Home / Lainnya / BUT HER FLY / Bab 1: Pilihan yang Tak Terelakkan

Share

BUT HER FLY
BUT HER FLY
Author: ISXCK

Bab 1: Pilihan yang Tak Terelakkan

Author: ISXCK
last update Last Updated: 2025-03-20 17:02:39

Pagi itu, Clara duduk di meja makan dengan secangkir kopi yang hampir dingin. Pandangannya kosong, melayang ke luar jendela yang menampilkan pemandangan kota yang sibuk. Namun, matanya tak benar-benar melihat apa pun di sana. Semua yang dia lihat adalah bayangan masa lalu yang terus menghantui pikirannya—perceraian yang menghancurkan, pekerjaan yang hilang, dan tekanan yang semakin menyesakkan dadanya.

Dia sudah mencoba segalanya. Mengirimkan ratusan resume ke berbagai perusahaan, menghadiri wawancara yang satu per satu berakhir dengan penolakan. Tapi saat ini, Clara merasa lelah. Lelah berjuang melawan dunia yang seolah tak memberinya kesempatan lagi. Di usia yang sudah menginjak 30-an, dengan riwayat pekerjaan yang tak terlalu gemilang dan beban kehidupan yang semakin berat, harapannya semakin memudar.

Hidupnya tak pernah seperti ini sebelumnya. Dulu, Clara pernah percaya bahwa hidup itu tentang memilih dan berjuang untuk impian. Namun, setelah perceraiannya yang menyakitkan, impian itu terhempas begitu saja, tersapu oleh kenyataan pahit yang tak bisa ditolak. Suaminya, yang dulu dia kira adalah pasangan sehidup semati, ternyata memilih untuk meninggalkannya tanpa alasan yang jelas. Tidak ada lagi cinta, tidak ada lagi ruang untuk berharap.

Dia merasa seperti terperangkap dalam dunia yang terus bergerak maju, sementara dia hanya bisa melihatnya dari kejauhan, tanpa bisa mengikutinya. Tidak ada yang tersisa selain tumpukan tagihan yang harus dibayar, dan suara-suara dalam kepalanya yang terus memaksanya untuk mencari cara agar bisa bertahan hidup.

Clara menghela napas panjang dan menatap cermin di atas meja dapur. Apa yang dia lihat di sana bukanlah seorang wanita muda yang penuh dengan harapan dan impian. Itu adalah wajah lelah, dengan garis-garis halus yang menandakan stres dan kekhawatiran yang tak pernah berhenti. Sesekali, ia melihat seberkas cahaya di matanya, seakan ada secercah keinginan untuk berjuang lagi. Tapi, semakin lama, keinginan itu semakin pudar.

Ponsel di meja bergetar, membuyarkan lamunannya. Clara melihat layar ponselnya, ada pesan singkat dari seorang teman lama yang dia kenal sejak masa kuliah. Isinya singkat: "Clara, aku dengar ada pekerjaan yang bisa kamu coba. Aku bisa bantu kalau kamu mau."

Clara merasa sedikit terkejut. Teman itu, Yani, bukanlah orang yang sering menghubunginya lagi. Namun, pesan itu mengingatkan Clara bahwa dia sudah sangat terdesak. Pekerjaan apapun, bahkan pekerjaan yang mungkin tidak pernah dia bayangkan sebelumnya, sudah menjadi pilihan yang harus dia pertimbangkan.

Dia mengetuk layar ponselnya dan membalas dengan hati-hati, "Apa pekerjaan itu?"

Tak lama, pesan balasan datang: "Aku akan menghubungimu segera. Jangan terlalu banyak berpikir. Kadang, kita harus memilih apa yang bisa menyelamatkan kita."

Clara merasa jantungnya berdetak lebih cepat. Apa maksud Yani? Apa jenis pekerjaan yang dimaksud? Dia sudah mendengar gosip-gosip tentang pekerjaan semacam itu, pekerjaan yang tidak pernah bisa diterima oleh siapa pun yang masih punya harga diri. Namun, dalam keadaan seperti ini, di tengah kebuntuan dan kesulitan, Clara tahu bahwa dia tidak punya banyak pilihan.

Pikirannya berputar-putar. Apa yang dia miliki selain dirinya sendiri? Dia tidak punya keluarga yang bisa diandalkan, dan teman-temannya mulai menjauh. Hidupnya sudah jatuh ke titik terendah, dan dia terjebak dalam labirin kebingungannya. Setiap jalan yang dia pilih seakan membawa dia lebih dalam ke dalam kegelapan.

