Share

BAB 6. RENO MULAI PERHATIAN

“Bunga, Vera benar, kamu saat ini sedang mengandung anakku, anak yang selama ini aku idam-idamkan bersama Vera, mungkin Tuhan telah memberi jalan seperti ini, mungkin ini sudah menjadi takdir  hidup kita Bunga,” ujar Reno.

Aku benar-benar merasa sangat pusing dan serabut salah, tetapi aku tidak bisa munafik, kalau sebenarnya aku sangat menginginkan saat-saat seperti ini.

Hanya saja, Vera lah yang lebih beruntung mendapatkan cinta dari Reno.

Aku kembali menatap ke arah Reno.

“Lalu, bagaimana dengan Vera?” tanyaku dengan tatapan mata yang kosong.

“Bunga, aku juga bingung, jujur ini bukan pilihanku, Vera mengancamku, jika aku tidak menikahimu, maka ia akan menggugat cerai aku, kamu tahu 'kan Bunga? Aku sangat mencintai Vera, walaupun aku tahu, dia tidak akan bisa memberiku keturunan,” ucap Reno

“Kalian berdua sangat egois, kalian hanya memikirkan diri kalian sendiri, apa kalian pernah berpikir, bagaimana pendapat orang-orang tentang diriku. Bagaimana jika keluargaku mengetahui semua ini.?” Bunga menangis terisak.

Reno berdiri dari tempat duduknya, dan mendekati Bunga.

“Bunga, tenanglah, kita hadapi ini semua bersama-sama, aku tahu, ini semua kesalahanku dan juga Vera, tapi aku mohon Bunga, jangan biarkan bayi yang tidak berdosa ini menanggung semua kesalahan kami.” Reno mendekap tubuh Bunga dan menenangkannya.

“Bagaimana mungkin, aku menikah dengan laki-laki yang tidak pernah mencintaiku.” Bunga menangis menahan rasa sakit di dadanya.

“Bunga, aku mohon menikahlah denganku, kita akan menjaga anak kita bersama-sama.” Reno berlutut di kaki Bunga dan mengeluarkan kotak berbentuk hati dan membukanya.

Bunga sangat terkejut dengan apa yang di lakukan oleh Reno, jujur ini adalah momen yang sangat di impi-impikan oleh Bunga selama ini.

Tapi mengapa Bunga harus menjadi yang kedua, mengapa semua ini terjadi pada saat Bunga sudah benar-benar melupakan Reno.

“Berikan aku waktu untuk memikirkan semuanya Mas,” ujar Bunga dan menutup sebuah kotak yang berisi cincin berlian itu.

“Baiklah Bunga, jika itu maumu.” Reno kemudian berdiri dan memeluk Bunga.

“Sekali lagi, maafkan aku Bunga, aku berjanji akan berusaha untuk mencintai kamu dan akan berlaku adil kepada Vera,” ujar Reno.

Bunga  membalas pelukan Reno dan menangis di pelukannya.

“Maafkan aku Vera.”

Reno kemudian melepaskan pelukannya, dan menawarkan diri untuk mengantar Bunga pulang.

“Binga, hari sudah semakin malam, aku akan mengantarmu pulang ke rumah,” ujar Reno.

“Baiklah,”

Saat sedang dalam perjalanan pulang, Bunga tidak henti-hentinya menengok ke kanan dan ke kiri, sehingga membuat Reno penasaran.

“Bunga, ada apa? Sepertinya kamu sedang mencari sesuatu,” tanya Reno.

“Iya Mas, enggak tahu kenapa, rasanya aku ingin sekali makan es buah yang segar,” ujar Bunga

Reno kemudian melihat jam di tangannya.

“Bunga, ini sudah pukul 23.00, mana mungkin ada yang jualan es Buah tengah malam begini,” ujar Reno menggelengkan kepalanya sambil terkekeh.

Bunga pun terdiam dan mengusap perutnya.

Sesaat kemudian Reno teringat sesuatu.

“Astaga, mungkin Bunga sedang ngidam, bukankah dia sedang hamil,” gumam Reno.

Reno kemudian mempercepat laju mobilnya, dan berhenti di suatu tempat.

“Mas? Ngapain kita berhenti disini? Apa ada sesuatu yang ingin kamu beli?” tanya Bunga.

“Ia, kita akan masuk ke dalam supermarket itu, dan membeli beberapa buah segar yang kamu inginkan, setelah itu, kita akan membuat es buah bersama-sama,” ucap Reno, dan mengajak Bunga ke luar dari dalam mobilnya.

Bunga sangat merasa nyaman saat mendapatkan perhatian dari laki-laki yang pernah ia cintai itu.

Setelah mereka berdua memilih beberapa buah yang diinginkan Bunga, mereka pun melanjutkan perjalanannya menuju ke rumah Bunga.

Sesampainya di rumah, Bunga kemudian menyiapkan bahan-bahan untuk membuat es buah tersebut.

Namun saat bunga sedang memotong buah apel, tiba-tiba tangannya teriris pisau.

“Aw ....”

Reno terkejut dan melihat ke arah Bunga, melihat tangan Bunga yang mengeluarkan darah segar, dengan cekatan Reno meraih tangannya dan menghisap darah yang keluar dari tangan Bunga, lalu membuangnya.

Hati Bunga semakin tidak karuan dengan perlakuan Reno kepadanya.

“Lain kali kamu hati-hati ya, sudah kami duduk saja di kursi, biar aku yang akan melanjutkan pekerjaanmu,” ucap Reno.

