Home / Lainnya / BUT HER FLY / Bab 6: Datangnya Situasi Tak Terduga

Share

Bab 6: Datangnya Situasi Tak Terduga

Author: ISXCK
last update Last Updated: 2025-03-20 17:09:13

Keesokan harinya, Clara terbangun dengan perasaan cemas yang lebih mendalam daripada sebelumnya. Pagi itu terasa sangat berat, seolah setiap langkah yang ia ambil membawa beban yang lebih besar. Rasa gelisah yang semalam masih menghantui pikirannya, dan meskipun ia berusaha keras untuk tidak memikirkannya, perasaan itu terus mengganggunya. Hari-hari yang semula terasa seperti rutinitas kini dipenuhi dengan ketidakpastian.

Lara, yang tampaknya mulai menyadari perubahan dalam diri Clara, menghampirinya pagi itu. Wajahnya lebih serius dari biasanya, dan ada sesuatu dalam tatapannya yang membuat Clara merasa bahwa ada yang akan berubah, sesuatu yang tak terduga.

"Kamu baik-baik saja?" Lara bertanya, matanya memeriksa Clara dengan seksama.

Clara mengangguk, meski dalam hatinya ia merasakan perasaan sebaliknya. "Ya, hanya sedikit lelah," jawabnya pelan.

Lara menyarankan agar Clara mengambil beberapa waktu untuk dirinya sendiri, berjalan-jalan atau sekadar duduk di luar, menikmati udara segar. Clara tidak menolak. Ia merasa perlu mengalihkan pikirannya dari kekacauan yang semakin terasa semakin dekat. Namun, apa yang dia tidak tahu adalah bahwa hari itu akan membawa situasi yang tak terduga, yang akan mengubah segala sesuatu yang dia kira dia pahami tentang dunia ini.

Sore itu, saat Clara melangkah keluar dari gedung, udara segar yang semula terasa menenangkan kini justru semakin menekan. Dunia luar terasa begitu asing, seperti tempat yang terlalu jauh dari kenyataan yang sedang ia jalani. Langkahnya mantap, namun pikirannya terus berkelana pada perasaan cemas yang menggelayuti.

Tiba-tiba, sebuah mobil hitam berhenti di depan Clara. Sebelum ia sempat bergerak, pintu mobil terbuka, dan seorang pria bertubuh besar keluar. Wajahnya tertutup sebagian dengan kacamata hitam, namun Clara merasakan ketegangan yang kuat dalam sikapnya. Pria itu berjalan mendekat dengan langkah tegas.

"Clara?" suara pria itu terdengar seperti perintah, lebih dari sekadar pertanyaan.

Clara terkejut, langkahnya terhenti. "Apa… siapa Anda?" tanya Clara, sedikit tergagap. Suasana tiba-tiba terasa sangat menegangkan.

Pria itu tidak langsung menjawab. Sebaliknya, ia mengeluarkan sebuah amplop dari dalam jasnya dan mengarahkannya ke Clara. "Ini untukmu," katanya singkat, matanya tidak pernah lepas dari Clara.

Clara menatap amplop itu dengan ragu. Ada sesuatu yang aneh—sesuatu yang membuatnya merasa tidak aman. Amplop itu tampak biasa, tetapi sesuatu dalam tatapan pria itu membuatnya merinding.

"Ini dari seseorang yang ingin kamu temui," pria itu melanjutkan, suara rendah dan tidak banyak berbicara. "Dia menunggu di tempat yang kamu kenal. Datanglah sekarang, jika kamu ingin tahu lebih banyak."

Clara menatap amplop itu sejenak, kebingungannya semakin dalam. Ia merasa semakin bingung dan waspada. Siapa yang ingin bertemu dengannya? Apa yang diinginkan orang ini darinya? Mengapa sekarang, setelah semuanya terasa lebih berat daripada sebelumnya?

