu akan bertanya hal ini kepadaku.
"Assalamualaikum, Raisa," katanya mencoba bermanis m u l u t.
Aku ber-de-cak kesal mendengar suaranya bahkan sekarang aku membencinya. Ingin sekali ku m a k i dirinya yang sudah menorehkan luka untukku.
"Waalaikumsalam," kataku berusaha tak terjadi apapun.
"Kamu di sana apa kabar, Raisa. Maafkan Mas beberapa hari ini Mas sedang kesel banget sama kamu karena kamu nggak memberikan uang seperti yang Mas minta. Padahal kamu tahu sendiri kebutuhan anak-anak banyak sekali tapi kamu tidak mengerti! Dalam beberapa tahun uang yang kamu berikan terus saja berkurang!"
Lagi dan lagi dia bertanya soal uang untuk menghubungiku. Ternyata beberapa kali aku menghubunginya dan dia tidak mengangkat hanya karena persoalan uang. Di mana, aku tidak setuju memberikan semua gajiku untuknya secara penuh. Tetapi dia selalu menuntut banyak untuk membahagiakan p e r e m p u a n itu.
Padahal sebelum-sebelumnya aku sudah memberikan semuanya untuknya dan berharap dia membangun rumah kami serta untuk modal usaha di sana. Namun apa dia bahkan tak peduli perjuanganku, hasil kerja kerasku di sini.
"Aku ingin bicara dengan anak-anak. Berikan telepon itu kepada Reyhan dan juga Rindu. Aku kangen sama anak-anakku!" kataku ke-sal.
"Baiklah Mas akan memberikan nomor telepon ke anak-anak. Tapi Mas mau bertanya satu hal sama kamu, Raisa."
"Apa yang kamu mau, Mas?"
"Anu ... Kamu simpan nomor tetangga? Atau Reyhan ada telepon kamu diam-diam?" tanyanya padaku.
"Apa maksud kamu bertanya seperti itu? Apa nggak boleh aku menyimpan nomor tetangga untuk bertanya keadaan anak-anakku dan itu adalah kebodohanku terlalu percaya kepadamu Mas. Sebenarnya apa yang kamu sembunyikan dariku. Aku mau minta kepada mu, kamu jangan menyakiti Rehan dan juga Rindu. Bagaimanapun mereka juga anak-anak kamu, Mas. Anak-anak kita bersama!"
"Nggak ada, Raisa. Mas sama sekali nggak menyembunyikan apa-apa dari kamu, semuanya terbuka. Apa yang kamu dengar dari tetangga semuanya gosip. Mas menjaga anak-anak dengan baik dan yang perlu kamu lakukan adalah bekerja dengan baik di sana. Percayalah kepada suamimu ini. Mas berusaha menjadi suami yang baik dan ayah yang baik untuk anak-anak kita!" dusta Mas Emran padaku.
"Tolong berikan teleponnya kepada anak-anak karena aku sangat merindukan mereka dan ingin berbicara dengan mereka," kataku dingin. Se-beku hatiku untuk Mas Emran. Aku gak percaya lagi padanya walau dia berbicara panjang lebar.
"Assalamualaikum, Bunda ...."
Mendengar suara Rindu pertahananku benar-benar runtuh. Aku menangis, bulir-bulir bening menjatuhi pipiku kemudian bertambah deras dan menganak sungai. Aku tak kuasa menahan rasa rindu yang begitu berat untuk putriku dan juga putraku yang ku tinggalkan hanya karena aku menginginkan kehidupan yang jauh lebih baik untuk kami.
Perih sekali rasanya hatiku mengingat perjuanganku yang sia-sia. Kalau sampai anakku dilukai dan disakiti oleh Mas Emran aku nggak akan tinggal diam.
"Waalaikumsalam, Sayang. Apa kabar?Bunda kangen sekali sama kamu dan ingin berjumpa"
Terdengar suara di seberang telepon juga parau karena tangis anakku.
"Kapan Bunda pulang? Pulanglah Bunda Rindu sangat kangen sama bunda dan ingin berjumpa ... Pulanglah Bunda," kata Rindu bergetar.
"Bunda Pulanglah ....," kata Reyhan juga bersedih.
"Insya Allah, Sayang. Doakan ya secepatnya. Apa yang terjadi sama kalian? Apakah kalian baik-baik saja? Apakah Ayah memperlakukan kalian dengan tidak baik? Katakan sama Bunda apa yang terjadi di sana?"
