Share

Surat Perjanjian

"Kesehatan ayahmu semakin memburuk bahkan sejak tiga hari yang kesadarannya menurun."

Sarah tidak kuasa menahan air matanya, mendengar kabar buruk tentang pak Burhan. Rasanya jantungnya hampir berhenti berdetak. Selama satu Minggu ini, Sarah memang tidak pernah mengunjungi sang ayah karena tidak mempunyai uang. Statusnya saja istri orang kaya. Sarah masih tetap orang miskin sama seperti sebelum menikah dengan Andra.

Sarah menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Dalam keadaan sedih seperti ini, Sarah tidak ingin menunjukkan kesedihan di depan laki laki yang membuat dirinya seperti di neraka. Bagaimana pun sikap Andra dan Gita selama ini. Sarah hanya bisa diam dan tidak menunjukkan dirinya lemah meskipun dirinya sebenarnya wanita yang lemah.

"Terima kasih karena sudah memberitahu."

Hanya itu jawaban Sarah dengan suara yang serak. Hatinya sangat hancur. Kemungkinan terburuk melintas di pikirannya membuat Sarah tidak bisa lagi menyembunyikan air matanya.

Saat itu juga, Sarah merasa pengorbanannya sia sia. Dia rela harga dirinya diinjak injak oleh suaminya demi dana pengobatan pak Burhan. Ternyata balasannya hanya kekecewaan demi kekecewaan. Tidak berhasil mendapatkan hati suami dan hampir tidak berhasil menyelamatkan nyawa ayahnya.

"Aku tahu masalah mu, Sarah. Kamu tidak mengetahui kondisi terbaru tentang ayahmu karena tidak mempunyai uang untuk transport ke sana kan?"

Sarah semakin terhina dengan perkataan Andra. Sarah tidak menjawab meskipun tebakan Andra benar. Wanita itu memilih membalikkan tubuhnya hendak meninggalkan ruangan itu.

"Tunggu Sarah."

Sarah menghentikan langkahnya tanpa tanpa membalikkan tubuhnya.

"Urus putriku, maka aku pastikan ayahmu mendapatkan pengobatan yang paling baik. Jika kamu bersedia. Aku akan memindahkan ayahmu ke rumah sakit terbaik di kota ini. Dengan begitu, kamu bisa mengunjungi ayahmu kapan pun kamu mau."

Seakan tidak mempunyai perasaan, Andra memberikan penawaran menyakitkan itu kepada Sarah. Seharusnya mengingat keuntungan yang mereka dapatkan dari pernikahan perjodohan itu. Andra harus konsisten memberikan pengobatan yang terbaik untuk pak Burhan tanpa ada tawaran itu.

"Baiklah."

Tanpa berpikir panjang Sarah menerima tawaran itu. Apapun akan dia lakukan demi kesembuhan sang ayah. Selama ini, pak Burhan memang dirawat di rumah sakit di kota kabupaten yang fasilitasnya terbatas. Demi sang ayah, tak mengapa dirinya mengurus bayi dari suami dan madunya. Biarlah, dirinya bertarung dengan sakit hati itu setiap hari asalkan nyawa pak Burhan bisa diselamatkan.

"Tunggu Sarah, kesepakatan kita tidak cukup hanya sebatas pembicaraan seperti ini harus ada bukti tertulis."

Sarah menelan ludahnya dengan kasar. Wanita itu berbalik kemudian melangkah mendekati meja kerja Andra yang diatasnya sudah terletak selembar kertas. Andra mendorong kertas itu hingga ke tepi meja.

"Baca baik baik, yang pasti kamu pihak yang paling diuntungkan disini. Gaji baby sitter paling mahal tiga sampai lima jutaan kan. Sedangkan aku harus mengeluarkan puluhan juta demi pengobatan ayahmu. Jadi urus putriku dengan baik."

Sarah tidak memperdulikan perkataan Andra. Yang terpenting saat ini adalah pengobatan pak Burhan.

"Dimana saya harus tanda tangan?.

"Kamu tidak ingin membacanya terlebih dahulu?"

"Tidak perlu."

"Kamu tidak takut, aku menipumu?"

"Tidak, toh selama ini aku sudah tertipu."