Namun, meskipun perasaan takut semakin menguasai dirinya, Clara tahu bahwa ia tidak punya pilihan lain. Dunia ini telah mengajarinya bahwa tidak ada ruang untuk ragu-ragu. Semua yang ada di hadapannya adalah kesempatan atau ancaman. Tanpa sepatah kata pun, Clara menerima amplop itu, dan pria itu memberi isyarat agar ia ikut bersamanya ke mobil.

Tak ada kata-kata lebih lanjut. Clara masuk ke mobil itu dengan langkah yang lebih mantap, meskipun hatinya penuh dengan tanda tanya dan kecemasan. Mobil itu melaju cepat, meninggalkan jalan-jalan kota yang familiar, memasuki bagian kota yang lebih sepi dan gelap. Clara bisa merasakan udara yang semakin berat di sekitarnya, dan rasa takut yang menelusup ke dalam dirinya semakin sulit ia bendung.

Mobil berhenti di depan sebuah bangunan tua, sebuah gedung yang tampaknya sudah lama tidak terpakai. Suasana di sekitar gedung itu sunyi, tak ada kehidupan yang tampak. Pintu mobil terbuka, dan pria itu memberi isyarat agar Clara keluar.

"Masuk," katanya singkat.

Clara menatapnya, ragu sejenak, namun akhirnya ia mengikutinya. Begitu mereka memasuki gedung, suasana di dalamnya terasa lebih suram dan dingin. Tidak ada suara apapun selain langkah kaki mereka yang bergema di lorong sempit itu. Clara merasakan ketegangan yang semakin menebal.

Setibanya di sebuah ruangan kecil yang minim cahaya, pria itu menuntunnya ke dalam. Di dalam ruangan itu, seorang pria lain berdiri dengan punggung menghadapnya. Pria itu berbalik, dan Clara terkejut melihat wajahnya—wajah yang pernah ia lihat sebelumnya.

“Pria itu…” Clara berbisik pelan, suaranya hampir tenggelam. "Kamu…?"

Pria yang berdiri di depan Clara adalah orang yang semalam sempat ia temui di meja, pengunjung yang memperingatkan dirinya tentang harga diri dan dunia yang gelap ini. Tetapi kali ini, tatapannya lebih tajam, lebih penuh kekuasaan. Senyumannya mengembang, namun kali ini tidak ada kehangatan di sana—hanya sebuah senyuman yang penuh perhitungan.

"Butterfly," pria itu memulai, suaranya tenang namun penuh kekuatan. "Kamu sudah mulai memahami bahwa dunia ini tidak sesederhana yang kamu kira. Tapi kamu belum melihat sisi gelapnya sepenuhnya."

Clara merasa tubuhnya kaku. "Apa yang kamu inginkan dariku?" tanyanya, mencoba menenangkan diri meski jantungnya berdegup keras.

Pria itu mendekat, tatapannya tajam. “Aku ingin kamu tahu sesuatu yang penting. Semua orang yang berada di sini—semua yang terlibat dalam dunia ini—memiliki utang yang harus dibayar. Dan kamu, Butterfly, belum menyadari utangmu.”

Clara merasa darahnya berdesir dingin. "Utang?" dia bertanya, matanya terbuka lebar. “Aku tidak mengerti.”

Pria itu tersenyum sinis. “Kamu akan mengerti, Clara. Semua orang di sini memiliki harga yang harus dibayar. Dan kamu baru saja mulai menyadari bahwa dunia ini jauh lebih berbahaya daripada yang kamu pikirkan.”

Di saat itu, Clara merasa seperti berada di ujung jurang—di mana setiap keputusan yang ia ambil bisa menghancurkan segalanya. Dunia ini mulai terasa lebih dari sekadar tempat yang gelap, tetapi juga tempat yang penuh dengan jebakan yang mengintai, siap melukai siapa pun yang tersandung.

“Sekarang, waktumu telah tiba untuk membayar utangmu,” pria itu berkata, suaranya dingin.

Clara tidak bisa bergerak, matanya penuh ketakutan. Dunia yang selama ini ia coba hadapi ternyata jauh lebih rumit, lebih berbahaya, dan lebih mengerikan daripada yang bisa ia bayangkan. Dunia ini tidak akan membiarkannya pergi begitu saja.