"Nggak ada apa-apa kok, Bunda. Semuanya baik-baik aja. Bunda kerja yang bagus aja di sana nggak usah memikirkan kami. Yang penting Bunda sehat bisa mengirimkan uang untuk keperluan sekolah kami yang banyak," kata Reyhan tiba-tiba.
Aku menghela napas panjang. Ini pasti kerjaan Mas Emran atau Liana yang menyuruh anakku berkata demikian. Tiba-tiba teleponnya sudah tidak diberikan lagi kepada anakku dan yang menghubungi aku kembali Mas Emran.
"Kamu udah dengarkan anak-anak ngomong. Yang penting kamu tetap kerja keras saja di sana untuk membahagiakan anak-anak mereka itu membutuhkan biaya pendidikan yang besar. Kamu segera berikan uang untuk membiayai pendidikan anak-anak kita," kata Mas Emran.
"Mas, aku masih ada urusan. Nanti aku menghubungimu lagi," kataku.
Percuma meminta lagi ke Mas Emran untuk berbicara pada anakku. Dia tak akan mengizinkan lagi. Aku harus berkilah dan dia tak boleh tahu aku pulang.
Hari ini adalah hari kepulangan ku ke tanah air. Perasaan ku tak menentu. Aku berpamitan dengan majikan yang sudah berbaik hati memberikan pekerjaan kepadaku. Kami berpelukan dan dia berkata kepadaku kalau aku harus kembali lagi untuk merawatnya. Sejujurnya berat meninggalkan pekerjaan ini tetapi anakku lebih membutuhkanku. Dengan hati ikhlas dan lapang dada, ku melepaskan pekerjaan ini dan kembali kepada anak-anakku. Aku hanya harus yakin kalau Allah selalu bersama hamba-hambanya yang bersabar.
Sebelumnya aku juga sudah mengucapkan perpisahan ke teman-temanku seperjuangan yang berada di sini. Mereka memberikan pelukan dan semangat padaku, terutama Marni, teman yang sering saling berbicara padaku.
"Aku doakan semua baik-baik saja, Raisa," katanya.
Kami saling berpelukan untuk saling menguatkan satu sama lain.
Tibalah aku di Bandara. Aku memandangi lagi semuanya di negara tempatku mengais rezeki. Ada banyak cerita selama berada di sini. Negara ini saksi perjuanganku untuk keluargaku.
Pesawatku lepas landas dan meninggalkan negara ini dan aku ingin segera bertemu anak-anakku. Tak terasa akhirnya aku sampai juga di tanah air.
Aku memeriksa gawaiku. Tadi, aku sempat ketiduran. Ada beberapa panggilan dari Lastri dan pesan yang di kirim Pak RT. Pesan itu membuat aku shock.
[Raisa, anak kamu, Rindu. Masuk Rumah Sakit. Segeralah pulang, Raisa dan jenguk anak kamu.]
Bagaikan petir di siang bolong. Aku terkejut dan bergegas menuju Rumah Sakit setempat di mana anakku di rawat. Tak akan ku maafkan siapapun yang menyakiti anakku. Rindu, Reyhan, Bunda, pulang, Nak.
Bersambung.
BUNDA, PULANGLAH KAMI TAKUT SAMA AYAH BAG 4.**POV RAISAAku terkejut membaca pesan dari Pak RT. Tak sangka kalau anakku masuk Rumah Sakit. Pak RT juga memberikan alamat Rumah Sakit setempat di mana Rindu dirawat. Dengan perasaan bergemuruh aku bergegas meninggalkan Bandara.Tak berselang lama aku mendapat telepon dari Lastri beberapa kali Lastri mencoba menghubungiku. Namun aku tidak mengangkatnya ketika aku di pesawat. Aku ketiduran sebab kelelahan akibat banyak pikiran.Aku segera mengangkat telepon dari Lastri setelah di Bandara. Apa yang membuat Lastri menghubungiku? Mungkin, ada hal penting yang ingin disampaikannya."Assalamualaikum, Lastri.""Waalaikumsalam, Raisa. Kemarin kamu bilang sama aku kalau kamu bakal pulang ke tanah air. Aku sedang di Bandara untuk menjemput mu. Kamu di mana sekarang?""Kamu serius. Makasih banget karena kamu benar-benar mau meluangkan waktumu untuk menyambut kepulanganku. Aku udah di Bandara sekarang""Tentu aja. Kamu sedang menghadapi masalah besa