Beberapa jam kemudian, Yani menghubunginya lagi, kali ini dengan penjelasan yang lebih jelas: "Ada tempat yang membutuhkannya. Tidak ada yang perlu kamu khawatirkan. Semua aman."

Aman. Clara tersenyum pahit. Dia tahu kata "aman" di dunia ini hanya milik mereka yang masih memiliki jalan keluar. Tapi untuk Clara, jalan keluar itu sudah semakin kabur.

Hari itu, ketika dia mengunci pintu rumahnya dan melangkah keluar untuk pertama kalinya dalam beberapa minggu, Clara merasa sesuatu yang aneh di dalam dirinya. Rasa takut dan malu berbaur dengan perasaan pasrah dan keputusasaan. Namun, di saat yang sama, ada perasaan lain yang mulai tumbuh—perasaan bahwa dia tidak bisa lagi mundur.

Dengan langkah-langkah yang ragu, Clara mulai menapaki jalan yang tidak pernah dia bayangkan akan menjadi pilihan terakhirnya. Dunia yang sudah lama dia hindari kini harus dia masuki. Dunia yang penuh stigma, penuh aib, namun juga dunia yang sepertinya memberikan satu-satunya cara untuk bertahan hidup.

Namanya adalah Clara, namun di dunia baru ini, dia akan menjadi Butterfly.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • BUT HER FLY   Bab 6: Datangnya Situasi Tak Terduga

    Keesokan harinya, Clara terbangun dengan perasaan cemas yang lebih mendalam daripada sebelumnya. Pagi itu terasa sangat berat, seolah setiap langkah yang ia ambil membawa beban yang lebih besar. Rasa gelisah yang semalam masih menghantui pikirannya, dan meskipun ia berusaha keras untuk tidak memikirkannya, perasaan itu terus mengganggunya. Hari-hari yang semula terasa seperti rutinitas kini dipenuhi dengan ketidakpastian.Lara, yang tampaknya mulai menyadari perubahan dalam diri Clara, menghampirinya pagi itu. Wajahnya lebih serius dari biasanya, dan ada sesuatu dalam tatapannya yang membuat Clara merasa bahwa ada yang akan berubah, sesuatu yang tak terduga."Kamu baik-baik saja?" Lara bertanya, matanya memeriksa Clara dengan seksama.Clara mengangguk, meski dalam hatinya ia merasakan perasaan sebaliknya. "Ya, hanya sedikit lelah," jawabnya pelan.Lara menyarankan agar Clara mengambil beberapa waktu untuk dirinya sendiri, berjalan-jalan atau sekadar duduk di luar, menikmati udara sega

  • BUT HER FLY   Bab 5: Di Ujung Ketegangan

    Malam itu, Clara kembali ke gedung dengan langkah yang lebih berat dari biasanya. Udara malam yang sejuk seolah tidak cukup untuk mengusir rasa gelisah yang mengendap di dadanya. Semakin lama ia berada di tempat ini, semakin jelas bahwa dunia ini bukanlah tempat yang sederhana untuk bertahan hidup. Setiap malam, setiap percakapan, setiap langkah yang diambilnya semakin membawa dia pada ketegangan yang tidak bisa lagi ia abaikan.Hari itu terasa berbeda. Ada sesuatu yang mengambang di udara, sesuatu yang tak bisa ia tangkap sepenuhnya, tetapi terasa begitu nyata. Ketika ia melewati lorong sempit menuju ruang ganti, ia mendengar suara keras dari ruang utama. Suara percakapan yang tidak biasa, lebih tajam, lebih penuh dengan ketegangan.Clara melangkah lebih cepat, rasa penasaran dan kecemasannya semakin menggelisahkan. Begitu ia tiba di ruang belakang, ia melihat Lara sedang berbicara dengan seorang pria yang tampaknya cukup berkuasa di tempat itu—Pria itu mengenakan jas hitam yang rapi