Dan untuk pertama kalinya, Clara merasakan ketegangan yang mencekam—bukan hanya ketegangan fisik, tetapi juga ketegangan dalam jiwanya, seperti sesuatu yang tak bisa ia hindari, terperangkap dalam dunia yang lebih gelap dari yang bisa ia bayangkan.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • BUT HER FLY   Bab 6: Datangnya Situasi Tak Terduga

    Keesokan harinya, Clara terbangun dengan perasaan cemas yang lebih mendalam daripada sebelumnya. Pagi itu terasa sangat berat, seolah setiap langkah yang ia ambil membawa beban yang lebih besar. Rasa gelisah yang semalam masih menghantui pikirannya, dan meskipun ia berusaha keras untuk tidak memikirkannya, perasaan itu terus mengganggunya. Hari-hari yang semula terasa seperti rutinitas kini dipenuhi dengan ketidakpastian.Lara, yang tampaknya mulai menyadari perubahan dalam diri Clara, menghampirinya pagi itu. Wajahnya lebih serius dari biasanya, dan ada sesuatu dalam tatapannya yang membuat Clara merasa bahwa ada yang akan berubah, sesuatu yang tak terduga."Kamu baik-baik saja?" Lara bertanya, matanya memeriksa Clara dengan seksama.Clara mengangguk, meski dalam hatinya ia merasakan perasaan sebaliknya. "Ya, hanya sedikit lelah," jawabnya pelan.Lara menyarankan agar Clara mengambil beberapa waktu untuk dirinya sendiri, berjalan-jalan atau sekadar duduk di luar, menikmati udara sega

  • BUT HER FLY   Bab 5: Di Ujung Ketegangan

    Malam itu, Clara kembali ke gedung dengan langkah yang lebih berat dari biasanya. Udara malam yang sejuk seolah tidak cukup untuk mengusir rasa gelisah yang mengendap di dadanya. Semakin lama ia berada di tempat ini, semakin jelas bahwa dunia ini bukanlah tempat yang sederhana untuk bertahan hidup. Setiap malam, setiap percakapan, setiap langkah yang diambilnya semakin membawa dia pada ketegangan yang tidak bisa lagi ia abaikan.Hari itu terasa berbeda. Ada sesuatu yang mengambang di udara, sesuatu yang tak bisa ia tangkap sepenuhnya, tetapi terasa begitu nyata. Ketika ia melewati lorong sempit menuju ruang ganti, ia mendengar suara keras dari ruang utama. Suara percakapan yang tidak biasa, lebih tajam, lebih penuh dengan ketegangan.Clara melangkah lebih cepat, rasa penasaran dan kecemasannya semakin menggelisahkan. Begitu ia tiba di ruang belakang, ia melihat Lara sedang berbicara dengan seorang pria yang tampaknya cukup berkuasa di tempat itu—Pria itu mengenakan jas hitam yang rapi

  • BUT HER FLY   Bab 4: Di Antara Pilihan dan Kenyataan

    Pagi itu, Clara terbangun dengan rasa lelah yang luar biasa, meskipun tidur sepanjang malam. Matanya terpejam sejenak, mencoba menghilangkan bayangan-bayangan yang menempel di pikirannya. Kegiatan semalam—dunia yang baru, langkah pertama yang harus ia ambil—masih terasa seperti mimpi buruk yang tak bisa ia lupakan. Namun, begitu ia membuka mata dan melihat kenyataan di sekitarnya, ia tahu bahwa ini bukan mimpi. Ini adalah hidupnya sekarang.Pagi itu, dia duduk di tepi ranjang, tidak tahu apa yang harus dilakukan. Rasa bingung melanda, tetapi ada satu hal yang membuatnya tetap bangun. Ia tidak bisa berhenti berpikir tentang apa yang akan datang selanjutnya. Setiap pilihan yang ia buat sepertinya semakin membawanya jauh dari diri yang dulu dia kenal.Ada rasa malu yang mendalam yang selalu mengikuti langkahnya setiap kali ia berjalan melewati lorong-lorong gedung itu. Dunia baru ini memberikan banyak kejutan yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya. Ketika hari mulai terang, Clara merasa