BUNDA, PULANGLAH KAMI TAKUT SAMA AYAH 5.**PoV Raisa.Patah ....Satu kata yang menggambarkan perasaanku ketika melihat Rindu terbaring lemah di bangsal rumah sakit dan berada di ruang ICU. Aku b a n t i ng tulang bekerja agar kehidupan kami menjadi lebih baik tapi kenyataannya seperti ini.Apa gunanya aku pergi jauh-jauh kalau anak-anakku menderita. Kenapa balasan Mas Emran begitu tega kepadaku. Ini adalah cobaan yang begitu besar untukku menyaksikan buah hati tercinta terbaring tak berdaya."Pasien terkena benturan yang cukup keras di kebagian kepala sehingga menyebabkan dia tak sadarkan diri," kata Dokter yang menangani.Bulir-bulir bening berjatuhan mendengar perkataan Dokter. Pasti anakku mendapatkan perlakuan yang begitu kasar dari Mas Emran dan juga Liana. Padahal Rindu adalah anak kandung Mas Emran sendiri. Kenapa dia tega melakukan ini kepada Rindu?"Saya ingin pemeriksaan yang lebih lagi untuk anak saya, Dokter. Saya ingin seluruh tubuh anak saya diperiksa. Apakah anak saya
BUNDA, PULANGLAH KAMI TAKUT SAMA AYAH 6.Hai, Kak jangan lupa subscribe dan like ya 🙏**POV RAISA."Raisa, kamu jangan kasar sama Liana!" kata Mas Emran tak suka.Aku mencibirnya. Sekarang terang-terangan dia membela gundiknya."Kamu bela dia? Kamu gak suka kalau dia tersakiti?" kataku g e r a m."Bukan gitu, Raisa.""Sekarang kamu jujur aja, Mas. Kamu bisa kan jujur. Nggak perlu ke rumah segala. Apa hubungan kamu sama dia?!" kataku dengan kilatan amarah."Raisa. Ini masalah pribadi nggak mungkin kita menceritakannya di Rumah Sakit. Apalagi kita harus menghormati anak kita yang sedang sakit!" Mas Emran berkilah.Menghormati? Bukankah Rindu sakit juga ulah mereka."Kamu menghormati Rindu yang sedang sakit? Kamu tahu nggak apa yang terjadi sama Rindu ini sebenarnya perlu dilaporkan ke pihak yang berwajib. Kamu nggak lihat lebam-lebam di badannya dan juga tiba-tiba dia itu terbentur. Seharusnya sebagai orang tua kamu udah melakukan tindakan tegas. Tapi apa yang kamu lakukan? Kamu bahka
Aku melirik Liana dengan amarah yang begitu besar. Tatapanku setajam pisau yang baru saja diasah. Liana menelan ludah melihat wajahku dan dia terus saja menarik tangannya agar aku melepaskan. Begitu pula dengan mas Emran yang tidak menyangka kalau aku bisa berbuat seperti ini. Dia tahu bagaimana karakterku yang nekat. Dulu pun aku ke luar negeri karena benar-benar nekat sekaligus ada dorongan dari dia yang terus-menerus untuk mengangkat derajat keluarga kami menjadi lebih baik."Baik, kita bicarakan saja semuanya baik-baik," kata Mas Emran akhirnya.Aku pun kemudian memberikan pengertian ke Reyhan kalau Lastri itu wa-ni-ta baik dan dia temanku. Lastri tidak mencelakakan Reyhan. Aku tahu betul siapa Lastri, keluarganya, tempat tinggalnya, anaknya. Lastri juga membantu ku sejauh ini. Begitupun saat ini Lastri memberikan pengertian ke Reyhan kalau aku harus menyelesaikan masalahku dengan ayah dan juga gundik ayahnya."Sayang, kamu percaya sama Bunda kalau Bunda akan terus di sisi kamu da