  • BUT HER FLY   Bab 4: Di Antara Pilihan dan Kenyataan

    Pagi itu, Clara terbangun dengan rasa lelah yang luar biasa, meskipun tidur sepanjang malam. Matanya terpejam sejenak, mencoba menghilangkan bayangan-bayangan yang menempel di pikirannya. Kegiatan semalam—dunia yang baru, langkah pertama yang harus ia ambil—masih terasa seperti mimpi buruk yang tak bisa ia lupakan. Namun, begitu ia membuka mata dan melihat kenyataan di sekitarnya, ia tahu bahwa ini bukan mimpi. Ini adalah hidupnya sekarang.Pagi itu, dia duduk di tepi ranjang, tidak tahu apa yang harus dilakukan. Rasa bingung melanda, tetapi ada satu hal yang membuatnya tetap bangun. Ia tidak bisa berhenti berpikir tentang apa yang akan datang selanjutnya. Setiap pilihan yang ia buat sepertinya semakin membawanya jauh dari diri yang dulu dia kenal.Ada rasa malu yang mendalam yang selalu mengikuti langkahnya setiap kali ia berjalan melewati lorong-lorong gedung itu. Dunia baru ini memberikan banyak kejutan yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya. Ketika hari mulai terang, Clara merasa

  • BUT HER FLY   Bab 3: Memulai Langkah Baru

    Clara berdiri di depan cermin besar di ruang belakang, mengenakan gaun hitam ketat yang ditata dengan rapi di tubuhnya. Setiap inci dari penampilannya terasa asing—bukan karena gaunnya, tapi karena bagaimana ia melihat dirinya. Cermin itu memantulkan sosok wanita yang hampir tidak dikenalnya lagi. Sosok yang dulu penuh dengan harapan kini terlihat seperti seseorang yang terperangkap dalam dunia yang gelap dan penuh penilaian.Lara, yang berdiri di sampingnya, mengamati Clara dengan cermat. “Kamu terlihat hebat,” katanya dengan senyum yang tak begitu tulus, tapi cukup meyakinkan. “Jangan khawatir, mereka semua akan menyukaimu.”Clara hanya mengangguk, tidak tahu harus berkata apa. Ia merasa gelisah, tubuhnya kaku, seolah ada beban berat yang menghalangi setiap gerakannya. Di luar ruangan, suara musik yang keras terdengar memecah keheningan, menyatu dengan percakapan yang tak pernah berhenti dari para pengunjung yang datang dan pergi."Jangan berpikir terlalu keras," lanjut Lara, meliha

  • BUT HER FLY   Bab 2: Dunia yang Berbeda

    Clara berjalan menyusuri trotoar dengan langkah pelan dan hati yang bergejolak. Udara dingin kota malam itu membuatnya sedikit menggigil, namun itu bukanlah hal yang paling ia rasakan. Perasaan terperangkap, cemas, dan bingung jauh lebih menyiksa daripada dinginnya angin yang menerpa wajahnya. Setiap langkah yang ia ambil, semakin terasa berat. Jalanan yang ramai dengan lampu-lampu neon dan kendaraan yang lalu lalang kini terasa asing, seperti dunia yang bukan untuknya.Pikirannya kacau. Bagaimana bisa ia sampai di sini? Bagaimana ia bisa mengizinkan dirinya berada di persimpangan jalan seperti ini, tempat di mana setiap pilihan terasa mengerikan? Tetapi di saat yang sama, ia tahu bahwa ia tidak punya banyak pilihan. Dunia yang ia kenal sebelumnya telah menghilang, meninggalkan dirinya yang terombang-ambing tanpa arah. Setiap pekerjaan yang dia coba, setiap usaha yang dia lakukan untuk mencari sesuatu yang lebih baik, seolah selalu berakhir dengan kegagalan. Tidak ada yang tersisa sel

  • BUT HER FLY   Bab 1: Pilihan yang Tak Terelakkan

    Pagi itu, Clara duduk di meja makan dengan secangkir kopi yang hampir dingin. Pandangannya kosong, melayang ke luar jendela yang menampilkan pemandangan kota yang sibuk. Namun, matanya tak benar-benar melihat apa pun di sana. Semua yang dia lihat adalah bayangan masa lalu yang terus menghantui pikirannya—perceraian yang menghancurkan, pekerjaan yang hilang, dan tekanan yang semakin menyesakkan dadanya.Dia sudah mencoba segalanya. Mengirimkan ratusan resume ke berbagai perusahaan, menghadiri wawancara yang satu per satu berakhir dengan penolakan. Tapi saat ini, Clara merasa lelah. Lelah berjuang melawan dunia yang seolah tak memberinya kesempatan lagi. Di usia yang sudah menginjak 30-an, dengan riwayat pekerjaan yang tak terlalu gemilang dan beban kehidupan yang semakin berat, harapannya semakin memudar.Hidupnya tak pernah seperti ini sebelumnya. Dulu, Clara pernah percaya bahwa hidup itu tentang memilih dan berjuang untuk impian. Namun, setelah perceraiannya yang menyakitkan, impian

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status