Home / Lainnya / Back To Home / Bab 4. Past is Present

Share

Bab 4. Past is Present

Author: Jenniesa
last update Last Updated: 2025-01-30 00:50:39

Setahun genap berlalu semenjak aku mengunjungi Tante Diatri.

Selepas mengetahui sedikit kebenaran yang disembunyikan Mas Bagus, aku kembali melanjutkan hidupku dalam lajur yang sama.

Ada banyak perbedaan pastinya, tapi beberapa diantaranya masih terasa canggung untuk dirubah.

Hubunganku dengan Fatih dan Nanda membaik seiring berjalannya waktu. Kami selalu menyempatkan bertemu sekali dalam sebulan setelah rehat sejenak dari dunia kami yang mulai memasuki usia dewasa.

Tempat itu kini perlahan berubah kembali menjadi rumah seperti tempat aku tinggal dahulu kala. Ibuk kembali bekerja sebagai pegawai kelurahan di desa ini, dan Bapak melanjutkan usaha ternak Kambing yang dulu sempat berhenti.

Rasa-rasanya semua orang kembali kejalur yang benar. Namun, titik penyesalanku masih belum segenapnya usai. Aku masih merindukan Mas Bagus di tiap malam aku akan tidur, dan di pagi hari ketika aku baru terbangun.

Adnan berada diakhir semester kuliahnya. Jadi dia hanya pulang 1 atau 2 kali dalam sebulan. Mas Andy dan Mba Fitri, istrinya. Akhirnya memutuskan untuk menempati rumah peninggalan Orang tua Mba Fitri di kota sebelah. Jaraknya hanya 1 jam dari rumahku.

Aku tidak melakukan apa-apa selama setahun ini.

Mba Riska sempat menawarkanku kembali untuk bekerja dengan system WFH. Berbeda dengan bidang pekerjaanku sebelumnya tapi dia meyakinkanku, bahwa itu masih dijalur yang sama.

Sayangnya, usulannya kutolak. Aku memutuskan untuk menyembuhkan diriku perlahan di tempat dimana semua ini berasal. Rasa-rasanya tidak lagi seberat yang aku rasakan dulu, dan kembali pulang menjadi pilihan yang paling tepat yang pernah aku lakukan dalam 10 tahun ini.

15 bulan berlalu, dan hidup semua orang kembali menunjukan perubahan yang signifikan. Mereka terlihat sering tersenyum dan menjalani hidup mereka dengan menyenangkan.

Pak Ray beberapa kali menghubungiku. Menanyakan apakah aku baik-baik saja selama ini, dan bertanya, apakah mungkin jika ia dating berkunjung yang langsung aku tolak dalam detik itu juga.

Keseharianku tidak berubah banyak dari rencana awal. Aku masih mengunjungi makam Mas Bagus setiap hari dan mengajaknya bicara dalam mimpi.

Awalnya, ada banyak pihak yang bergantian akan menemaniku saat aku berkunjung ke makamnya. Kemudian, setelah melihatku kembali dengan utuh tanpa satu tetes air mata, mereka mulai melepaskanku untuk kembali menemui Mas Bagus. Sendiri.

Usiaku 30 tahun sekarang dan aku masih merindukan Mas Bagus seperti anak usia 19 tahun yang baru saja ditinggalkan kekasihnya.

Kadangkala, aku berandai bagaimana jika kami tumbuh dewasa bersama. Apakah kami akan tetap menjadi sepasang kekasih, atau melanjutkan ikatan dengan nama ke jenjang yang berbeda. Impianku dimasa muda kini mulai memudar. Aku hampir lupa banyak hal.

Diantara banyak hal yang kulupakan, eksistensi Mas Bagus menjadi hal paling utama yang kugenggam erat-erat agar tak terbawa arus derasnya waktu yang mengikis. Aku masih memandangi potret dimasa muda yang ia tinggalkan. Memastikan bahwa wajahnya akan selalu kuingat sampai kapanpun waktu berlalu.

Di bulan ke empat aku tinggal, aku mulai memanjangkan rambutku kembali. Mewarnainya hitam dan mulai belajar merajut cardigan seperti Tante Diatri.