BUNDA PULANGLAH KAMI TAKUT SAMA AYAH 7.**Jangan Lupa Subscribe ya Kak tersayang ❤️PoV RaisaAku sama sekali tidak terkejut mendengar perkataan Mas Emran yang mengatakan kalau mereka sudah menikah. Aku sudah tahu sebelumnya. Itulah yang menyebabkan diriku gusar ketika bekerja di luar negeri dan ingin segera pulang untuk melihat kondisi anakku.Namun, aku tersentak, Liana hamil. Ah, mereka sudah menikah mungkin terlebih dahulu selingkuh. Jadi wajar wanita di depanku ini hamil. Hal yang tidak ku sukai adalah dia menyiksa anak-anakku, menjadikan Rindu, Di rumah sakit. Sedangkan Reyhan nggak terurus. Bahkan anakku itu juga mengalami kekerasan yang aku belum melihat sendiri apa saja yang sudah dilakukannya ke Reyhan.Mereka peng-khia-nat dan tidak ada tempat untuk seorang pen-ja-hat seperti mereka."Kapan kalian menikah?" tanyaku."Sekitar enam bulan uang lalu, Raisa. Mas minta maaf," kata Mas Emran tertunduk.Aku tahu betul apa yang di katakannya itu palsu. Minta maaf? Kalau aku nggak p
"Astagfirullah, keterlaluan kamu, Mas. Itu uang hasil kerja kerasku. Seenaknya saja kamu gadaikan sesuka hati mu. Di mana pikiran kamu!" sentakku gak terima.Sakit hatiku. Dia melakukan ini sesukanya. Sepertinya pekerjaanku semua sia-sia. Untunglah masih ada tabungan hasil kerja kerasku selama dua tahun tak kuberikan sepenuhnya."Maafkan, Mas, Sayang. Maaf sekali ... Bantu Mas bayar cicilan rumah kita ke Bank ya," katanya memelas.**"Raisa .... Mas Minta maaf. Kita bisa bicara baik-baik," kata Mas Emran mengetuk pintu kamar setelah kami selesai dari Rumah Pak RT.Ternyata masalah kami lebih dari kompleks. Jadi tak bisa selesai sehari juga.Aku sengaja mengunci pintu kamar agar mereka tak menggangguku. Bagaimanapun ini tetap rumahku walau Mas Emran membangunnya atas nama dia. Makanya dia bisa gadaikan surat tanah dari rumah ini. Aku frustasi dengan ke-bo-do-han ku di masa lalu.Gawaiku bergetar dan itu panggilan dari Lastri. Lastri mengajak Reyhan jalan-jalan untuk menyenangkan hati a
BUNDA PULANGLAH KAMI TAKUT SAMA AYAH 8**Jangan lupa Subscribe ya Kak sebelum membaca 🙏PoV RaisaAku hendak beranjak meninggalkan Rumah bersama Reyhan dan juga Lastri karena berada lama-lama di sini juga membuat ku pusing. Aku ingin menjaga anakku di Rumah Sakit. Aku juga memikirkan membuat laporan ke Polisi, masalah ini adalah masalah hukum yang harus mereka pertanggungjawabkan."Raisa ... Kamu mau ke mana? Ini udah malam!" kata Mas Emran gak suka."Aku mau ke Rumah Sakit menjaga Rindu. Kamu lupa kalau anak kita sedang koma!" sentakku."Eh, itu. Biasanya kalau malam seperti ini ada perawat yang menjaga ataupun suster. Nanti kalau kenapa-napa mereka akan menghubungi Mas. Raisa, tidur di ruang ICU juga nggak bisa!" Mas Emran berkilah."Itu menandakan kamu sama sekali nggak peduli dengan anak. Aku ingin kamu segera melunasi hutangmu di Bank agar kita bisa cepat menjual rumah ini. Aku pergi dulu," kataku dengan suara pelan dan dingin."Raisa ... Reyhan di rumah saja. Udah malam juga b
"Kamu jangan takut, Nak. Bunda nggak akan diam aja kalau kamu disakiti oleh Ayah dan juga Liana. Bunda akan bertindak. Kita harus sama-sama bertindak agar mereka nggak semena-mena sama kamu. Sama Rindu dan sama Bunda juga," ucapku meyakinkannya."Reyhan dan Rindu sering di p u k u l, di ma-ra-hi, di ma-ki, di je-do-tin ke dinding. Reyhan sering di suruh ke sawah bantu tetangga yang punya sawah. Uangnya diambil Tante Liana. Kalau Reyhan lapor, yang ada Reyhan kena marah. Malam hari Reyhan masih di suruh kerja, cuci piring dan Rindu di suruh masak. Kadang kami di suruh Tante juga ngemis kalau gak ada kerjaan lain," katanya."Astagfirullah," kataku miris.Kupeluk anakku yang pasti menghadapi trauma besar."Sayang, kamu gak kabur?" tanyaku."Kalau ngemis biasanya Tante Liana ikut. Dia memantau. Reyhan gak berani kabur, Bun. Takut, makanya masih bertahan. Kasihan juga Rindu. Kalau Reyhan kabur kata Tante Liana bakal menyiksa Rindu," kata anakku sesenggukan.Aku tidak menyangka Mas Emran di