Sarah cepat cepat membubuhkan tanda tangannya setelah laki laki itu menunjukkan dimana dirinya harus menandatangani. Berlama lama di ruangan itu hanya akan membuat dirinya sakit hati. Ternyata ada atau tidak ada Gita di sisi laki laki itu. Andra tetaplah neraka baginya. Hari ini bisa dikatakan pembicaraan Andra dan Sarah yang paling lama. Tapi sayang, pembicaraan itu bukan untuk awal kebaikan bagi mereka melainkan pembicaraan yang menghancurkan hati Sarah hingga ke dasar laut.

Sarah melangkah dari ruangan itu. Kalau dulu, dirinya berharap ada keajaiban dalam rumah tangganya. Kini Sarah tidak lagi menganggap dirinya istri yang diabaikan melainkan seorang baby sitter. Baginya, pernikahannya sudah usai setelah Andra terkesan memaksa dirinya sebagai baby sitter.

Di dalam kamarnya, Sarah memandangi wajahnya di cermin. Wajah yang terlihat cantik itu terlihat menawan dengan perpaduan mata yang indah, bibir mancung dan juga bibir yang mungil. Jika di kampus dirinya termasuk wanita yang digilai kaum Adam tapi tidak dengan suaminya. Suaminya tidak pernah menganggapnya ada. Apa yang ada didalam diri Sarah tidak pernah bisa menarik perhatian Andra apalagi membuat laki laki itu jatuh cinta.

"Semangat demi masa depan dan kesembuhan ayah."

Sarah menyemangati dirinya sendiri. Meskipun tidak beruntung dalam rumah tangganya setidaknya Sarah masih beruntung dalam pendidikan. Terlahir dari keluarga sederhana tak pernah terpikir olehnya untuk bisa duduk di bangku perkuliahan. Karena kepintarannya, Sarah bisa kuliah dengan mengandalkan bea siswa. Sarah selalu bersyukur. Bersyukur apapun keadaannya saat ini termasuk menjadi baby sitter bagi bayi milik suami dan madunya.

Tidak menunggu lama, Sarah langsung ke kamar bayi.

"Halo mbak, kenalkan aku Sarah. Aku diperintah pak Andra untuk menjadi baby sitter bagi bayi ini."

Sarah mengulurkan tangannya dan memperkenalkan diri pada wanita yang sedang berjaga di kamar bayi itu.

"Aku Nia"

"Mbak. Ini pengalaman pertama ku menjaga bayi. Tolong bimbingannya ya."

Wanita itu mengangguk yang dibalas Sarah dengan senyuman. Sarah mendekati boks bayi. Suka atau tidak suka. Dirinya tidak bisa mengelak dari bayi itu.

Melihat wajah polos bayi itu, ada rasa iba yang menyusup ke hati Sarah. Bayi tak berdosa itu terlihat terlelap tanpa beban padahal beberapa jam yang lalu tangisan terdengar ke penjuru rumah itu.

Membayangkan bayi itu tumbuh tanpa sosok ibu kandung membuat hati Sarah sesak. Tumbuh tanpa ibu kandung tentunya bukan hal yang mudah bagi seorang anak. Sarah sudah mengalami hal itu. Sarah ditinggal oleh ibu kandungnya ketika berusia sepuluh tahun. Sampai saat ini ruang hatinya masih saja hampa tanpa ibu kandung. Apalagi bayi yang baru lahir itu. Dia tidak akan mengenal dan tidak akan mempunyai kenangan dengan ibu kandungnya. Apalagi jika bayi itu mendapatkan ibu tiri yang kejam nantinya. Hanya membayangkan saja, Sarah menggelengkan kepalanya berkali kali.

"Kasihan kamu dek," batin Sarah.

Sarah mengulurkan tangannya menyentuh wajah bayi itu. Seketika itu juga bayi tersebut dan bergerak. Bibirnya tersenyum dengan mata yang terpejam.

"Mbak, bayinya senyum," kata Sarah antusias. Ada perasaan senang ketika bayi itu tersenyum ketika disentuh.

"Bayi memang seperti itu mbak. Kadang tersenyum dan terkadang juga mau menangis."

"Dalam keadaan tidur seperti ini?"

"Iya."

Sarah kembali memusatkan perhatiannya kepada sang bayi. Dia menyentuh pipi bayi itu berharap mendapatkan senyuman seperti tadi. Harapan Sarah itu tidak menjadi kenyataan. Bayi itu hanya bergerak.

"Ayo dong cantik. Senyum sama Tante dong," kata Sarah. Ingatannya sama sekali tidak ada akan Gita di saat bersama dengan bayi itu seperti ini.

"Lucu sekali kamu dek."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status