Share

2. KELAMNYA MASA LALU

Masa sebelum prolog...

Beberapa lelaki menodongkan pistol ke arah kepala dua orang manusia yang berlutut di lantai dengan dua kaki dan tangan yang terikat, serta mulut mereka yang disumpal kain.

"Jangan! Jangan sakiti mereka!" Teriak seorang lelaki berseragam militer yang keadaannya sama dengan dua orang tadi. Hanya saja mulut lelaki itu dibiarkan terbuka.

"Mamah... Papah... Kak Sam... Tolong... Lepas brengsek!" Jerit seorang perempuan lain di sudut ruangan yang berusaha melepaskan diri dari pelukan seorang lelaki yang hendak memperkosanya.

"Max, aku mohon! Jangan sakiti adikku! Lepaskan Anna!" Teriak lelaki itu lagi.

Lelaki bernama Max itu menyeringai saat sebelah tangannya berhasil menarik paksa satu-satunya pakaian yang masih membalut tubuh Anna.

Dia memperkosa Anna dihadapan keluarga wanita itu.

Ayah Anna, ibu Anna dan Kakak laki-laki Anna yang bernama Sammy.

"BAJINGAN! KEPARAT! KAMU PASTI MATI DI TANGANKU MAX! BIADAB!" Lelaki bernama Sammy itu terus meracau dengan caci maki kasar yang keluar tanpa henti dari mulutnya.

Tangisannya tak mampu lagi dia tahan melihat adiknya menjadi bulan-bulanan Max.

Sementara dia tak mampu melakukan apa-apa.

Sammy benar-benar merasa tak berguna.

Tubuh Anna meringkuk di pojokan ruang tamu setelah Max berhasil menikmatinya dengan sangat leluasa.

Max memakai kembali celananya dan merapikan pakaiannya yang berantakan.

Dia berjalan ke arah dua orang manusia renta yang duduk berlutut tadi.

Max mengambil alih salah satu senjata di tangan anak buahnya. Menekannya kuat-kuat di pelipis seorang wanita paruh baya bernama Larasati. Dia ibu Sammy dan Anna.

"Tolong, jangan bunuh ibuku! Bunuh aku saja! Jangan lukai mereka!" Kali ini Sammy tidak berteriak melainkan bicara dengan nada memelas dan memohon pada Max. Berharap lelaki itu berbelas kasihan pada keluarganya.

"Aku sudah bilangkan, aku paling tidak suka ditolak! Aku datang melamar Anna secara baik-baik! Tapi perempuan ini malah mengusirku!" Max memukul kepala Larasati dengan ujung senjata di tangannya.

Darah segar mengalir dari kepala wanita itu yang kini tersungkur di lantai.

"Ibu..." pekik Sammy tak berdaya. Lilitan tali yang mengikat tubuhnya sangat kuat, Sammy tak mampu berbuat lebih banyak untuk menolong Ibunya.

"Dan satu hal lagi yang membuatku muak, kau ingin tahu Sammy?" ucap Max kala itu.

Max mendekat ke arah Sammy dan berbisik di telinga lelaki itu.

"Ketika aku mengatakan pada Anna bahwa aku mencintainya, Anna justru mengatakan bahwa dia mencintai lelaki lain. Dan hebatnya, lelaki itu adalah kau, Mayor Sammy Immanuel,"

Max mengangkat kembali kepalanya, lalu dia bertepuk tangan.

"Sayangnya, drama romantis dua pasangan Kakak dan adik angkat itu kini harus berakhir tragis..."

Tatapan Max tertuju pada salah satu anak buahnya yang masih mengarahkan senjatanya ke kepala lelaki tua di sana.

Seketika sebuah letusan senjata terdengar.

"AYAAAHHH..." teriak Sammy berbarengan dengan rintihan tangis Ibunya yang terluka, juga Anna.

Tubuh lelaki paruh baya itu rubuh tepat di sisi tubuh istrinya yang tak lama kemudian menyusulnya tepat setelah dua letusan senjata kembali terdengar.

"IBUUUU..." teriak Sammy dan Anna tak berdaya.