Hal pertama yang bisa kurajut adalah Tas bunga. Yang aku pakai untuk membungkus bunga yang akan kubawa ke makam Mas Bagus setiap harinya. Setelahnya aku mulai membuat banyak barang-barang kecil untuk orang disekitarku.

Cover buku untuk Ibuk, tatakan gelas untuk Bapak, pengait tumblr untuk Adnan, dan satu tas selempang untuk istri Mas Andy.

Fatih beberapa kali memintaku untuk dibuatkan cardigan, yang sayangnya harus kutolak karena terlalu sulit dan rumit. Aku memberinya penutup mata sebagai gantinya.

Hidup orang-orang terlihat sungguh, amat sungguh menyenangkan. Seakan mereka kembali memiliki satu alasan tambahan untuk terus hidup dan menjalani hidup mereka dengan bersungguh-sungguh setiap harinya.

1 Minggu terakhir, aku merengkuh Bapak untuk pertama kalinya selepas aku kembali. Memohon maaf karna terlambat pulang dan meminta maaf atas salah paham yang disebabkan oleh isi pikiran liarku.

Aku berjalan bergandengan tangan dengan Ibuk saat mengunjungi makam Mas Bagus di minggu pagi, dan mengajaknya makan Soto bening Semarang yang paling ia sukai.

Aku mengiyakan ajakan Adnan untuk mengunjungi kampus tempat ia menuntut ilmu dan menemaninya mengerjakan thesis rumit yang ia sempat keluhkan.

2 hari terakhir, aku mengunjungi rumah Mas Andy dan ikut membantu mendekorasinya sesuai dengan keinginan istri Mas Andy. Kami berbicara lama sekali hingga diantarkannya aku kembali ke rumah.

Malam harinya, aku membalas pesan dari Mba Riska yang menanyakan kabar di setiap minggu dan menerima telfon dari Pak Ray yang sebelumnya selalu aku hindari.

Esok harinya, aku menyambut Nanda dan Fatih yang datang berkunjung ke rumah. Mereka berniat membawaku ke tempat wisata diujung lereng tempat desaku berada.

Kami membawa banyak sekali perlengkapan piknik untuk kami pakai disana. Mulai bernostalgia tentang masa sekolah dan bagaimana hidup kami amat sangat sederhana kala itu, tanpa memikirkan hal-hal dewasa seperti saat ini.

Saat matahari mulai terbenam, artinya pesta telah usai dan kami kembali dengan hati yang ringan dan bahagia. Bersiap untuk membuat janji di pertemuan selanjutnya. Jika memang ada.

Jam menunjukan pukul 10 malam ketika aku memutuskan untuk masuk ke kamar dan beralasan akan tidur.

Melihat kembali ruangan yang sempat menjadi tempat paling teraman yang pernah kumiliki dalam usia belasan.

Aku duduk tenang diujung Kasur dengan menggenggam erat pergelangan tangan. Berharap rasa sakit akan sedikit berkurang jika aku tidak melakukan perlawanan apapun.

Bodohnya, aku mulai menangis karena rasanya sungguh sakit dan aku pikir aku mungkin akan berteriak meminta tolong jika tidak kugigit sapu tangan yang sebelumnya sudah aku siapkan.

Dijung tarikan nafas aku kembali membayangkan senyuman Mas Bagus yang dengan semangat selalu ia tunjukan setiap kami bertemu. Di hari-hari berat saat awal usia dua puluhan, aku selalu menggenggam erat potretnya berharap sedikit saja ia bisa datang ke mimpi.

Satu tahun, dua tahun, hingga tahun ke sebelas, Mas Bagus masih juga tidak datang.

Di tahun ke sebelas setelah kepergian Mas Bagus, aku memilih untuk menemuinya sendiri.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Back To Home   Bab 4. Past is Present