  • BUT HER FLY   Bab 3: Memulai Langkah Baru

    Clara berdiri di depan cermin besar di ruang belakang, mengenakan gaun hitam ketat yang ditata dengan rapi di tubuhnya. Setiap inci dari penampilannya terasa asing—bukan karena gaunnya, tapi karena bagaimana ia melihat dirinya. Cermin itu memantulkan sosok wanita yang hampir tidak dikenalnya lagi. Sosok yang dulu penuh dengan harapan kini terlihat seperti seseorang yang terperangkap dalam dunia yang gelap dan penuh penilaian.Lara, yang berdiri di sampingnya, mengamati Clara dengan cermat. “Kamu terlihat hebat,” katanya dengan senyum yang tak begitu tulus, tapi cukup meyakinkan. “Jangan khawatir, mereka semua akan menyukaimu.”Clara hanya mengangguk, tidak tahu harus berkata apa. Ia merasa gelisah, tubuhnya kaku, seolah ada beban berat yang menghalangi setiap gerakannya. Di luar ruangan, suara musik yang keras terdengar memecah keheningan, menyatu dengan percakapan yang tak pernah berhenti dari para pengunjung yang datang dan pergi."Jangan berpikir terlalu keras," lanjut Lara, meliha

  • BUT HER FLY   Bab 2: Dunia yang Berbeda

    Clara berjalan menyusuri trotoar dengan langkah pelan dan hati yang bergejolak. Udara dingin kota malam itu membuatnya sedikit menggigil, namun itu bukanlah hal yang paling ia rasakan. Perasaan terperangkap, cemas, dan bingung jauh lebih menyiksa daripada dinginnya angin yang menerpa wajahnya. Setiap langkah yang ia ambil, semakin terasa berat. Jalanan yang ramai dengan lampu-lampu neon dan kendaraan yang lalu lalang kini terasa asing, seperti dunia yang bukan untuknya.Pikirannya kacau. Bagaimana bisa ia sampai di sini? Bagaimana ia bisa mengizinkan dirinya berada di persimpangan jalan seperti ini, tempat di mana setiap pilihan terasa mengerikan? Tetapi di saat yang sama, ia tahu bahwa ia tidak punya banyak pilihan. Dunia yang ia kenal sebelumnya telah menghilang, meninggalkan dirinya yang terombang-ambing tanpa arah. Setiap pekerjaan yang dia coba, setiap usaha yang dia lakukan untuk mencari sesuatu yang lebih baik, seolah selalu berakhir dengan kegagalan. Tidak ada yang tersisa sel

  • BUT HER FLY   Bab 1: Pilihan yang Tak Terelakkan

    Pagi itu, Clara duduk di meja makan dengan secangkir kopi yang hampir dingin. Pandangannya kosong, melayang ke luar jendela yang menampilkan pemandangan kota yang sibuk. Namun, matanya tak benar-benar melihat apa pun di sana. Semua yang dia lihat adalah bayangan masa lalu yang terus menghantui pikirannya—perceraian yang menghancurkan, pekerjaan yang hilang, dan tekanan yang semakin menyesakkan dadanya.Dia sudah mencoba segalanya. Mengirimkan ratusan resume ke berbagai perusahaan, menghadiri wawancara yang satu per satu berakhir dengan penolakan. Tapi saat ini, Clara merasa lelah. Lelah berjuang melawan dunia yang seolah tak memberinya kesempatan lagi. Di usia yang sudah menginjak 30-an, dengan riwayat pekerjaan yang tak terlalu gemilang dan beban kehidupan yang semakin berat, harapannya semakin memudar.Hidupnya tak pernah seperti ini sebelumnya. Dulu, Clara pernah percaya bahwa hidup itu tentang memilih dan berjuang untuk impian. Namun, setelah perceraiannya yang menyakitkan, impian

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status