Share

Rekapitulasi Bulanan

Sudah pagi lagi. Tiffany harus bekerja lagi. Ini adalah hari keduanya bekerja sebagai sekretaris Davian yang sok kuat.

Tiffany ingat bagaimana kondisi lelaki itu kemarin. Sebelum lelaki bernama Raka berlari-lari kecil menghampiri mereka dan Davian muntah, mengenai kemeja lengan pendek yang dipakai oleh sopirnya.

Mengingat hal menjijikan itu, membuat Tiffany tak bisa membendung rasa senang jika Davian tak masuk kerja hari ini. Paling tidak, ia bisa santai-santai setelah membereskan dokumen-dokumen seperti yang diinstruksikan lelaki itu kemarin.

Membuka pintu, Tiffany melotot. Mendapati Davian sudah stand by di tempatnya. Outfit-nya terlihat lebih kasual karena Davian memakai hoodie tebal. Wajahnya pucat pasi. Matanya memejam, tapi Tiffany dapat melihat bagian atas mata itu bergerak-gerak. Dua lubang hidungnya disumpal dengan tisu dan mulutnya dibuka sedikit untuk mengambil alih tugas hidung sementara.

Di atas meja Davian, Tiffany melihat dua kotak makan berwarna putih dan hijau yang tutupnya sudah terbuka. Di kotak makan berwarna putih, Tiffany mengasumsikan makanan lembek itu sebagai bubur ayam, karena ada banyak suwiran ayam di atasnya. Di kotak makan satunya, terdapat menu empat sehat lima sempurna dengan nasi sebagai karbohidratnya. Makanan itu dibiarkan begitu saja. Bahkan Tiffany berani bertaruh kalau mereka semua sudah tidak lagi hangat.

" Bukannya kemarin saya sudah bilang, kalau kamu datang langsung beresin dokumen di kotak sebelum TTD?"

Tiffany mengerjap, mendengar suara bindeng Davian. Lelaki itu bahkan tak membuka matanya sama sekali. Tanpa menunggu Davian bicara lagi, Tiffany segera menutup pintu di belakangnya. Lalu, mengambil dokumen-dokumen di kotak sebelum TTD dan meletakkan tumpukkan kertas rapi itu di atas meja Davian.

Ketika tak sengaja punggung tangannya mengenai punggung tangan Davian, Tiffany merasa suhu tubuh atasannya sudah di atas normal. Panas.

" Pak... kalau Bapak sakit, saya bisa telponin Raka buat Bapak," Tiffany berinisiatif menawarkan bantuan. Mengingat ia sudah paham siapa Raka yang kemarin Davian maksud. Jika dipinjami ponsel Davian dan harus menelpon Raka, Tiffany pasti akan mengabari sopir Davian dan menyuruhnya membawa lelaki menyedihkan ini ke rumah sakit terdekat.

" Saya baik-baik aja," Suara Davian masih sama. Ia bahkan tak bergerak sama sekali. Mempertahankan posisi yang dipaksakan untuk nyaman. " Suhu AC-nya berapa?" lelaki itu bertanya sembari menyedekapkan tangan.

Tiffany melirik remot AC di atas meja Davian, " dua puluh satu."

" Tiffany, buat suhunya jadi dua puluh lima!"

" Tuh kan, Bapak kedinginan." Tiffany terus saja berkomentar, sambil tetap melaksanakan perintah Davian.

Setelah itu ia duduk di kursinya. Mengeluarkan laptop dan menyalakan benda itu. Tiffany tak boleh melupakan benda yang satu ini lain kali sebelum berangkat kerja, jika ia tidak mau kena semprot seperti hari pertamanya. Lagipula, Tiffany sudah berjanji pada dirinya sendiri jika ia akan bekerja sebaik mungkin agar dapat membayar hutang-hutang Ayah brengseknya.

" Kamu bawa laptop, kan?"

Tiffany mengangguk, lupa jika atasannya masih tetap dengan posisi yang sama, tak dapat melihat anggukannya.

" Bawa, Pak."

" Sekarang, kamu bisa ambil flash disk di tas saya, di atas laci, di bawah meja situ."

Tiffany berjalan mendekati meja Davian. Berdiri sangat dekat di sebelah lelaki jangkung itu. Ia merasakan aura tak enak dekat-dekat dengan Davian. Meski aroma parfumnya sangat harum, tapi kali ini ada panas yang menyelimuti tubuh Davian. Membuat Tiffany tidak nyaman.