Bab 6.

“Bunga, Vera benar, kamu saat ini sedang mengandung anakku, anak yang selama ini aku idam-idamkan bersama Vera, mungkin Tuhan telah memberi jalan seperti ini, mungkin ini sudah menjadi takdir  hidup kita Bunga,” ujar Reno.

Aku benar-benar merasa sangat pusing dan serabut salah, tetapi aku tidak bisa munafik, kalau sebenarnya aku sangat menginginkan saat-saat seperti ini.

Hanya saja, Vera lah yang lebih beruntung mendapatkan cinta dari Reno.

Aku kembali menatap ke arah Reno.

“Lalu, bagaimana dengan Vera?” tanyaku dengan tatapan mata yang kosong.

“Bunga, aku juga bingung, jujur ini bukan pilihanku, Vera mengancamku, jika aku tidak menikahimu, maka ia akan menggugat cerai aku, kamu tahu 'kan Bunga? Aku sangat mencintai Vera, walaupun aku tahu, dia tidak akan bisa memberiku keturunan,” ucap Reno

“Kalian berdua sangat egois, kalian hanya memikirkan diri kalian sendiri, apa kalian pernah berpikir, bagaimana pendapat orang-orang tentang diriku. Bagaimana jika keluargaku mengetahui semua ini.?” Bunga menangis terisak.

Reno berdiri dari tempat duduknya, dan mendekati Bunga.

“Bunga, tenanglah, kita hadapi ini semua bersama-sama, aku tahu, ini semua kesalahanku dan juga Vera, tapi aku mohon Bunga, jangan biarkan bayi yang tidak berdosa ini menanggung semua kesalahan kami.” Reno mendekap tubuh Bunga dan menenangkannya.

“Bagaimana mungkin, aku menikah dengan laki-laki yang tidak pernah mencintaiku.” Bunga menangis menahan rasa sakit di dadanya.

“Bunga, aku mohon menikahlah denganku, kita akan menjaga anak kita bersama-sama.” Reno berlutut di kaki Bunga dan mengeluarkan kotak berbentuk hati dan membukanya.

Bunga sangat terkejut dengan apa yang di lakukan oleh Reno, jujur ini adalah momen yang sangat di impi-impikan oleh Bunga selama ini.

Tapi mengapa Bunga harus menjadi yang kedua, mengapa semua ini terjadi pada saat Bunga sudah benar-benar melupakan Reno.

“Berikan aku waktu untuk memikirkan semuanya Mas,” ujar Bunga dan menutup sebuah kotak yang berisi cincin berlian itu.

“Baiklah Bunga, jika itu maumu.” Reno kemudian berdiri dan memeluk Bunga.

“Sekali lagi, maafkan aku Bunga, aku berjanji akan berusaha untuk mencintai kamu dan akan berlaku adil kepada Vera,” ujar Reno.

Bunga  membalas pelukan Reno dan menangis di pelukannya.

“Maafkan aku Vera.”

Reno kemudian melepaskan pelukannya, dan menawarkan diri untuk mengantar Bunga pulang.

“Binga, hari sudah semakin malam, aku akan mengantarmu pulang ke rumah,” ujar Reno.

“Baiklah,”

Saat sedang dalam perjalanan pulang, Bunga tidak henti-hentinya menengok ke kanan dan ke kiri, sehingga membuat Reno penasaran.

“Bunga, ada apa? Sepertinya kamu sedang mencari sesuatu,” tanya Reno.

“Iya Mas, enggak tahu kenapa, rasanya aku ingin sekali makan es buah yang segar,” ujar Bunga

Reno kemudian melihat jam di tangannya.

“Bunga, ini sudah pukul 23.00, mana mungkin ada yang jualan es Buah tengah malam begini,” ujar Reno menggelengkan kepalanya sambil terkekeh.

Bunga pun terdiam dan mengusap perutnya.

Sesaat kemudian Reno teringat sesuatu.

“Astaga, mungkin Bunga sedang ngidam, bukankah dia sedang hamil,” gumam Reno.

Reno kemudian mempercepat laju mobilnya, dan berhenti di suatu tempat.

“Mas? Ngapain kita berhenti disini? Apa ada sesuatu yang ingin kamu beli?” tanya Bunga.

“Ia, kita akan masuk ke dalam supermarket itu, dan membeli beberapa buah segar yang kamu inginkan, setelah itu, kita akan membuat es buah bersama-sama,” ucap Reno, dan mengajak Bunga ke luar dari dalam mobilnya.

Bunga sangat merasa nyaman saat mendapatkan perhatian dari laki-laki yang pernah ia cintai itu.

Setelah mereka berdua memilih beberapa buah yang diinginkan Bunga, mereka pun melanjutkan perjalanannya menuju ke rumah Bunga.

Sesampainya di rumah, Bunga kemudian menyiapkan bahan-bahan untuk membuat es buah tersebut.

Namun saat bunga sedang memotong buah apel, tiba-tiba tangannya teriris pisau.

“Aw ....”

Reno terkejut dan melihat ke arah Bunga, melihat tangan Bunga yang mengeluarkan darah segar, dengan cekatan Reno meraih tangannya dan menghisap darah yang keluar dari tangan Bunga, lalu membuangnya.

Hati Bunga semakin tidak karuan dengan perlakuan Reno kepadanya.

“Lain kali kamu hati-hati ya, sudah kamu duduk saja di kursi, biar aku yang akan melanjutkan pekerjaanmu,” ucap Reno.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status