    Setahun genap berlalu semenjak aku mengunjungi Tante Diatri. Selepas mengetahui sedikit kebenaran yang disembunyikan Mas Bagus, aku kembali melanjutkan hidupku dalam lajur yang sama. Ada banyak perbedaan pastinya, tapi beberapa diantaranya masih terasa canggung untuk dirubah. Hubunganku dengan Fatih dan Nanda membaik seiring berjalannya waktu. Kami selalu menyempatkan bertemu sekali dalam sebulan setelah rehat sejenak dari dunia kami yang mulai memasuki usia dewasa. Tempat itu kini perlahan berubah kembali menjadi rumah seperti tempat aku tinggal dahulu kala. Ibuk kembali bekerja sebagai pegawai kelurahan di desa ini, dan Bapak melanjutkan usaha ternak Kambing yang dulu sempat berhenti. Rasa-rasanya semua orang kembali kejalur yang benar. Namun, titik penyesalanku masih belum segenapnya usai. Aku masih merindukan Mas Bagus di tiap malam aku akan tidur, dan di pagi hari ketika aku baru terbangun. Adnan berada diakhir semester kuliahnya. Jadi dia hanya pulang 1 atau 2 kali dal

  • Back To Home   Bab 3. Time is Healing

    2025“Anin, bangun Nin.” Aku membuka mata setelah Nanda mengguncang badanku pelan.“30 menitan lagi kita nyampe. Kamu mau nyegerin wajah dulu gak? Nanti kita berhenti di minimarket terdekat ya.” Aku menggumam iya dan melihat Nanda berbalik ke depan, mengatakan kalimat yang sama kepada Fatih yang memegang kemudi.Mata kami bertabrakan di kaca spion, sebelum aku akhirnya melihat ia menurunkan pandangan dan diam kembali melanjutkan perjalanan.Kami setuju untuk datang ke Surabaya. Tempat dimana Tante Diatri tinggal. Menyelesaikan apa yang harus diselesaikan tampaknya hanya menjadi pilihan yang aku punya saat ini. Selebihnya, aku kembalikan lagi ke waktu dan nasib.30 menit berjalan dan aku kini melihat satu bangunan yang menjadi akhir dari destinasi ini.Terasa asing karena layout rumahnya persis dengan rumah mereka sebelumnya hingga membuatku agak sesak.Didepan pintu berdiri Tante Diatri. Tersenyum beg

  • Back To Home   Bab 2. What is Life?

    BAB 2What is Life?“Nanda dan Fatih tadi kesini Nin. Mereka boleh mampir sore ini?”Aku mengangguk mendengar pertanyaan Mas Andy.Ah, dua dari sebagian orang yang ingin kembali, lagi.Diujung meja makan, kini dihiasi oleh keberadaan sosok yang sebelumnya tidak ada. Diam, menunggu dengan pasti untuk melihatku bereaksi.Haha“Bapak ada perlu membicarakan sesuatu. Apa kamu bisa menunggu disini sebentar Nin?”Suara yang kubenci selama 10 tahun mulai bergema, aku hanya bisa membalas menatap wajahnya yang sudah dimakan usia itu.Ah, kembali kuingat ini sudah 10 tahun.Semua orang pasti akan berubah seiring berjalannya waktu. Demikian pula dengan orang itu.Aku hanya diam sambil menunggu satu persatu orang meninggalkan meja dan hanya menyisakan aku dan orang itu.Dia menempatkan satu bungkusan kecil diatas meja beserta 1 surat yang bisa kulihat sudah lama sekali diremas oleh pemiliknya.

  • Back To Home   Bab 1. What took you so long to comeback home?

    “Kamu yakin Nin mau resign?”Pertanyaan Mbak Riska baru saja kudengar, dan lagi, dengan kesadaran penuh aku menganggukan kepalaku dalam.“Yakin Mbak. Aku juga udah submit resign letter ke Pak Ray kemarin.”Mbak Riska Cuma menatapku lembut. Wanita berusia 37 tahun ini menjadi salah satu karyawan yang paling dekat denganku selama aku bekerja di perusahaan ini.“Kalau nanti dimasa depan, kamu butuh apa-apa, tolong hubungi aku ya Nin.”Aku hanya membalas untuk menggenggam tangan Mbak Riska pelan. Berusaha memastikan bahwa jalan yang sekarang aku pilih ini, menjadi jalan yang sudah jelas dan akan kupastikan lancar hingga penghujung jalan.Menjelaskan kenapa aku berani senekat ini untuk melepas hal-hal di usia hampir 30-an memang tidak mudah. Aku hanya memberi gambaran singkat mengapa aku harus, dan mau gak mau untuk pulang ke tempat yang dulu hingga sekarang, tidak berani aku jamah kembali.Untungnya, keputusanku un

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status