Perempuan itu berjongkok, meraba-raba bagian atas laci Davian di bawah meja yang gelap karena tertutupi kaki panjang atasannya. Sungguh lelaki itu tak punya inisiatif untuk menggeser diri atau bagaimana gitu.

Dapat. Menarik tas tersebut dari persembunyiannya, dan mengambil flash disk yang Davian maksud. Namun, ada satu benda yang menarik perhatian Tiffany. Sebuah foto dengan efek retro dan kelihatan lawas yang menampakkan sepasang lelaki dewasa berwajah oriental Indonesia, perempuan bule dewasa dan dua anak laki-laki. Yang satu memiliki wajah asia dan satunya lagi campuran Indonesia-bule.

" Flash disk-nya udah dapat?"

Tiffany tersadar. Davian merebut tas di tangannya secara kasar.

" Kamu lihat apa?" Kini posisinya sudah kelihatan lebih benar. Davian meletakkan kembali tasnya di atas laci dan membereskan bekas makannya yang belum ia makan sebelum mengecek dokumen di atas meja. " lain kali, kalau kerja yang cepat. Jangan banyak bengong!" lelaki itu kembali mengingatkan.

Tiffany kesal sendiri dengan perlakuan Davian terhadapnya pagi ini. Sekarang baru jam setengah sepuluh. Bahkan baru setengah jam Tiffany mulai bekerja, ia sudah dibuat dongkol oleh atasannya. Harusnya lelaki itu istirahat saja di rumah. Bukannya dia sedang sakit?

" Sekarang kamu buka folder AMJ, all report, August. Sekarang kamu bisa lihat folder-folder dari tiga anak perusahaan AMJ. Saya mau hari ini kamu rekap PT. Pupuk Indonesia Jaya. Saya sudah punya formatnya di folder format recap report. Kamu cuma perlu memasukkan angka sesuai format recap. Ingat kerjanya jangan lompat-lompat! Saya buat format rekap sudah sistematis."

Tiffany mendengarkan dan mengikuti langkah-langkah seperti yang diinstruksikan Davian. Tapi, setelah mebuka folder milik PIJ, ia malah pusing. Pasalnya, dalam folder PIJ, ada belasan folder lagi dan ketika salah satu folder dibuka, akan memunculkan puluhan, bahkan ratusan dokumen. Ini pasti pekerjaan yang sangat melelahkan.

" Oh ya, kenapa kamu nggak pakai masker? Bukannya kemarin saya bilang kalau saya flu."

Konsentrasi Tiffany langsung buyar setelah mendengar pertanyaan Davian barusan. Jika lelaki itu tak memandanginya, barangkali Tiffany akan menepuk jidatnya sendiri karena ia lupa memakai masker.

" Saya lupa."

Davian menggelengkan kepala sembari melepas tisu-tisu yang menyumpal hidungnya. Membuang benda menjijikan itu ke tempat sampah, " kamu jangan sering-sering lupa. Kalau saya menularkan penyakit berbahaya ke kamu gimana?"

Penyakit berbahaya?

" Maksudnya virus HIV?" Tanya Tiffany polos. Karena baginya, tak ada penyakit paling berbahaya selain penyakit yang disebabkan oleh virus. HIV adalah penyakit yang bermula dari virus dan sampai sekarang belum ada obatnya.

" Jangan ngimpi kamu!"

" Saya nggak pernah mimpi pengen diserang HIV, Pak." Tiffany menjawab jujur. Lagipula, mana ada orang bermimpi ingin punya HIV. Rupanya demam dan flu bisa menyebabkan kewarasan orang berkurang tujuh puluh persen.

Davian menghembuskan napas kasar dan kembali fokus memeriksa dokumen-dokumen di atas mejanya, " Tiffany, saya targetkan kamu menyelesaikan laporan PIJ sampai hari selasa minggu depan ya. Berarti tujuh hari. Karena hari rabu pagi, kita harus mengadakan meeting evaluasi di kantor PIJ. Sekaligus mengecek proses produksi."

Belum selesai kepala Tiffany berputar-putar, kini Davian sudah memberikan batas waktu penyelesaian yang sangat singkat untuk laporan sebanyak ini. Selain dirinya, memang tidak ada bagian keuangan, bagian marketing atau bagian lain gitu?

" Kamu dengar saya atau nggak sih?" Davian sewot sendiri karena Tiffany tak kunjung menanggapi ucapannya.

" Maksud bapak dengan kita apa ya?"

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status