Sammy masih menangis begitu pun Anna.

Tatapannya menusuk ke wajah Max.

Max yang saat itu memerintahkan pada anak buahnya untuk membawa Anna pergi, ikut bersama kawanannya, setelah lelaki itu berhasil melumpuhkan Sammy.

Max menembak dada Sammy dengan dua kali tembakan.

Saat itu dalam posisi setengah sadar, Sammy masih sempat mendengar teriakan Anna memanggil namanya.

Hingga setelahnya pandangan lelaki itu mengabur dan gelap.

*

"ANNAAA!"

Sammy terbangun dari tidur.

Dia terduduk di atas kasur lantai dengan tubuh yang basah oleh keringat.

Padahal cuaca di luar flatnya saat itu sangat dingin.

Mimpi buruk itu terus menghantuinya.

Membuat Sammy kembali larut dalam perasaan bersalahnya.

Dalam ketidakberdayaannya.

Sammy pikir, setelah dia berhasil membalaskan dendam keluarganya, maka semua kenangan pahit itu akan menghilang seiring waktu.

Nyatanya, Sammy salah.

Meski dia telah berhasil membunuh Max dengan tangannya sendiri, tapi perasaan bersalah itu tetap saja mengukung dirinya.

Memenjarakannya dengan sangat kejam.

Sammy bangkit dari kasur lantai yang menjadi tempat dirinya melepas penat dan lelah. Lelaki itu berjalan ke arah dapur untuk mengambil minuman. Sayangnya, dia tak menemukan stok air mineral di dalam lemari esnya.

Yang tersisa di sana hanyalah sebotol beer bermerk murah pemberian Ricky, sahabatnya.

Sammy mengambil botol beer itu, membukanya dan menenggaknya hingga habis tak bersisa.

Lelaki itu berjalan kembali menuju kamar.

Dia melepas kausnya yang basah.

Bertelanjang dada dia membuka jendela kamarnya lalu menyulut rokok.

Ditatapnya langit kelam di atas sana.

Sekelebat wajah gadis manis bernama Anna hadir dalam benaknya.

"Aku mencintaimu, Kak. Aku sudah menolak lamaran Max. Bahkan ayah dan Ibu sudah merestui hubungan kita..."

Ucapan terakhir Anna sebelum tragedi itu masih melekat kuat dalam ingatannya.

"Maaf, Anna. Tapi aku tidak bisa. Aku hanya menganggapmu sebagai seorang adik,"

Menjadi sebuah penyesalan besar untuk Sammy karena dia sudah menyakiti hati Anna sebelum adiknya itu dibawa pergi oleh Max.

Entah di mana kini Anna berada.

Sammy sendiri tidak tahu.

Sebab, Anna berhasil kabur dari tawanan Max, sebelum kedatangan Sammy untuk membunuh lelaki biadab itu.

Itulah sebabnya, kini Sammy terdampar di negara antah berantah ini, setelah Ricky sahabatnya memberinya informasi mengenai keberadaan Anna di negara ini, yakni Amerika serikat.

Tepatnya, di Las Vegas.

Sayangnya, setelah berbulan-bulan Sammy berada di sini, dia tak sama sekali menemukan titik terang atas keberadaan Anna.

Bahkan setelah uang dalam rekeningnya kini semakin menipis.

Uang yang dia dapatkan dari profesi baru yang akhir-akhir ini dia geluti.

Sebuah profesi yang muncul akibat rasa kecewanya terhadap ketidakadilan yang dia terima.

Setelah dirinya difitnah hingga menyebabkan pemecatan secara tidak hormat yang dialaminya di dunia militer.

Hidup dengan penuh penderitaan akibat siksaan secara brutal dan tak berkeprimanusiaan yang diterimanya selama mendekam di balik jeruji besi.

Semua hal buruk itu perlahan menimbulkan pemberontakan dalam diri Sammy. Hingga akhirnya, lelaki itu memutuskan sesuatu yang sebelumnya bahkan tak pernah terpikir dalam benaknya sekali pun.

Yaitu, menjadi seorang pembunuh bayaran.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status